Ketika membuka kacamata dan earphonenya.
Terdengar jelas keluh kesah penumpang busway serta makhluk penggoda yang berada di antara mereka. Suara itu semakin berisik untuk di dengar. Dan para makhluk tak kasat mata membuat Zela jengah. Rasanya ingin melempari rudal, supaya tak menggoda para insan yang di landa kebimbangan. Akhirnya, Zela menyerah memakai lagi earphone dan kacamatanya. Agar ia tak mendengar keluh kesah para penumpang dan juga melihat secara nyata para makhluk dari alam lain. Begitulah kehidupan Zela Syinjin selama delapan belas tahun. Ia tak seperti manusia pada umumnya. Entah. Semua yang ia miliki anugrah atau musibah. Dan, haruskah disyukuri atau dirutuki.
Busway berhenti di halte ZJ. Semua penumpang tumpah ruah. Berlarian kepenjuru arah. Memang halte ini terletak di pusat kota.
“Terima kasih pak. Hati-hati di jalan. Kalau ngantuk istirahat saja. Jangan mikirin yang aneh-aneh, ingat keluaraga di rumah” pesan Zela penumpang yang menurut sang sopir aneh. Seperti orang buta. Memakai kacamata hitam. Sebenarnya itu pesan tersirat, karena ia melihat makhluk tak kasat mata merayu dan mendengar pikiran sang sopir itu sedang kalut dengan kecamuk ekonominya.
“Ck! Apaan sih gue? Gak usahlah ikut-ikutan masalah orang. Sejak kapan gue peduli dengan pikiran mereka. Bodo amatlah. Huwah! menyebalkan” gerutunya sembari berjalan kesalah satu perusahaan untuk menjalani interview.
“Helo! Selamat datang di rumah kami. Kami menyabut kalian dengan suka hati. hihihi” suara itu terdengar sangat jelas pun dengan penampakannya. Zela mengedarkan pandangannya, dan melihat makhluk-makhluk yang seharusnya orang normal tak lihat. Ia geleng-geleng kepala dengan jumlah mereka. Sangat. Banyak.
“Perusahaan ini makin hari banyak yang bunuh diri ih. Nyebelin banget” ucap salah satu pekerja wanita berjalan melewati ruang tunggu itu.
“Iya ih gue makin serem kalau di suruh lembur sama si bos” sahut Nike. Iya wanita ramput setengah bahu bernama Nike. Terlihat dari id cardnya. Zela mengabaikan keluh kesah yang ada di benak mereka. Tapi satu keluh kesah benak seseorang yang menurutnya menarik untuk di dengarkan.
‘Sebenarnya gue ingin resign. Gak sanggup dengan bos sewena-wena seperti dia. Sumpah demi batagor depan kantor, gue ingin nyatet tuh bos menyebalkan. Gila! Gue udah capek-capek dalam seminggu dan hasilnya? di hargai kagak. Diocehin iya. Dasar! Itu mulut laki apa cewek?”
Zela tersenyum mendengarnya. Ah! Ini tindakan dosa, seperti menguping pembicaraan orang yang sangat rahasia. Tapi harus bagaimana? Ini, memang salah satu keanehan dirinya. Sesekali ia memang iseng mendengarkan keluh kesah seseorang dan penasaran dengan aktivitas makhluk penggoda itu. Butuh waktu lama untuk memberanikan diri melihat alam sekitarnya.
“Zela Syinjin” panggil seseorang. Tak terasa gilirannya. Ia mengamati orang yang senasib dengannya. Sudut bibirnya di sunggingkan ketika mendengar salah satu pikiran mereka. “Lucu sekali dia, apa calon bosnya sebrengsek itu? apa katanya tadi? ‘Hanya cewek cantik seperti gue yang bisa bekerja di sini. Kan dia tertarik hanya dengan wanita sexy dan cantik’. Mustahil” Batin Zela sambil melangkah menuju ruang panas.
Ia menarik nafas. Dalam hati tak boleh gagal lagi. Sudah berapa kali ia ditolak gara-gara para makhluk yang tak diundang menggodanya, hingga ia tak sadar menimpali ocehan tak penting itu. Efeknya, penginterview berpikir gadis ini gila. Memang, selama ini ia sulit mengendalikan emosinya. Ketika di goda para makhluk tak kasat mata yang selalu hilir-mudik di depannya.
“Silakan kenalkan diri” suruh seorang Lelaki tanpa ekspresi bahkan pandangannya terlihat songong. Rasanya Zela ingin menonjok wajah lelaki itu.
Zela iseng melihat di sekitar para penginterview, lalu sejurus matanya melotot. Ada begitu banyak makhluk yang lalu lalang. Bahkan sesekali menggoda lelaki angkuh itu. Dan hal yang membuatnya semakin melotot dan menelan savilanya, ketika wajah lelaki itu di ciumin para makhluk berjenis kelamin perempuan. Sesekali keningnya mengernyit ketika beberapa dari mereka menggelayut manja di lengan lelaki itu. Sang empu tanggan sekali menggerak-gerakkan tanggan dan menyeka wajahnya.
“Hello!! Kenpa bengong? Apa yang kau lihat? Apa baru lihat wajah tampan?” ada nada penekanan di kalimatnya.
“ Ebusyet dah nih orang. Emang tampan sih kalau di lihat dari dasar lautan”~ Zela.
“Maaf” Zela menjeda, ia melirik kesebelah kanan dan kiri lelaki itu. Ia mendengar pikiran orang-orang itu sedikit membuatnya kesal. Lalu menghembuskan nafas berat.
“Saya, Zela Syinjin. Berminat di editor. Maaf pak boleh saya pakai kacamata?” ia tak tahan dengan pandangan yang di sajikan mahkluk tak kasat mata itu.
“Pakai saja. Kenapa harus izin sih? lucu sekali” sahut seseorang sebelah kiri sembari terkekeh geli dengan calon pegawainya ini.
“Baik terima kasih” balas Zela dengan mengeluarkan kacamata hitam. Kemudian mereka menyambut dengan gelagat kaget.
“Kenapa kacamata hitam?” heran wanita sebelah kanan.
“Supaya saya konsentrasi bu. Karena banyak orang-orang yang lalu lalang”
“Jangan ngaco kau” sahut cepat lelaki posisi di tengah.
“Kenalkan aku Nando. Pihak HRD. Dari sekian orang yang masuk dalam ruangan ini, hanya kau yang berbeda dari yang lain. Benar gak Sil”
“Setuju ndo. Dan anehnya, kenapa cuma nama sama apply posisi saja. Padahal yang lain meceritakan kelemahan, kelebihan bahwkan macem-macem. Tapi kau hanya izin pakai kacamata? Hehehe”
“Gue lihat dia bisa dihandalkan”~ Sesil sambil manggut-manggut.
“Maaf bu. Saya banyak kelemahan. Percuma saya cerita, karena respon pertama pasti akan menganggap saya gila. Jadi saya lebih baik tak menceritakan” jujur Zela menunduk.
“Benarkah?” mereka penasaran.
“Boleh lah cerita kelemahanmu. Setiap orang punya kelemahan. Kau tinggal yakinkan kami maka besok kau boleh bergabung di tim editor” janji manis Nando membuat Zela menggelengkan kepala. Tak yakin. Pasalnya, ketika ia melihat ke depan rasanya ingin muntah dengan pemandangan yang di sajikan oleh mahkluk itu.
“Tapi aku tak mau jika kau memakai kacamata hitam. Kesannya gak sopan” ketus Jay. Lelaki angkuh.
“Baik. Saya akan lepes kacamata ini. Tapi jangan heran, kaget ataupun mengagap gila dengan tingkah saya. Karena saya berbeda dengan orang kebanyakkan. Seteletah ini saya siap menerima konsekuensinya” balas Zela sedikit was-was takut gagal lagi.
“Silakan” Jay sudah tak sabar dengan reaksi gadis di depannya yang membuatnya geram. Tapi tak ia epresikan atau mengeluh.
“Ehm, permisi. Bisakah kalian menyingkir? Sumpah gue mau muntah liat kalian sedari tadi. Segitu agresifnyakah kalian dengannya?” kesal Zela dengan pandangan lurus setelah melepaskan kacamata. Dan reaksi tiga orang melongong mendengar kalimat Zela.
Mahkluk-mahkluk aneh itu menatap Zela.
“Kau bicara dengan kami?” tanya salah satu dari mereka.
“Iyalah siapa lagi?” sengak Zela sambil menyilangkan tangan ke dada. Songong.
“Kirain sama mereka? Hihihi. Kenapa? mau juga nyium wajah gantengnya?”
“Nanjis! Gak minat gue apa lagi sisa-sisa setan macem lu” kalut Zela tak memperhatikan orang-orang di sekitarnya yang melongo tak percaya.
“Hahaha. Kau lucu sekali bocah kecil”
“Ck! Tawa lu jelek mending diem dan minggat darinya. Sebelum gue...”
“Hahaha. Oke. Oke bocah kecil, kami pergi dan pasti kembali menyapamu. Ih sepertinya kau sangat bersahabat dengan makhluk seperti kami. Dada bocak kecil. Hihihi” potong salah satu dari mereka. Sepertinya, ia pemimpin. Pasalnya, ketika ia bilang “ayo” para sekutu langsung menurut sambil lambai-lambai manja ke Zela. Dan zela hanya mengeleng-gelengkan kepalanya dengan tingkah mereka.
“Seperti Jeny, Taufan dan penghuni rumah lainnya. Jinak”~ Zela tanpa sadar mengukir senyum yang sangat manis. Hingga Zhing Jun Jay, lelaki yang super anti dengan makhluk wanita ciptaan Tuhan terpesona dengan senyuman khas ala Zela Syinjin. Ia mengagumi senyum Zela yang menurutnya berbeda dari wanita kebanyakan yang sering di jumpai. Bahkan senyum manis ala sang mantan kekasih yang susah dilupakan pun lewat begitu saja.
Jangankan Zhing Jun Jay, Sesil Radjasa dan Nando Pramana pun tersihir dengan senyuman Zela. Hingga mereka lupa dengan kejadian beberapa menit yang membuatnya melongo tak percaya, bahwa di siang bolong ada makhluk yang tak bisa mereka lihat. Tapi, anehnya kenapa gadis bergestur ramping mungil ini mampu menembus para makhluk lain.
Zela merasakan hawa-hawa tak sedap dengan tingkah mereka yang cengar-cengir. Pun dengan dukungan pemikiran liar yang mampu ia dengar membuatnya salah tingkah hingga membuat wajahnya semerah tomat. Ah, ia lupa dengan jurus senyumannya yang mampu menyihir siapapun yang melihatnya. Gerutu dan sumpah serapah untuk diri sendiri telah ia rapelkan, ketika melihat tiga orang di depannya. Beberapa kali ia berdehem. Namun, nihil. Mereka masih belum berkutik. Asyik dengan khayalan indahnya.
“Ehm. Maaf pak bu apa masih bisa di lanjut?” ucap Zela sedikit meninggi mengagetkan mereka. Sejurus, mereka salah tingkah dengan kebodohannya.
“Uhuk. Oke bisa dilanjut” sahut Jay cepat sambil mengaduk-aduk daftar riwayat hidup Zela dan surat lamaran kerja.
“Sudah punya pengalaman kerja di bidang editor?” tanya Nando sambil memainkan bolpainnya.
“Belum pak” balas Zela sambil membenarkan duduknya.
“Terus kenapa apply di bidang ini?”
“Karena saya suka di bidang ini pak”
“Tunggu! Ini apa maksudnya dengan kata kekurangan banyak dan kelebihan kau isi juga banyak. Bisa di jelaskan”
“Emang penting banget ya pak?”
“Wah, Baru kali ini gue ketemu bocah yang berani bantah Jun Jay”~ Sesil.
“Hahaha. Mamam lu Jay ketemu orang yang paling lu gak sukai”~ Nando
“Kenapa mereka berpikir seperti itu? apa keliatan banget gue nyebelinnya? Wah gawat nih kalau gue gak lolos di sini. Tapi kenapa juga dia tanya-tanya kelebihan dan kelemahan? Kan biasanya cuma di tanya pengalaman kerja aja” ~ Zela.
“Hellooo! Kenapa malah bengong?” ketus Jay sambil melambai-lambai tanganya di wajah Zela.
“Maaf pak. Lagi mikirin peliharaan di rumah” jawab asal Zela dan kemudian merutuki alasan bodohnya.
“Tapi dia lucu”~ Sesil.
“Imut. Rasanya pingin bungkus bawa pulang. menghibur tingkahnya”~ Nando.
“Kalian ganggu fokus gue”~ Zela membuang nafas berat.
“Apa ini kebiasaanmu?” geram Jay
“Maksudnya pak?” sahut Zela Mengernyitakan dahi.
“Astaga! Zela Syinjin...”
“Buahahahaha sabar Jay sabar” potong Nando geli dengan sikap Jay yang berlebihan.
“Makanya Jay jangan pakai bahasa kode. Mana tahu dia. Tanya aja lah yang baik-baik. Ya gak dek. Maksdunya Jay, apa kebiasaanmu ditanya balik tanya? Dan menjawab sekenanya” Sesil mencoba menjelaskan.
“Oh Maaf pak bu. Entah itu kebiasaan saya atau tidak soalnya selalu reflek begitu kalau di tanya” Zela menjawab sesopan mungkin. Walau lidahnya kelu mengatur tata cara bicara yang sangat sopan. Maklum selama ini ia hanya memakai bahasa arogan pada Joni atau sama para makhluk itu.
“Hmmm. Oke di mengerti” balas Sesil sambil mangut-mangut.
“Terserah kalian. Urus kelanjutannya. Masih ada meeting sepuluh menit. Gue mau siap-siap” ketus Jay sambil berdiri dan melonggarkan dasi.
“Songong banget dia? Mentang-mentang kaya gitu. Awas aja lu belum tau rasanya gue lempari meriam lima ton. Mampus. Mampus dah”~ Zela tertawa dalam hati.
***
Pasca keluar dari ruang interview, Jay mengendarkan pandangannya. Ia merasa jijik dengan calon-calon yang ingin interview. Astaga! Kenapa dandannya menor-menor? Apa gadis tak normal Syinjin saja yang natural? Begitulah tatapan Jay sambil geleng-geleng kepala dan melanjutkan tujuannya ke singgah sananya. Ruangan favoritnya.
“Gila. Gadis seperti itu jadi sekertaris atau salah satu staff gue? Mati berdiri gue. Lemot. Aneh. Kucel. Dan tadi apa? ngomong sendiri? Apa benar dia waras? kok gue ragu” komentar Jay sambil menatap frame yang terletak di depannya.
“Dia memang tak cantik sepertimu tapi aku akui dia mempunyai senyum yang tak biasa. Sekilas aku terpesona dengan senyun angelnya. Apa kamu cemburu?” ucapnya nelangsa.
Tiba-tiba telfon yang di samping fram berdering membuyarkan aksi menye-menyenya. Lalu ia tak lama keluar ruangannya menuju ruang meeting. Ia berjalan tergesa-gesa sambil mengacingkan blazernya.
“Misi pak” ucap Zela yang berjalan ingin mendahului.
“Eh” kagetnya.
Umpatan yang mengantri di tenggorakannya urung ia keluarkan. Pasalnya, tubuh mungil Zela sudah melesat secepat kilat. Jay memandang punggunya. Entah apa yang di rasa. Tiba-tiba ia tersenyum melihat rambut Zela yang diikat bergoyang ke kiri dan kanan.
“Shit! Apaan sih gue. Jay jangan bilang suka bocah itu” keluh Jay sambil melaju melanjutkan niatnya.
***
Thanks masukannya kaka, siap edit :)
Comment on chapter Episode satu