Chapter III
Segitiga Bermuda
(2010)
“Sa maafkan aku, semua salahku. Awal aku hanya bercanda, please percaya ya sama aku?” mohon ku pada Rosa. “Gak apa-apa Nay, aku tau kamu kok dan siapa yang kamu suka” Teman baik aku yang persis malaikat dan yang selalu percaya sama aku. Niat baik awalnya agar Dafa tak salah faham dengan Rosa tapi aku terjebak sendiri. Tanpa aku sadar, aku benar-benar membuat sedikit retak kepercayaan itu. Aku meragukan diriku sendiri meski Rosa percaya padaku, karena mungkin aku telah goyah.
Perlahan aku menjauhi Dafa. Aku menyibukkan diri dengan hal yang tidak terlalu penting tapi berhasil untuk sementara. Aku mencoba menggali rasa yang pernah aku sematkan untuk Gilang. Aku mengalihkan perhatian ku dan Rosa terhadap Gilang, dan aku yakin semua akan baik-baik saja. Karena bagaimanapun aku menyimpan rasa untuk Gilang. Hati tetaplah hati, aku pun jatuh dan menyerah dengan pertahananku sendiri. Aku tidak pernah menyadari bahwa sikap Dafa yang ramah dan baik mampu meruntuhkan pertahananku. Saat aku dan dia saling menjauh itu melukai hatiku. Aku kalah tapi ini salah. Susah payah aku menjauhi Dafa tapi alhasil aku menyakiti mereka. Untuk kali pertama aku merasa bahwa menyukai seseorang berarti kamu harus berjuang untuknya, dan kamu harus jujur dengan perasaanmu pada dia, pada semua orang yang percaya padamu.
“Sa, ada yang mau aku tanya sama kamu” ucapkan pelan sambil duduk di bangku taman sekolah pada waktu pulang ekstrakurikuler. Suasana sunyi, sore yang sendu mengawal keberanianku untuk bicara pada Rosa.
“Kenapa Nay?” pertanyaan Rosa membuat aku menghela nafas panjang.
“Sebelumnya, aku minta maaf Sa, aku mau tanya apa kamu benar-benar menyukai Dafa?” tanya ku pelan.
“Kenapa kamu Nay, kamu suka sama Dafa?” Rosa balik bertanya, dan jantungku berdegup tak menentu. “Kalau boleh aku jujur, aku mulai suka sama Dafa, dulu aku memang suka sama Dafa tapi hanya sekedar suka, kagum, gitu aja Sa” jawab ku terpotong oleh Rosa
”Sekarang? jadi suka beneran?” Pemotongan kalimat yang langsung memotong beraniku.
“Hhh maaf ya Sa, aku harus jawab iya. Tapi Sa kalau kamu benar suka sama dia, gak apa-apa kan kita suka sama cowok yang sama. Kita biarkan Dafa yang memilih sendiri mau dia menjauh atau apapun itu” ungkapku sedikit menyesal dan takut dengan respon Rosa.
“Nay kamu nih, gak apa-apa memang. Aku juga udah mulai biasa aja sama Dafa, santai aja ya Nay. Kamu sama aku masih bakalan tetap seperti kemarin-kemarin kok” begitulah jawaban Rosa.
“Nay, aku udah dijemput, aku duluan ya. Bye Assalammualaikum”. Meski aku tahu dia pasti kecewa, tapi dia tetap memilih senyum terbaiknya untukku. Rosa salah satu teman terbaik yang pernah aku miliki.
***
Pagi yang cerah untuk awal senin sibuk yang melelahkan. Tepat pukul: 06.30 WIB dan aku meluncur ke Sekolah. Upacara bendera yang menyita tenaga tapi begitulah semua dapat berkumpul hanya di hari Senin Upacara ini, baik dari kelas IPA, IPS, maupun adik kelas X. Aku melihatnya secara langsung, tepatnya untuk pertama kalinya setelah beberapa minggu. Dia si Otak udang yang pernah membuatku menyukainya. Tapi semua jadi biasa dan tidak ada lagi yang istimewa, entah karena melihatnya dari jauh, atau memang aku telah teralihkan oleh pangeran batu yang ku kagumi. Aku memulai keakraban ku dengan Dafa, bercanda dengan sikap manja yang kulakukan bukan hanya dengan dia tapi semua teman perempuan ku juga. Hanya saja dengan dia responnya berbeda jadi lebih lucu dan membuatku tertawa. Ada saja tingkahnya dan temannya dikelas yang membuat kami terhibur. Begitulah suasana kelasku, penuh keceriaan, kadang misteri kalau menghadapi ulangan. Segitiga bermuda antara aku, Rosa, dan Dafa mulai menghilang tidak tahu apa karena Rosa mulai dekat dengan teman lelaki sekelasku yang lain, atau karena kedekatanku dan Dafa mulai memicu kembali ejekan untuk kami berdua. Aku menyukainya, dengan semua sikap dan tanggapan yang baik dan cukup bijak terhadap semua ejekan itu membuat ku semakin menyukainya.
***
Hari-hari berlalu begitu cepat untukku dan Dafa. Kami semakin akrab atau bisa disebut kami lagi penjajakan. Untuk pertama kali aku membiarkan seseorang memasuki hari-hari ku. Hati perempuan tidak lah sulit di tebak, hanya saja sedikit sulit digapai. Bukan karena jual mahal tapi karena kepercayaan yang pernah diruntuhkan. Ketika kamu melangkah mendekati titik reruntuhan itu, pegang lah kepingannya dengan perlahan, satu-persatu temukan kembali dengan ketulusan agar tidak ada yang tergores hingga terluka oleh kepingan itu.
terimakasih ^^
Comment on chapter Si Biru yang Menjadi Abu