Loading...
Logo TinLit
Read Story - REASON
MENU
About Us  

Andromega Justin Permana

Justin, can you help me to deliver this food on the table number five?” pertanyaan itu membuatku tersadar dari angan-anganku. Aku segera melakukan apa yang diperintahkan oleh orang itu tadi. Bukannya memang ini sudah pekerjaanku kan untuk melayani semua konsumen yang ada di kafe ini. Aku menegakkan tubuhku yang semula bersandar pada meja tinggi dekat kasir. Membawa nampan itu ke meja yang tadi disebutkan. Seperti biasa, meletakkan makanan itu di atas meja, menjelaskan apa yang ada di piring, tersenyum, lalu mengucapkan ‘enjoy your food’ kemudian pergi.

Restoran yang semula ramai, kini sudah menjadi sepi. Hanya tinggal segelintir pegawai yang sibuk membereskan ruangan ini, menutup gorden jendela, menyapu, dan berganti pakaian. Aku memasukkan pakaian kerjaku ke dalam tas dan bersiap untuk pulang. Aku senang bekerja di restoran ini. Selain restoran ini merupakan salah satu makanan halal yang cukup besar di New York, pemiliknya juga orang Indonesia.

Justin, you are called by the boss.” Aku menghentikan langkahkku. Membelokkan arah langkah menuju ruangan bos. Pikiranku berkecamuk. ‘Apakah tadi aku melakukan kesalahan?’ Tapi aku pikir, rasanya aku tidak melakukan kesalahan apapun. Aku mengetuk pintu kayu yang tertulis nama Roselina Veronica Purnomo.

Please, come in.”  Suara itu terdengar dari dalam ruangan setelah pintu itu diketuk sebanyak tiga kali.

“Duduk, Justin.” Aku duduk dihadapannya. Wajahku sedikit berkeringat. Aku berusaha untuk tetap menatapnya dan duduk dengan tegak. Aku khawatir karena pekerjaan ini yang sangat berpengaruh dalam pendapatanku saat ini. Kalau aku kehilangannya, otomatis aku harus mencari pekerjaan paruh waktu lain yang gaji sangat jauh di bawah gajiku saat ini di sini.

“Ada apa saya dipanggil, Bu?” tanyaku dengan sedikit bergetar. Jantungku sudah berdebar lebih kencang dari biasanya. Roselina tertawa.

“Santai saja Justin. Ini bukan perihal kamu dipecat.” Bahuku yang semula menegang lantas turun disertai dengan hembusan napas lega. Irama jantung juga sudah kembali seperti semula. “Sikapmu tadi sungguhlah sangat tidak berwibawa.” Aku hanya tersenyum. “Buat apa aku memecat pegawai teladan sepertimu. Nanti yang ada restoran ini jadi kacau.” lanjutnya.

“Jadi, lantas kenapa Ibu memanggil saya ke sini?” Roselina tampak membuka laci di bawah meja kerjanya. Dia meletakkan sebuah map berwarna biru di atas meja.

“Saya memanggilmu ke sini untuk memintamu untuk menjadi pimpinan di restoran ini. Saya harus pergi dari New York dan memimpin restoran lain yang baru dibangun di Stamford dan Saya tidak mungkin untuk mengurus keduanya.” Dia membuka map yang berisi surat pemindahan alih restoran. Ini tawaran yang sangat menggiurkan, tapi masih banyak yang harus dipertimbangkan.

“Maaf sepertinya saya tidak bisa untuk menerima tawaran ini.”

“Kamu bisa mempertimbangkannya lagi. Saya tidak mau keputusan yang kamu ambil tanpa berpikir akan membuat kecewa kamu nantinya. Saya tidak memaksamu untuk tanda tangan surat ini hari ini juga. Bawalah surat ini. Aku harap kamu dapat memikirkannya secara matang. Kamu masih punya waktu satu bulan sebelum restoran di Stamford diresmikan. Saya harap saya akan mendengar kabar baik.” Roselina beranjak dari tempat duduknya, Membawa tas selempangnya dan keluar dari ruangan itu. Aku menatap nanar map ini. Aku masih belum bisa memutuskan.

***

Aku membuka pintu rumahku pandanganku langsung tertuju pada ruang depan yang begitu berantakan. Ada sedikit bercak darah yang sudah mengering. Rumah ini sangat sepi seperti tidak ada yang menghuni. Aku melangkahkan kakiku menuju kamar Ibu. Membuka pintu itu perlahan.

Ibu yang terduduk di sana memberi kode padaku untuk tidak terlalu berisik. Aku berjalan mendekat ke arah tempat tidur. Tanganku terulur untuk menyentuh plaster yang ada di dahi Hassya. Tanpa sadar aku sudah mencelakai seorang wanita dengan membiarkan dia ke rumah ini.

“Bagaimana kejadiannya?” Tanganku tak berhenti untuk mengelus plaster itu. Membuat dahinya agak berkerut. Apakah ini sakit sekali?

“Ini semua salah Ibu.”

“Bukan. Ini salahku.” Hassya ternyata mendengar perbincanganku dengan Ibu, sehingga ikut menimpali. “Aku yang sok jagoan melindungi Ibumu yang hendak ditonjok oleh Ayahmu tanpa sempat aku mencekal tangannya. Jadi, aku yang kena tonjok.”

“Bukan salah kamu atau Ibu, tapi aku dan dia yang salah.” Aku bahkan tak sudi untuk memanggilnya Ayah.

No,  ini bukan salah kamu. Kamu sama sekali ngga bersalah. Kamu tidak ikut campur tadi.”

“Tapi aku sama sekali tidak bisa menjaga kalian dari kejahatan dia. Dia bahkan setelah membuat Ibu serangan jantung masih saja ingin menyakitinya dan sekarang kamu jadi korban dia.” Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku sambil duduk di pinggiran ranjang. Hassya memelukku dari samping. Menyandarkan kepalanya di pundakku. Hingga aku bisa mencium harum sampo yang dia gunakan. Aromanya begitu menenangkan.

“Ngga, kami yang kurang berhati-hati. Stop buat nyalahin diri kamu sendiri dan stop buat nyalahin Ayah kamu. Dia pasti punya alasannya sendiri berlaku seperti itu. Ayahmu bukan menjadi penyebab utama Ibumu serangan jantung.” Dia menarik napas dalam sebelum melanjutkan ceritanya. “Serangan jantung atau yang biasa kami sebut dalam dunia medis myocardial infraction itu terjadi karena adanya plak aterosklerosis di pembuluh darah arteri koroner ibu kamu.” Aku membalikkan tubuhku agar aku bisa lebih saksama mendengar ucapan Hassya. “Plak ini yang akan menghambat aliran darah ke otot jantung. Nah, ketika otot jantung itu tidak mendapatkan akses ke aliran darah seketika itu pula otot jantung kurang mendapatkan akses oksigen dalam darah. Sehingga otot yang kekurangan oksigen itu yang menyebabkan kematian otot jantung dan pada saat itu lah terjadi serangan jantung. Pada kasus Ibumu. Ibumu memiliki riwayat tekanan darah tinggi karena itu terjadi peningkatan tekanan yang berlebihan sehingga rentan untuk membentuk plak yang menyebabkan serangan jantung itu. Kasus intinya karena ada plak aterosklerosis di pembuluh arteri koroner ibu kamu. Bukan salah Ayah kamu,” jelasnya lembut.

“Tapi Ibu tiba-tiba mendapat serangan karena dia! Dia yang emosi pada Ibu!” Aku masih tidak menerima apa yang dijelaskan Hassya perihal Ibunya terkena serangan jantung kemarin. Dia mengelus-elus lenganku ketika aku kembali emosi lagi mengingat perilaku ‘dia’

“Emosi bukan pencetus utama dari serangan jantung ibu kamu kemarin. Memang iya emosi juga merupakan pencetus. Tapi kalau ngga ada plak aterosklerosis di pembuluh darah arteri koroner Ibu kamu, Ibu kamu ngga bakal kena serangan jantung, walaupun Ibu kamu emosi. Karena emosi yang berlebihan bisa memacu saraf simpatis yang memicu peningkatan detak jantung yang dapat menimbulkan kambuhnya gangguan jantung. Kalau ngga punya gangguan jantung, ya ngga bakal muncul serangan jantung dan plak aterosklerosis Ibu kamu sudah cukup parah. Aku harap kamu mulai sekarang harus bisa mengontrol emosi Ibu kamu.” Aku menoleh ke arah Ibu yang masih duduk di sisi ranjang yang lain.

“Ibu sudah dengar sediri kan apa kata Hassya? Bu, sebaiknya kita pindah dari sini.” Ibu menggeleng tegas.

“Sekali tidak tetap tidak, Mega. Ibu ingin menghabiskan masa tua Ibu di rumah ini bukan rumah yang lain. Terlalu banyak memori di rumah ini untuk ditinggalkan. Ibu janji bakal kontrol emosi Ibu.”

“Mega, aku mohon. Belajarlah untuk memaafkan Ayah kamu. Memaafkan orang lain tidak ada ruginya buat kamu. Ayah kamu pasti punya alasan kenapa dia berperilaku seperti itu.” Tapi hati ini masih berat untuk memaafkan.

***

Kurang lebih sudah satu bulan setengah aku dekat dengan Hassya dan hari ini hari terakhir aku harus memutuskan untuk menerima atau menolak tawaran dari Roselina.  Namun, sebelumnya aku harus memutuskan mau di bawa kemana hubunganku dengan Hassya. Kuakui, aku merasa nyaman berada di dekatnya, aku menemukan seorang wanita yang berbeda dengan wanita lain yang sering kutemui. Aku tertarik dengannya ketika pertama kali aku melihat matanya. Kalau kalian bertanya apa yang aku suka dari dirinya secara fisik yaitu matanya. Matanya teduh, tidak sipit dan tidak bulat. Iris matanya hitam pekat.

Aku tahu dia adalah seorang yang independent  atau bahkan bisa dikatakan terlewat independent sejauh satu bulan setengah aku mengenalnya. Dia sama-sama introvert  sepertiku. Dia punya benteng tinggi untuk membatasi dirinya dengan orang lain yang baru dikenalnya. Dia bahkan tak menceritakan masalah-masalahnya selama aku mengenalnya.

Aku merogoh kantung saku celanaku. Mengambil telepon genggam dan mengirimkan pesan teks pada Hassya. Aku harap malam ini dia sudah kembali ke New York setelah satu minggu yang lalu dia mendadak pulang ke Indonesia tanpa memberi alasan yang jelas padaku. Dia cuma bilang kalau dia harus pulang ke Indonesia malam itu juga dan itu pun mengabariku hanya melalui pesan teks. Setelah dia berpamitan dia tidak pernah mengabariku, tapi aku juga berkaca buat apa dia mengirim pesan teks padaku kalau aku ini bukan siapa-siapa dia.

Untuk : Hassya

Assalamu’alaikum. Apa kabar? Kamu sudah di New York lagi?

Aku menekan tombol kirim. Meletakkan telepon genggam itu ke atas nakas. Beberapa menit kemudian, telepon genggamku itu berdering dan menyala, menandakan ada sebuah pesan masuk.

Dari : Hassya

Wa’alaikumsalam. Alhamdulillah baik. Aku udah di New York lagi semalam. Em, makan siang nanti kita bisa ketemu? We need to talk.

We need to talk  kalau dalam parafrase bahasa inggrisnya actually means, “ I need to talk, you better listen.” atau that mean the worst  four word in the English language. Female code for “This relationship is over.”  Tapi maksudnya dia mau bicara apa? untuk arti kata kedua sepertinya tidak mungkin karena kita sama sekali belum menjalani relationship  apapun. Jemariku menari di atas keyboard yang muncul di layar sentuh itu.

Untuk : Hassya

Bisa. Temui aku di tempat bakery di mana aku bekerja. Aku juga ada yang mau diomongin sama kamu.

***

“Justin, someone wants to meet you.” Aku meletakkan napan berisi roti yang masih panas itu di meja. Aku melepas sarung tanganku dan berjalan menuju tempat pengunjung. Aku yakin yang ingin menemuiku adalah Hassya. Hassya melambaikan tangannya. Aku menarik mundur kursi yang ada dihadapannya.

“Apa yang ingin kamu bicarakan?” Aku langsung memulai percakapanku tanpa basa-basi.

“Kamu juga apa yang ingin kamu bicarakan?” Bukannya menjawab, alih-alih dia malah mengajukan pertanyaan yang sama.

“Kamu dulu saja yang bicara.” Aku menatap matanya ada yang aneh dengan kelopak matanya seperti bengkak. Belum juga menjawab, aku mengajukan pertanyaan lain. “Mata kamu kenapa?” Dia memegang sekitar matanya.

“Ah, ini cuma tergigit serangga kok. Kamu dulu saja yang berbicara.” Aku menghembuskan napas perlahan.

“Kamu tahu kan kalau kita udah cukup untuk saling mengenal satu sama lain? Kita juga dekat sangat dekat malah. Aku tahu kalau wanita itu tidak suka untuk digantung pada sesuatu yang tidak pasti dan rasanya aku sudah cukup waktu untuk memastikan itu semua. Aku juga tidak mau memberi kamu harapan palsu. Jadi aku mau bicara sama kamu. Aku mencintaimu. Aku menemukan sosok lain Ibuku dalam dirimu. Aku nyaman bersamamu, tapi aku baru bisa menikah denganmu ketika aku sudah lulus S2 dan memiliki pekerjaan tetap karena jika aku menikahimu sekarang mau aku kasih makan apa kamu sama calon anakku kelak. Aku ngga mungkin kan kasih makan kamu sama calon anakku cinta saja? Sekali lagi aku mau bilang, aku mencintaimu. Jadi maukah kamu menjadi calon istriku?” Aku mengeluarkan sebuah kotak dan membukanya. Menunjukkan sebuah cincin emas putih dihadapan Hassya. “Maaf kalau hanya emas putih. Aku baru sanggup beli ini.”

I love you too, but I can’t.” Hassya menggenggam tanganku dan saat itu waktu seperti berhenti berdetak ketika aku mendengar dan melihatnya. Mataku berubah menjadi sendu. Kenyataan apa lagi ini?

Why?” ujarku lirih. Dia menutup kotak yang aku pegang. Aku melihat ke arah jari manisnya yang terpasang sebuah cincin emas berlian.  Aku memegang cincin itu. Cincin yang 100 kali lipat lebih mahal dan lebih bagus dari pada yang tadi aku tunjukkan padanya. “Karena ini? Apa aku sudah terlambat?” Dia menganggukkan kepalanya.

“Kamu lelaki yang baik dan pasti kamu bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dari pada aku. Maaf  kamu memang sudah terlambat, tapi ketahuilah aku juga mencintai kamu.” Mencintaiku juga? Bagaimana bisa? Bahkan dia jelas-jelas menggunakan cincin itu dan berarti dia lebih memilih lelaki itu dari pada aku.

“Secepat itu? Aku bahkan tahu sebelum kamu berangkat ke Indonesia, jemarimu itu masih belum ada cincin.” Aku saat ini benar-benar kecewa. “Kalau kamu mencintaiku, kenapa kamu lebih memilih menikah dengan dia yang notabene adalah lelaki yang tidak kamu cintai.”

“Ya. Secepat itu dan besok aku akan pulang ke Indonesia dan tidak akan kembali ke New York entah sampai kapan. Tanggal dua puluh tujuh, aku akan melangsungkan pernikahan. Itu sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu. Aku ingin berpamitan.” Jadi, ini hanya sebuah pertemuan untuk perpisahan. Perpisahan yang cukup pahit.

“Kamu belum menjawab pertanyaanku yang terakhir. Kenapa kamu lebih memilih menikah dengan dia yang notabene adalah lelaki yang tidak kamu cintai?”  Aku terus mendesaknya. Aku tahu pasti ada alasan dibalik semua ini.

“Aku belum bisa menjelaskannya padamu untuk saat ini.” Hanya itu yang mampu keluar dari mulutnya. Aku kembali memandang cincin yang ada di jemarinya.

“Aku lihat itu adalah cincin emas dengan butiran berlian. Sepertinya cincin itu sudah menjawab pertanyaanku tadi. Kamu sama seperti wanita-wanita lain. Semurah itu harga cintamu, yang bisa dibeli dengan emas berlian? Seharusnya aku sadar kalau kita sama sekali ngga sepadan dalam urusan harta dan ternyata cintamu dengan harta lebih berharga dari pada cinta dari hati kamu.”  Aku berdiri dari tempat dudukku dan berjalan menuju dapur toko bakery ini. Aku benar-benar kecewa karena dia sama sekali tidak menyangkal kata-kataku barusan dan aku sudah tahu apa yang harus ku putuskan untuk tawaran dari Roselina.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (6)
  • dianakusuma

    @ShiYiCha terima kasih kritik sarannya

    Comment on chapter Independent Woman
  • dianakusuma

    @sherlygratia salken jugaa

    Comment on chapter Independent Woman
  • dianakusuma

    @Vanila_Loli sip

    Comment on chapter Independent Woman
  • ShiYiCha

    Dari sinopsisnya, sih udah eye-catching gitu, kayaknya seru. Cara penyampaian ceritanya juga unik. Semangat terusss, ya Kak. Btw, klo boleh kritik, nih????. Biasanya kalo bikin cerita dengan latar luar negeri gaya bahasanya seperti gaya novel terjemahan, jadi sesuai Ejaan Bahasa Indonesia gitu. Tapi, ya itu terserah penulisnya, sih. Cuman saran????

    Comment on chapter Independent Woman
  • sherlygratia

    Seruuu nih kak. Btw salam kenal kak

    Comment on chapter Independent Woman
  • Vanila_Loli

    Ntaps! Semangat terus ya nulisnyaaa :)))

    Comment on chapter Independent Woman
Similar Tags
Trainmate
2527      1080     2     
Romance
Di dalam sebuah kereta yang sedang melaju kencang, seorang gadis duduk termangu memandangi pemandangan di luar sana. Takut, gelisah, bahagia, bebas, semua perasaan yang membuncah dari dalam dirinya saling bercampur menjadi satu, mendorong seorang Zoella Adisty untuk menemukan tempat hidupnya yang baru, dimana ia tidak akan merasakan lagi apa itu perasaan sedih dan ditinggalkan. Di dalam kereta in...
JUST A DREAM
973      473     3     
Fantasy
Luna hanyalah seorang gadis periang biasa, ia sangat menyukai berbagai kisah romantis yang seringkali tersaji dalam berbagai dongeng seperti Cinderella, Putri Salju, Mermaid, Putri Tidur, Beauty and the Beast, dan berbagai cerita romantis lainnya. Namun alur dongeng tentunya tidaklah sama kenyataan, hal itu ia sadari tatkala mendapat kesempatan untuk berkunjung ke dunia dongeng seperti impiannya....
Game Z
5887      1674     8     
Science Fiction
Ia datang ke ibukota untuk menuntut ilmu. Tapi, anehnya, ia dikejar dengan sekolompok zombie. Bersama dengan temannya. Arya dan Denayla. Dan teman barunya, yang bertemu di stasiun.
Good Art of Playing Feeling
388      289     1     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...
CAMERA : Captured in A Photo
1145      553     1     
Mystery
Aria, anak tak bergender yang berstatus 'wanted' di dalam negara. Dianne, wanita penculik yang dikejar-kejar aparat penegak hukum dari luar negara. Dean, pak tua penjaga toko manisan kuno di desa sebelah. Rei, murid biasa yang bersekolah di sudut Kota Tua. Empat insan yang tidak pernah melihat satu sama lainnya ini mendapati benang takdir mereka dikusutkan sang fotografer misteri. ...
Diary Ingin Cerita
3243      1497     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...
Teman
1362      632     2     
Romance
Cinta itu tidak bisa ditebak kepada siapa dia akan datang, kapan dan dimana. Lalu mungkinkah cinta itu juga bisa datang dalam sebuah pertemanan?? Lalu apa yang akan terjadi jika teman berubah menjadi cinta?
Haruskah Ada Segitiga?
562      383     0     
Short Story
\"Harusnya gue nggak boleh suka sama lo, karena sahabat gue suka sama lo. Bagaimana bisa gue menyukai cewek yang disukai sahabat gue? Gue memang bodoh.” ~Setya~
Survival Instinct
271      223     0     
Romance
Berbekal mobil sewaan dan sebuah peta, Wendy nekat melakukan road trip menyusuri dataran Amerika. Sekonyong-konyong ia mendapatkan ide untuk menawarkan tumpangan gratis bagi siapapun yang ingin ikut bersamanya. Dan tanpa Wendy sangka ide dadakannya bersambut. Adalah Lisa, Jeremy dan Orion yang tertarik ketika menemui penawaran Wendy dibuat pada salah satu forum di Tripadvisor. Dimulailah perja...
Let Me Go
479      350     4     
Short Story