Di lain tempat...
"maafin gue Krys... gue tau gue egois di sini, nggak seharusnya gue bersikap kaya gitu ke lo" kata Gilang dengan mulai menaiki anak tangga menuju lantai tiga.
"yeaaahhh... mungkin begini lebih baik" gumamnya.
"ah... iya gue lupa, diakan baru calon tunangan gue, dan gue juga belum resmi tunangan ama dia kan? Jadi apa aja bisa terjadi kan? Bahkan dia bisa saja menolaknya dengan sekali ucapan" kata Gilang dengan wajah yang dibuat seceria mungkin.
Seperti itulah Gilang, ia tidak pernah berniat untuk memaksa seseorang hanya karna dia menginginkan orang tersebut bersamanya. Jika ia tak bisa mendapatkan orang tersebut dari semua usahanya, maka ia akan lebih memilih untuk mundur, dan menjauh perlahan. Ia akan bersikap layaknya teman biasa. Toh ia juga masih punya banyak penggemar di luar sana, kan? Jadi untuk apa dia memaksa orang yang tak mau bersamanya? Dia lebih memilih untuk mendekati semua penggemarnya daripada harus memaksa dan terus mengejar tanpa mendapatkan apa-apa.
Meskipun nanti ia akan dikenal sebagai playboy, ia akan dengan lapang dada menerima julukan itu. Bahkan untuk sekarangpun ia sudah bisa menerima julukan itu dari beberapa orang yang tak menyukainya.
Dan tanpa sadar Gilang sudah berlari menaiki lantai tiga keempat, ia begitu tersiksa dengan ketidak berhasilannya itu. Dan ini pertama kalinya ia gagal dalam urusan perempuan. Selama ini, ia bahkan selalu dikelilingi wanita dan selalu menapatkan keinginannya. Siapa sih yang bisa menolak pesonanya selama ini? Baru kali ia bisa merasakan penolakkan dan kegagalan dari seseorang peremuan yang super jutek,cuek,dingin,dan sangat cantik itu. Satu perempuan itu telah berhasil meluluh lantahkan semua sejarahnya sebagai laki-laki yang paling diimpikan oleh wanita.
Jangankan anak SMA , ibu-ibu yang udah punya anak sama suami aja menginginkan Gilang sebagai pasangan mereka. Lah ini? Malah menolak secara mentah-mentah kehadiran Gilang di sekitarnya.
Gilang sungguh tak habis pikir akan semua itu, ia masih tak percaya jika ada perempuan yang menolak pesona serta perhatian, dan tingkah manisnya itu. Tapi tetap saja wanita itu manusia bukan? Yang mempunyai perasaan dan harga diri. Mungkin kedua itu mamang tak akan bisa ditembus Gilang dengan segala usaha dan kerja kerasnya.
Gilang hanya tersenyum miring memikirkan itu, hingga kelelahan datang kepadanya,
"haah...hah...hah..." Deru nafas Gilang yang mulai memburu, wajah serta bajunyapun sudah dibanjiri oleh keringat.
"ah...aish...si-al..." umpatnya ketika baru menaiki lantai lima. Entah dia yang terlalu semangat atau dia yang terlalu gila karena nekat.
Mungkin lebih bisa dibilang gila, dia nekat menaiki tangga demi tangga dengan berlari tanpa perhitungan dan perkiraan. Dia bisa saja naik lift berikutnya, tanpa harus susah payah menaiki tangga tak terhitung jumlahnya itu. Terlebih lagi, bangunan ini tidak seperti bangunan seperti pada umumnya. Bangunan ini di bangun dengan luas dan tinggi yang sangat tak terkira. Memang dari luar terlihat seperti bangunan biasanya. Tapi siapa sangka dalamnya berbanding terbalik dengan luarnya itu.
"sial, harusnya gue nunggu lift selanjutnya aja, kalau tau akan begini." Umpat Gilang yang kini memilih duduk bersandar pada dinding.
Tapi berkat bangunan inilah ia dapat melupakan sejenak tentang masalahnya yang entah kenapa membuat kepalanya pusing itu. Begini lebih baik daripada harus memendamnya dan tidak memperoleh pelampiasan.
"ah...aish...menyebalkan!" umpatnya kembali.
Tak buang waktu lagi, Gilang segera meneruskan langkahnya menuju lantai enam. Sungguh, ia sangat membutuhkan air saat ini. Jikapun belum sampai di lantai enam, Gilang sudah terlelap disini, dia akan dengan senang hati menerima itu, hitung-hitung untuk istirahat disini.
"ah...aish...sial tinggal satu menit lagi waktunya. Oh...my..." maki gilang yang sudah mulai lemas.
"gue harap ada malaikat yang nyamperin gue, dan bawa gue terbang biar cepet nyampenya,sekalian bawa minuman, haus banget gue. Sumpah " Gumam Gilang ngelantur.
Entah kerasukan apa, tiba-tiba Gilang langsung kembali berlari menuju pintu di tujuh tangga atasnya.
"hwaaaah...akhirnya nyampe juga. Wooohooo!!!" kata Gilang dengan semangatnya, ia bahkan lupa akan rasa kesalnya dua menit lalu.
"huuuh... lari lagi gue. Yah...apa boleh buat, oke! Fighting Lang!" kata Gilang menyemangati dirinya sendiri, kini ia pun kembali berlari menuju tempat pertemuan.
***
"apa semuanya sudah hadir?" tanya Kepala Sekolah, yang sudah stay diatas dengan mic didepannya.
"yes Sir!"
"tempat duduk kalian udah diberi nama sesuai dengan kelompok kalian, dan juga satu baris akademi, belakang adalah non, begitu seterusnya. Mengerti?"
"Yes Sir!"
"kalau begitu cepat duduk di tempat kalian masing-masing. Bapak nggak mau kalau sampai ada yang telat."
"Baik,Pak" jawab serempak murid yang sudah siap di depan pintu ruangan. Tentu itu minus Krystal.
"lima menit lagi bapak bakalan susul kalian beserta guru pembimbing."
Setelah mendengar setiap ucapan dari Kepala Sekolah, mereka langsung menempatkan diri mereka ditempat duduk yang sudah disediakan. Tak berselang lama kemudian kepala sekolah datang dengan membawa abasensi beserta guru pembimbing yang lebih memilih untuk langsung duduk di tempat mereka masing masing.
"Baik, sekarang bapak absen dulu."
"olimpiade Bahasa Indonesia?"
"yes sir. Hadir!"
"hadir!"
"yes. I'm"
"olimpiade Bahasa Inggris?"
"in here sir!" jawab ketiga murit itu dengan serempak bersama nada riangnya.
"olimpiade kimia?"
"di sini sir!"
"saya sir!"
"hadir"
"olimpiade fisika?"
"kami di sini sir!" jawab serempak ketiga siswa dan siswi yang berada di barisan belakang.
"ini si Gilang mana sih, nggak tau waktu apa" kesal Kelvin sembari melihat jam tangan yang melingkar di tangannya.
"awas aja kalau gue sampe kena hukuman gara-gara dia." Tambah Kelvin yang sudah kembali menghadap depan.
Tak lama kemudian,
"olimpiade Matematika?"
"kami Pak"
GUBRAK!!!
"Maaf Pak saya telat, huh...huh...huh..." kata Gilang sembari mencoba menetralkan nafasnya.
"Kenapa bisa telat?"
"Ada kendala kecil Pak, jadi maaf" jelas Gilang dengan nafas yang masih tersengal-sengal. Jantungnya mulai berdetak cepat, saat melihat Kepala Sekolah memicingkan matanya.
"ya...udah kamu boleh duduk" Kata Kepsek datar, dan melanjutkan absensi.
Gilang akhirnya bisa menarik nafas lega, karna setidaknya ia tak diberi sambutan lebih. Ia pun melanjutkan jalannya menuju tempat duduk paling depan yang jelas terlihat kosong.
"Fiuuhh...akhirnya..." kata Gilang dengan leganya.
"Heh!!! Lo tau nggak sih, lo itu ngebahayain gue ama Krystal!!!" kata Kelvin kesal.
Gilang yang merasa Kelvin akan meledak, hanya diam, berpura pura tak pernah mendengar Kelvin berbicara.
"Lang," panggil salah satu murid yang berada tepat dibelakang Gilang.
"Eh ...ya, kenapa?" sahut Gilang cepat sembari menghadap ke belakang, dan mengacuhkan Kelvin.
"Nih minum dulu dan ini tisu buat lap keringat kamu itu" kata Lascrea dengan perhatiannya. Krystal yang melihat itu hanya berdecih jijik sekaligus muak.
"Oh..., makasih La"jawab Gilang dengan mengambil sebotol air putih, serta tisu yang diberikan Lascrea kepadanya. Dan tanpa buang waktu Gilang langsung saja meminumnya, seperti orang yang sudah tak pernah menjumpai air selama satu minggu. Kelvin yang melihat itu hanya bisa memandang dengan wajah herannya.
"Haaah...segarnya" kata Gilang setelah menghabiskan satu botol air tadi.
"Makasih La..." kata Gilang lagi kepada Lascrea, menghiraukan Kelvin yang sedang menatapnya tak percaya.
"Yeah" Jawab Lascrea dengan wajah senangnya.
"Heh, gedang! Kalau ada yang bicara sama lo itu dengerin, dijawab, bukannya diacuhin, enak banget hi-"
"Tes...Tes...,1,2" suara itu berhasil memotong omongan Kelvin. Gilang yang melihat itu langsung mengeluarkan senyuman termanisnya, yang ditujukan ke Kelvin. Sedangkan Kelvin yang melihat tingkah Gilang itu langsung memberi tatapan tajam. Krystal yang berada ditengah-tengah antara Gilang dan Kelvin hanya memasang wajah jengah dan muaknya.
"Anak-anak, kita mulai acaranya dan ada halangan sedikit, karena donatur kita, sedang terjebak macet. Jadi beliau menyuruh kita untuk memulai terlebih dahulu." Jelas Kepala Sekolah.
"Saya akan langsung memulainya, jadi jangan sampai ada yang berbicara sendiri, atau mengacuhkan ini" ingat kepsek.
"Iya~ pak" jawab seluruh murid dengan nada bergelombang, seolah jengah akan apa yang diperingatkan oleh Kepsek mereka itu.
"Selamat Pagi menjelang Siang anak-anak"
"Pagi Pak"
"Bapak akan memberikan sedikit wejangan untuk kalian"
"Pertama-tama bapak ingin mengucapakan terimakasih kepada kalian semua karna telah mau untuk menjadi wakil dari sekolah untuk olimpiade bulan depan, jadi jangan sampai membuat malu sekolah. Kalau sampai kalian membut malu sekolah, kalian semua akan dapat poin dan nilai kalian bapak kurangi sampai jadi setengahnya nilai yang kalian peroleh" kata Kepala Sekolah yang lebih terdengar seperti ancaman.
"Ya...Yaaahh...kok gitu pak, nggak asik aht..." protes semua murid dengan serempak.
"Tidak ada penolakan, karna itu adalah aturan mutlak dari sekolah."
"Pak!!!" seru Lascrea.
"Ada apa?" jawab Kepala Sekolah ogah-ogahan.
"Yang bapak omongin itu pidato apa ancaman sih pak? Seharusnya kan bapak nasehatilah,beri masukanlah,atau apalah gitu,bukannya ngancem kita." Jelas Lascrea.
Belum sempat Kepala Sekolah menjawab perkataan Lascrea, pintu masuk ruangan itupun terbuka. Kepala sekolah yang melihat itu langsung berdehem untuk mengrangi rasa malu dan juga gugupnya.
"ekhem... Baiklah, cukup sekian pidato dari bapak, saya persilahkan untuk Donatur sekaligus pembangun asrama ini bercakap-cakap dengan kalian disini, menggantikan bapak." Kata Kepala Sekolah saat melihat sang donatur sudah datang.
"Cih, pidato apanya" decih Kelvin.
Tak lama kemudian sang donatur berjalan dengan kesan tegas, berwibawa,serta kharismanya. Meskipun ia sangat lelah karena sudah berlari ke ruang ini tadi.
"Selamat Siang." Sapa sang Donatur.
"Siang" jawab serempak para murid dengan semangatnya.
"Maaf ya, saya telat. Tadi ada halangan dikit. Biasalah, Jakarta" kata sang Donatur dengan nada santainya.
"Tak apa Sir" jawab serempak murid, terkecuali Krystal. Krystal malah memutar bola matanya jengah.
"Baiklah, untuk menebus kesalahan saya, kalian minta saya melakukan apa."
"Perkenalan"
"perkenalan? Kalian yakin menyuruhku untuk perkenalan?"
"yeah... sir"
"baiklah, saya akan memperkenalkan diri saya"
"nam-"
"tunggu sir!!!" teriak Lascrea yang berhasil memotong perkataan sang donatur.
"eh.. ya, ada apa?"
"permintaannya saya ganti"
"oh? Benrkan? Kalau begitu apa gantinya itu?" jawab sang donatur dengan tersenyum ramah.
"setelah acara ini selesai, belikan kami pizza sesuai dengan jumlah kami di sini" kata Lascrea dengan santainya, ia bahkan tak memikirkan apa konskuensinya nanti.
Mendengar perkataan Lascrea yang berani itu, seluruh ruangan langsung bersorak. Bahkan Kelvin dan Gilangpun ikut andil dalam sorakan itu. Sedangkan Krystal langsung menatap tak percaya ke arah Lascrea.
"pizza?"
"ya, pizza. Bagaimana?"
"eeeemmm..." gumam sang donatur yang terlihat seperti berpikir keras.
"saya tidak bisa lakukan itu" jawabnya singkat yang berhasil membuat desahan kecewa dari ruangan itu.
"tapi saya akan kasih kalian waktu free untuk besok"
"yeeeeaaahhh.... wooohooo" teriak seluruh murid dengan perasaan senang dan gembira mereka, terutama itu untuk anggota non akademik. Mereka bahkan paling keras berteriaknya. berbanding terbalik dengan ekspresi kepala sekolah dan juga guru pembimbing setiap mapel. Mereka menatap sang donatur dengan tatapan tak percayanya. Bagaimana bisa dia membatalkan aktivitas besok yang sudah akan mulai dari pelatihan menjadi free?
"saya kasih tau kalian ya.... selama kalian berada di asrma ini, kalian tidak boleh makan makanan dari luar asrama. Kenapa? Karna makanan itu belum tentu sehat dan higenis, kalau kalian jadi sakit karna itu, yang susah siapa? Guru guru kalian pasti. Dan saya juga" jelas sang donatur yang terdengar seperti gumamman di kalimat terakhir.
"iya sir, kami mengerti" jawab seluruh murid dengan nada bosannya, mereka bosan jika harus mendengar ceramah tentang aturan asramalah, pelatihan olimpiadelah... huuuhh... itu sangat menjengkelkan telinga mereka.
"huuuuhhfff... membosankan" desah Krystal pelan yang tak bisa terdengar oleh Kelvin. Tapi berbeda dengan Gilang, ia langsung menolehkan kepalanya ke arah Krystal yang sedang menundukkan kepalanya bosan.
Ingin rasanya bersikap seperti dulu Krys, tapi apalah daya, sekarang aku hanyalah seseorang yang tak kau anggap seperti dulu. Kau bahkan mungkin lupa kalau kita akan bertunangan karena perjodohan yang kau anggap sial itu. Kata Gilang dalam hati sambil menatap sedu ke arah Krystal.
Kali ini ia bersungguh sungguh dalam menjalankan niatnya, ia hanya tak mau jika ia tak menjalankan niatnya, Krystal akan lebih terluka lagi.
Jadi... ini semata mata hanya demi kamu Krys, aku bahkan tak peduli sakit yang akan ku tanggung nanti, tapi aku akan bersaha kuat di depanmu. tambahnya dalam hati, sekarang Gilang sadar bahwa ia harus memulainya dari detik ini dan selanjutnya. Ia tak boleh berangsur angsur dalam kesedihan semata.
Makasih ????
Comment on chapter Part 1