Ya Allah, mengapa mata ini sulit sekali terpejam?
Padahal Aku baru saja melakukan perjalanan jauh, tubuh Ku terasa pegal pegal dan sedikit sakit pada pinggang dan leher Ku.
Yah, jika dilihat dari jarak memang melakukan perjalanan dari kota besar ke desa memanglah sangat melelahkan.
Apalagi, setelah kejadian itu otak Ku tak bisa berpikir dengan jernih.
Apa yang dikatakan gadis itu pada awalnya membuat Ku shock sekaligus merasa senang. Entah Aku tak tau, tapi Aku bahagia mendengarnya. Akan tetapi, Aku menyadari satu hal.
Aku menyadari jika Ia adalah gadis yang frontal. Ia tak pernah berpikir panjang jika ingin melakukan sesuatu.
Peristiwa yang terjadi pada Annisa cukup membuat Ku tersadar jika gadis itu hanya hidup semaunya dan melakukan sesuatu sesukanya.
Ia hanya bermain main, pada saat itu. PikirKu.
Ia terlalu rumit untukKu pahami, Ia berbeda.
Pada saat Aku bertemu pertama kali dengannya di sekolah, di hari pertama Ku mengajar di sana Aku sedikit terkejut.
Flash Back On
Bruughhh
"Eh bangsat! kalo jalan ati ati dong! Loe gak liat apa Gue la..." Omelan gadis itu terhenti ketika melihat sosok tersebut.
"Astagafirullah..." Ucap Ku beristigfar seraya menundukkan pandanganKu darinya.
Sayang sekali, gadis secantik Dia harus mengucapkan kata kata kasar yang sepatutnya tak pantas Ia ucapkan.
Ucapannya terhenti, tak ada suara di antara Kami saat ini. Hingga beberapa detik kemudian Aku memilih mulai angkat bicara karena suasana yang terasa canggung.
"Kalo ngomong sama Orang itu bisa lebih sopan?
apa lagi Kamu ngomong sama Orang yang lebih tua dari Kamu!
Dan oh ya, Kamu kan sudah SMA. Sudah bisa baca tulis. Jadi sudah tau kan aturannya dilarang bawa hp ke sekolah. Apalagi dimainin sambil jalan. Benar benar tidak disiplin!." Ucap Ku tegas, Ia terlihat mengedipkan matanya beberapa kali seakan akan Ia baru tersadar
Ia terlihat menaikkan alisnya seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Dan, Saya minta maaf telah tidak sengaja menabrak Kamu! lain kali Saya akan hati hati...
Dan tolong kontrol ucapan Kamu! jangan sampai mengeluarkan kata kata kasar lagi. Permisi. Assalamualaikum." Ucap Ku dingin.
Sementara Ku tinggalkan, gadis itu hanya melongo melihat kepergian Ku.
Flash Back Off
Aku sedikit terkejut, karena bertemu gadis secantik Dia namun dengan aurat yang sengaja dipamerkannya dan dengan kata kata kasar yang sangat tak pantas didengar dan diucapkan.
Pada saat itu, Aku sedikit heran melihat pemandangan ini. Seorang siswi yang bertingkah bebas dan semaunya dilingkungan sekolah.
Karena penasaran, Aku pun mencari tahu identitas gadis itu. Termasuk mencari identitas gadis yang sedang Ku cari.
Flash Back On
"Pak Alif, ini adalah meja kerja Bapak. Kebetulan sekali Kita satu ruangan, jadi jika Bapak butuh sesuatu katakan saja kepada Saya. In shaa Allah, jika Saya mampu pasti Saya bantu." Ucap Pak Imron, guru BK sekolah ini ramah kepadaKu.
"Terimakasih banyak, Pak.Saya sangat terbantu dengan tawaran Bapak.." Ucap Ku berterimakasih sekaligus bersyukur karena peluang Ku untuk mencari identitas dan informasi gadis itu sudah terbuka.
"Sama sama.." Jawabnya ramah.
Setelah berpikir cukup lama akhirnya Ku beranikan diriKu untuk bertanya kepada Pak Imron, melihat saat ini kegiatan belajar mengajar di sekolah ini belum terlalu aktif karena memasuki tahun pelajaran baru.
"Ehem, Pak Imron..tadi pagi Saya bertemu dengan seorang Siswi yang berpakaian sangat tidak pantas. Gadis ini menggunakan seragam sekolah namun kelihatannya Ia sengaja memotong seragamnya semini mungkin..Apakah sekolah tidak memberikan teguran untuk Siswi yang seperti itu?" Tanya Ku tidak percaya.
Pak Imron mengernyitkan dahinya, seperti sedang berpikir.
"Gadis yang mana, Pak Alif? Sepertinya Saya tidak pernah melihat Gadis yang seperti itu di sekolah ini.." Jawabnya terdengar ragu ragu.
"Pak Imron benar benar tidak tau?" TanyaKu masih belum percaya.
Ia mengerutkan dahinya, terlihat berpikir. Tiba tiba muncul dari ruangan sebelah seorang wanita yang mengenakan baju batik.
"Itu Zahra, Pak." Ucapnya mantab seraya duduk di sebelah Pak Imron dengan senyum ramahnya.
"Zahra..oh benar, Gadis itu memang seperti itu..tidak mau mendengar." Jelas Pak Imron terdengar kesal.
"Zahra?" Gumam Ku sambil berpikir keras.
Apakah mungkin, Zahra adiknya Razi?
Tapi, bukankah Razi pernah mengatakan jika Zahra, adiknya adalah seorang gadis pendiam?
Itu pasti bukan Dia.
"Tapi, mengapa pihak sekolah tidak menindak Siswi seperti itu? bukan kah Ia sudah sangat keterlaluan..?" Tanya Ku penasaran.
"Dia Siswi spesial, Pak." Jawab Buk Dewi cepat.
Spesial?
Apakah Dia salah satu anak yang mempunyai prestasi yang tinggi?
"Spesial?"
"Apakah termasuk murit yang berprestasi?"
Buk Dewi dan Pak Imron saling pandang, selang beberapa waktu kemudian Mereka berdua tertawa. Seperti ada yang lucu dari yang Ku ucapkan.
"Astagafirullah..Pak..itu anak dari penampilannya saja yang urakan begitu bisa Kita ketahui bahwa keadaan otaknya pun sama urakannya dengan penampilannya yang nyeleneh.." Ucap Buk Dewi di sela sela tawanya.
"Maksudnya?"
"Dia itu anak dari keluarga 'FFIAN' , penanam saham terbesar di sekolah ini..itulah yang membuat Ia di spesialkan di sekolah ini Pak.."
Oh..begitu.
Ternyata Ia berasal dari keluar-
Tunggu, keluarga FFIAN?
FFIAN?
Astagafirullah..bukankah ini keluarganya Razi dan Annisa?
"Emm..maaf, nama panjang gadis yang bernama Zahra itu siapa?" TanyaKu penuh hati hati.
"Nama panjangnya Zahra..
kalo tidak salah, Zahra Affianisha." Jawab Buk Dewi mantab.
Deg!
Astagafirullah..jadi gadis itu adalah Dia!
Flash Back Off
Dari yang Ku lihat, apa yang dikatakan oleh Razi memang benar.
Zahra adalah gadis pemberontak.
Ia tidak akan segan segan melawan kepada siapa pun jika tidak sesuai dengan apa yang dipikirkannya.
Akan tetapi saat pembicaraan Ku terakhir kali di Kairo bersama Razi melewati via telephone, Razi pernah mengatakan jika Zahra adalah seorang gadis yang pendiam.
Tapi mengapa kenyataannya terbalik?
Zahra justru seorang gadis remaja yang sangat agresif dan frontal.
Tapi, semua inilah justru yang membuatnnya terlihat misteri.
Terkadang, jika Aku perhatikan Ia sering menyendiri di sebuah taman. Atau bahkan di dalam kelas Ia terkadang melamun di saat jam pelajaran.
Ini seperti Ia sedang memikirkan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, atau mungkin hanya pikiran Ku saja.
Yah, hanya Allah yang tahu.
"Ya Allah, sepertinya hamba Mu ini benar benar tidak bisa tidur.."
Tak ada rasa kantuk yang Ku rasakan, justru merasa bosan jika berbaring terus di ranjang seperti ini.
"Apakah lebih baik Aku ke masjid saja yah untuk mempersiapkan sholat tahajjut.?" Gumam Ku pada diriKu sendiri.
Aku pun bergerak menyalakan lampu kamar dan melihat pukul berapa sekarang.
"Ini baru jam 2 yah, berati waktu sholat tahajjut tinggal sebentar lagi.Baiklah daripada terus terusan seperti ini di dalam kamar, lebih baik Aku pergunakan waktu ini untuk berpatroli sebentar ke asrama."
Aku pun bergegas mengambil peci hitam yang sudah Aku persiapkan sebelumnya dan segera keluar dari kamar.
***
Apakah Dia sudah tidur?
Astagafirullah..tentu saja Dia sudah tidur, bukankah ini sudah larut malam.
Apakah tidurnya nyenyak?
Bagaimana Ia bisa tidur dengan nyenyak jika ini adalah pertama kalinya Ia datang ke tempat yang seperti ini.
Apakah Ia merasa nyaman di dalam asrama?
Aku yakin, Ia pasti saat ini sedang jengkel karena harus tidur satu ranjang dengan yang lain.
Hahaha..saat ini pasti ekspresi sedang-
Astagafirullah..Fansyah!
Sadarlah, mengapa Kamu menjadi seperti ini?
Memikirkan hal yang tidak tidak.
Tapi, apakah Ia sedang baik baik saja saat ini?
Mengingat semua peristiwa peristiwa yang membuatnya terluka dan harus berakhir di tempat ini pasti sangat sulit Ia terima dengan mudah.
Ia pasti berpikir jika semua orang telah menyakitinya, tanpa Ia sadari jika dirinyalah yang membuat semua orang yang ada di sekelilingnya terluka.
Apakah Ia egois?
Sejauh yang Ku lihat, Dia memang selalu menggunakan egonya.
Memainkan dan menyakiti hati orang orang terdekatnya yang tanpa disadari jika Ia selalu berdalih bahwa Ia lah satu satunya orang tersakiti di sini.
Astagafirullah...Apa yang telah Aku pikirkan?
Mengapa Aku mengomentari kehidupan seseorang padahal Aku bukanlah Tuhan.
Aku bukanlah Tuhan yang bisa menghakimi kehidupan seseorang.
Aku tak berhak sedikit pun melakukan hal bodoh ini.
Aku tak berhak sedikit pun.
"Astagafirullah....Ya Allah..ampunilah kelancangan hamba Mu ini ya Allah, sungguh hamba tak bermaksud sama sekali melangkahi Mu ya Allah..ampunilah hamba." Doa Ku menyesal karena telah bertindak bodoh.
Di waktu yang mulia ini, Aku telah bertindak bodoh dengan memikirkan hal hal yang tidak seharusnya Aku pikirkan.
Astagafirullah..
"Alhamdulillah.." Syukur Ku ketika melihat masjid As-Syauqi sudah di depan mata atau berjarak tinggal beberapa meter lagi.
Namun, saat Aku mempercepat langkah Ku.Ku dengar suara seorang santriwati yang sedang berteriak.
"Mbak..Mbak Zahra buka Mbak..buka Mbak.." Teriak seorang santriwati terdengar menangis.
Aku memutar langkah Ku menuju arah suara yang ternyata berasal dari kamar mandi asrama santriwati.
"Mbak Zahra buka Mbak.." Isak nya lagi lebih keras.
Semakin membuat Ku di landa rasa cemas.
"Gus..Gus Fansyah tolong Zahra Gus.." Teriak santriwati itu meminta tolong kepada Ku begitu melihat kedatangan Ku.
"Zahra?" Gumam Ku bertanya pada diri Ku sendiri.
Astagafirullah..
Jangan jangan gadis itu!
"Zahra di dalam?"
"Iya, Gus. Zahra ada di dalam, sepertinya Zahra teh sakit sejak bangun dari tidurnya. Tapi, Zahra teh gak mau ngomong kalo Dia lagi sakit. Dia hanya minta di antarkan ke kamar mandi..Gus..tolong Zahra Gus..Zahra teh kasian..." Jelas santriwati itu semakin terdengar khawatir.
Aku menggigit lidah Ku kuat, lagi lagi gadis itu bertindak ceroboh.
"Zahra..tolong menyingkirlah dari pintu, karena Saya akan mendobrak pintu ini dari luar." Teriak Ku menginstruksikan Zahra agar menjauh dari pintu.
Tak ada sahutan, hanya suara tangis dari santriwati ini yang semakin terdengar panik.
Ah, ya Allah...apakah yang sedang terjadi kepadanya?
Mengapa Ia tak merespon sama sekali apa yang Ku ucapkan.?
Astagafirullah..mungkinkah Zahra pingsan di dalam.?
"Maaf, kondisi Zahra sebelum masuk ke kamar mandi ini apakah Kamu memperhatikannya?" Tanya Ku takut takut.
Ia terlihat menganggukan kepalanya.
"Mbak Zahra teh saat tertidur Ia menggigil, badannya terasa hangat. Jadi, Saya berinisiatif meluk Mbak Zahra biar berhenti menggigil. Akan tetapi saat Saya memeluknya Mbak Zahra teh langsung terbangun dan tiba tiba saja langsung menangis. Saat Saya mengobrol dengannya teh , Mbak Zahra tiba tiba mengaduh merasakan sakit di bagian perutnya. Mbak Zahra hanya bilang ini sakit perut biasa dan hanya minta di antarkan ke kamar mandi. Tapi saat di dalam kamar mandi Mbak Zahra teh tiba tiba teriak sambil mengatakan 'sakit' dan setelah itu Mbak Zahra tidak bersuara lagi sampai dengan saat ini.." Jelasnya menceritakan kronologi dari awal Zahra tidur sampai dengan berakhir di dalam kamar mandi.
Tak ada cara lain, Aku harus mendobrak puntu ini Kuat.
"Bismillah-"
"Fansyah..." Panggil Abi menghentikan pergerakan Ku.
Aku melihat Umi di samping Abi dengan keadaan seperti habis menangis, ada juga beberapa santriwati yang mendampingi Mereka.
"Abi..Umi..?"
"Jangan didobrak nak, karena Kita tidak tau apa yang sedang terjadi di dalam.Apakah Zahra masih sadar ataukah pingsan, oleh karena itu jalan satu satu nya adalah dengan membuka pintu secara paksa dan bukan mendobraknya.." Jelas Abi terdengar tegas dan berwibawa seperti biasanya.
Aku hanya mengangguk angguk pasrah karena disituasi segenting ini otak yang tetap dingin memang sangat dibutuhkan.
Umi mengangguk kan kepalanya kepada Ku, seperti mengatakan ini lah yang terbaik.
beberapa menit kemudian, datanglah beberapa santri laki laki dan beberapa kerabat Abi yang sedang mempersiapkan beberapa alat untuk Ia gunakan membuka pintu.
"Apa yang akan Mereka lakukan.." Gumam Ku bertanya yang hanya dapat didengar oleh diriKu saja.
Saat persiapan semua telah dirasa siap, maka Mereka semua pun bergerak mendekati pintu kamar mandi.
Mereka memotong pintu dengan pelan dan hati hati karena yang ditakutkan jika tubuh Zahra yang berada di dekat pintu.
"Astagafirullah.."
Dan ternyata benar setelah pintu terlepas , Zahra ditemukan berada tepat disisi pintu.
"Alhamdulillah..ya Rabb..untung saja Kau kirim Abi untuk menghentikannKu.Jika tidak, mungkin masalah akan semakin rumit."
Aku sangat bersyukur karena kedatangan Abi, namun juga bersedih karena melihat kondisi Zahra yang sangat menyedihkan.
Rambut tergerai menutupi sebagian wajahnya, masih mengenakan pakaian seragam SMA yang kemarin Ia gunakan.
Astagafirullah..pakaiannya sangat terbuka dan sedikit dibuat ketat.
Melihat itu, Umi dan para santriwati langsung bergerak menyelimuti tubuh Zahra dan mengangkat nya bersama sama.
Ya Allah, sangat terlihat jelas jika Ia sangat merasa kesakitan. Dengan bibir yang sangat terlihat pucat dan dengan kedua tangan memeluk perutnya.
"Bawa Dia ke rumah, biar Saya yang akan mengurusnya." Ucap Umi dengan ekspresi khawatir yang tidak bisa hilang dari wajah cantiknya.
Ku lihat Umi mengusap ngusap wajah Zahra lembut dengan kedua tangannya.Ia menyapu setiap helai rambut Zahra yang nakal menutupi wajahnya.
"Astagafirullah.." Ucap Umi beristigfar ketika melihat wajah Zahra.
Mendengarnya sontak membuat kaki Ku bergerak cepat menghampiri Umi dan para santriwati yang sedang menutupi tubuh Zahra dengan kain.
"Ada apa Umi?" Tanya Ku khawatir mendengar jeritan Umi.
"Wajah Zahra terlihat sangat pucat.." Jawab Umi terdengar sangat khawatir.
Aku langsung melihat wajah Zahra yang ternyata memang sangat memperihatinkan.
"Tunggu apa lagi Umi, bawalah Zahra ke rumah dan gantilah pakaian nya dengan pakaian yang lebih pantas dan dapat menghangat kan tubuhnya.." Intruksi Abi terdengar serius dan tidak mau dibantah.
Umi mengangguk patuh dan segera mengintruksikan beberapa santriwati untuk membantunya membawa tubuh Zahra ke rumah.
Beberapa ustad yang juga membantu Abi membuka pintu membantu Umi dengan membuka jalan diantara kerumunan santriwati yang tanpa Ku sadari sangatlah ramai.
"Alhamdulillah.." Ucap Ku bersyukur dengan tulus setelah melihat Umi bisa melewati kerumunan dengan mudah dan langsung ke rumah.
PUK..PUK..
Sebuah tangan yang menepuk pundak Ku pelan sehingga membuat Ku terkejut dan sedikit berjenggit.
"Astagafirullah..Abi!" Ucap Ku beristigfar setelah mengetahui jika pemilik tangan tersebut adalah Abi.
"In shaa Allah..Dia akan baik baik saja.." Ucap Abi dengan senyum misterinya dan berlalu meninggalkan Ku sendiri dengan pipi yang Ku rasa sedikit menghangat.
"Astagafirullah..Abi teh jail." Ucap Ku malu malu seraya berlari kecil mengikuti langkah Abi ke arah masjid dengan beberapa Ustad yang berjalan bersama Abi.
***
Zahra POV
"Hiks..hiks..sakit!" Ucap Ku kesakitan karena merasakan perut Ku seperti ditusuk tusuk pisau.Bukan hanya perut Ku yang terasa sakit, namun badan Ku juga terasa kedinginan serasa berada di atas gunung.
Ah, kepala Ku pun tak mau ketinggalan. Ia berpatisasi dengan memberikan Ku rasa pusing yang sangat memuakkan.
Penglihatan Ku seperti berputar putar, Ini sangat menyiksa Ku.
Aku ingin memejamkan mata Ku namun tetap saja terasa sakit, membuka mata pun sama saja.
Semakin membuat Ku merasa sakit.
"Sakit.." Ucap Ku mengeluh lagi seraya meraba bagian perut Ku yang serasa ditusuk tusuk.
"Apakah ini..." Tanya Ku seraya mencoba membuka mata dan memperhatikan ruangan tempat Ku terbaring.
Meskin tampak tidak terlalu jelas, akan tetapi ruangan ini terlihat berwarna hijau.
Hijau?
Entah ini adalah hijau muda atau hijau tua tidak terlalu jelas, akan tetapi yang pasti ini adalah warna hijau.
"Surga."
"Benarkah ini adalah surga?" Tanya Ku kepada diri Ku sendiri.
"Bukankah Kak Razi pernah mengatakan jika ada surga yang berwarna kehijau hijauan..dan apakah surga itu adalah tempat Ku terbaring saat ini?" Tanya Ku mengingat ngingat masa kecil Ku bersama Kak Razi.
Hahaha..
Jika ini benar, lalu mengapa Tuhan menempatkan manusia seperti Ku ditempat ini?
Kata Kak Razi hanya orang orang yang baik dan beriman kepadanyalah yang bisa masuk ke tempat ini.
Tapi, kebaikan apa yang telah Aku lakukan sehingga dikirim ke tempat ini?
Heh...mungk-
"Alhamdulillah..Zahra sudah sadar.." Syukur seorang wanita paruh baya yang tidak terlalu asing di pendengaran Ku.
Ah, bukankah wanita ini adalah istri dari Ustad pemilik pondok pesantren tempat Ku di buang itu?
Benarkah?
Apakah di saat yang bersamaan itu tuhan mengambil nyawa Ku dan Dia di waktu yang sama?
Hebat!
"Zahra minum obat dulu sayang.." Bujuk wanita itu seraya mengangkat badan Ku untuk bersandar disisi kasur.
Oh,tapi mengapa badan Ku sangat sakit sekali?
"Innii..di surga yah?" Tanya Ku susah payah karena tenggorokan Ku terasa kering dan seakan akan tercekik oleh suatu benda.
Wanita itu samar samar Ku lihat tersenyum, sangat cantik.
Entah perasaan Ku saja atau apa, tapi wanita itu sangat mirip dengan seseorang yang Ku kenal.
Tapi siapa orang itu Aku tak tau, yang pasti wajah wanita paruh baya ini bukanlah wajah yang asing bagi Ku.
"Astagafirullah..Zahra ini teh di rumah Umi atuh, bukannya di surga.." Ucapnya lembut seraya mengelus kepala Ku hangat.
Sangat hangat.
Jika ini mimpi, tolong jangan bangunkan Aku dari mimpi ini.Karena kehangatan seperti ini tak akan pernah Aku temukan kepada siapa pun dan dimana pun.
Aku hanya ingin merasakannya saja, walau hanya sebentar.
Tak mengapakah Tuhan?
"Zahra teh tadi pagi pingsan.." Ucapnya lagi seraya menyuapkan sesuatu kemulut Ku.
Begitu lembut di dalam, dan sedikit hangat dilidah.
"Umi tau, Zahra teh dari awal datang ke pondok pesantren ini sedang tidak baik baik saja.." Ucapnya lagi yang semakin membuat Ku bingung hingga tersadar akan sesuatu.
"Jadi ini masih di pondok pesantren?" TanyaKu hati hati.
"Iya, sayang..ini teh masih di pondok pesantren..di rumah Umi.." Jawabnya memperjelas pertanyaan Ku.
GUBRAKKK
What the??
Jadi Aku belum mati?
Jadi sedari tadi Aku hanya mikir gak jelas tentang surga?
Shit!
Oh, double Shit!
Kenapa Aku gak menyadarinya sedari awal jika tempat ini bukan surga?
Oh, bodohnya Kamu Zahra!
Jika Kamu memang sudah mati, kenapa Kamu harus merasakan sakit?
Bodoh!
Sangat sangat bodoh!!!
"Demam Zahra teh sangat tinggi, pantas saja Zahra langsung pingsan.." Ocehnya.
"Tapi, Alhamdulillah..setelah shubuh tadi suhu badan Kamu turun..dan Alhamdulillah nya lagi, Kamu sudah siuman dan berbicara dengan Umi saat ini.." Jelasnya lembut seraya menyentuh dan menggenggam lembut tangan Ku.
Ada perasaan aneh yang menyeruap merasuk ke dalam hati Ku.
Perasaan hangat dan rindu yang aneh.
Jika saja Umi bisa seperti ini kepada Ku, Oh tidak!!!
Itu tidak akan pernah bisa terjadi, Umi tak akan pernah memaafkan Ku.!!
Aku telah membuat Mereka semua menangis!
Aku menyakiti Mereka semua!
Umi akan membenciKu!
Annisa akan sangat membenci Ku.
Aku bukanlah Adik yang berguna untuknya.Aku sangat memalukan.
Kak Razi?
Kak Razi akan sangat sangat kecewa kepada Ku.
Ia pasti tak akan pernah sudi lagi mau melihat Aku.!
Dan Abi?
Abi tak akan pernah memaafkan Ku, Aku telah terlalu menyakitinya.
Alif?
Ia pasti akan merasa sangat jijik kepadaKu!Karena selain Aku memalukannya di depan orang banyak, Aku juga telah menyakiti calon istrinya! Aku telah menyakiti Annisa.
Fia?
Aku bukanlah sahabatnya lagi, rasa benci itu pasti telah hadir di hati Fia. Yah, Aku memang bukan sahabat yang tidak berguna.
Fira?
Jangan di tanya lagi, hari itu Ia sudah mengatakan dengan jelas jika kehadiran adalah sebuah masalah untuknya. Untuk Mereka semua. Tanpa terkecuali.
Latifa dan Andrini?
Tak perlu dipertanyakan lagi, sudah jelas bagi Mereka berdua Aku adalah seorang pembunuh.
Heh, ini sangat menyedihkan.
Baiklah mungkin benar, mungkin ini jalan terbaik yang diberikan Tuhan kepada Ku.
Percuma saja Aku berusaha menjelaskan semuanya kepada Mereka, toh dimata Mereka Aku tetap salah.
Percuma saja Aku bertingkah kepada Mereka, bukannya Mereka tersadar dengan luka yang Mereka ciptakan untuk Ku. Yang ada Mereka akan terus tersakiti dan Aku akan selalu dipandang sebagai penjahat oleh Mereka, itu adalah hal yang sia sia.
Percuma saja Aku terus meronta ronta seperti manusia kehilangan akal, jika ujung ujungnya Aku akan terlempar juga dari tempat yang seharusnya Aku anggap sebagai rumah.
Bukankah semua itu sia sia?
Tetap saja, luka ini bukannya mengering dan mengecil akan tetapi justru sebaliknya..Aku akan selalu tersakiti.
Aku akan terluka lagi.
Dan pasti berujung terluka.
Baiklah, mungkin ini sudah saatnya.
Aku harus melepaskan cinta pertama Ku yang bertepuk sebelah tangan.
Aku harus melupakan keluarga Ku yang seharusnya Aku mendapat keadilan disana.
Aku harus melupakan semua sahabat sahabat Ku yang menganggap Ku sebagai penjahat.
Aku harus melupakan Mereka semua.
Di sini, tidak mengapa Aku sendiri asalkan Aku bisa bernafas tenang dan Aku bisa memulai hidup Ku yang baru. Tanpa harus tersakiti dan menyakiti orang orang terdekat Ku.
"Zahra kenapa nangis?" Suara wanita paruh baya itu langsung membuyarkan lamunan Ku dan menarik Ku kembali ke alam sadar Ku.
"Masih terasa sakit yah, sayang?" Tanya nya lagi seraya mengusap pipi Ku lembut.
"Di bagian mana? Hemm?
Sini Umi periksa biar bisa segera di obatin.." Tanyanya lagi seraya meraba tubuh Ku sopan.
"Tidak ada yang sakit..Uu..umi..Zahra gak apa apa kok..Zahra hanya bingung aja..tiba tiba udah di sini.." Alasan Ku berbohong kepada wanita paruh baya yang Ku panggil Umi.
Umi tersenyum kepada Ku dengan wajah cantiknya, Ia seperti mengungkapkan kelegaannya melalui ekspresi wajahnya yang polos.
"Kalo Zahra ngerasa ada yang sakit, Zahra tinggal ngomong aja sama Umi yah..In shaa Allah..Umi pasti bantu sayang.." Belai Umi lembut.
"Umi.." Panggil Ku lemah karena sepertinya tenaga Ku telah terkuras.
"Iya sayang.."
"Umi..tolong jangan kabarin keluarga Zahra yah..kalo Zahra di sini sedang sakit.." Mohon Ku tulus.
Umi terlihat mengkerutkan dahinya, bingung.
"Lho, memangnya kenapa sayang..? Zahra ada masalah?" Tanya nya terdengar bingung bercampur heran.
Aku diam sejenak, mencari cari alasan apa yang akan Aku utarakan kepada Umi agar Ia mau mempercayai Ku.
"Enggak kok Umi, Zahra gak ada masalah sama keluarga Zahra..Akan tetapi sakitnya Zahra gak terlalu parah..dan juga keluarga Zahra kan butuh istirahat, karena kemarin Mereka pulang pergi dari perjalan jauh..Zahra gak mau melihat Mereka sakit." Alasan Ku berbohong namun setengahnya adalah kemauan tulus Ku.
Yah, Mereka pasti lelah setelah bolak balik dari perjalan jauh.Apa lagi Abi baru pulang sebentar dari luar kota, setelah itu pergi mengantarkan Ku tempat ini. Ia pasti lelah dan legal pegal. Dan juga, Aku tidak ingin membuat Mereka merasa repot dan kesusahan karena mengurus Ku yang sangat tidak bisa di atur ini.
Biarlah, cukup sampai di sini Aku memikirkan Mereka. Sudah saatnya Aku pergi dan berbincang dengan dunia dan diriKu sendiri.
Tak apa, asal Mereka bahagia.
Walau hanya sendiri, sungguh tidak mengapa. Aku baik baik saja.
"Oh, Alhamdulillah..Umi kira Zahra ada masalah..ya sudah..Umi tidak akan hubungi keluarga Zahra mengenai kondisi Zahra saat ini..kalo gitu Umi ke dapur umum dulu ya sayang, mau ngecek persiapan makan siang untuk teman teman Mu yang mondok.." Izin Umi undur diri dari Ku.
"Assalamualaikum Warahmatullahiwabarakatuh.." Salam Umi seraya mengecup kening Ku dan berlalu meninggalkan Aku sendiri.
Aku tersenyum kecil.
Sedikit bersyukur bahwa masih ada orang yang perduli kepada Ku.
Sudahlah, tak perlu memikirkan Mereka lagi.
Jangan lagi bertindak ceroboh dan menyakiti diri Mu Zahra, jangan lagi bertindak bodoh dan menyakiti orang orang terdekat Mu.
Sudahi semuanya, dan mulailah berjalan ke depan.
Jangan melirik apa lagi sampai berbalik arah ke belakang, karena sungguh itu akan sangat menyakitkan.
Menjauh dari Mereka dan membiarkan luka lama terkubur bersama masa lalu yang kelam, tak usah di pertanyakan lagi. Karena percuma saja, Mereka tak akan pernah bisa mengerti dan mengetahuinya.
Author POV
Terdengar helaan nafas berat yang dihembuskan oleh Zahra di atas kasur yang empuk dan terasa hangat.
Zahra terlihat tidak nyaman walaupun berbaring ditempat yang empuk dan hangat, Ia justru terlihat gelisah di atas perbaringan itu dengan wajah pucatnya.
Tok..tok..tok..
Ketuk seseorang dari luar menandakan sang pengetuk meminta izin masuk ke dalam kamar.
Zahra tak merespon ketukan tersebut karena memang tenggorokannya masih terasa perih sehingga membuatnya kesakitan saat bersuara atau mengeluarkan suara.
Sang pengetuk pun langsung masuk ke dalam walaupun tak diberikan respon apa pun dari si penghuni.
"Assalamualaikum Warahmatullahiwabarakatuh..." Salam nya terdengar sopan dan lembut seraya membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam kamar.
"Mbak Zahra..hiks..hiks.." Tangis nya langsung pecah begitu melihat Zahra terbaring lemah dihadapannya.
"Mar..wah.." Kaget Zahra begitu mengetahui sang tamu adalah Marwah, gadis yang selalu ingin menempel dengan Zahra.
Marwah langsung mendudukan badannya dikursi kamar yang memang tempat Umi,istri pemilik pondok pesantren duduk terakhir kali.
"Mbak Zahra..hiks..hiks..Mbak Zahra, Marwah teh minta maaf. Jika saja Marwah melaporkan Mbak ke Padis (Petugas kedisiplinan, ini sama dengan OSIS) dan membawa Mbak Zahra ke klinik, pasti Mbak Zahra teh gak bakal seperti ini." Tangisnya kian menjadi jadi.
Zahra tertegun dengan ucapan Marwah, Ia heran mengapa gadis ini begitu polos?
Marwah meraih tangan lembut Zahra dan menggenggam nya posesif, seakan akan Ia tak ingin bertindak ceroboh lagi.
Zahra semakin melongo melihat tindakan Marwah yang sangat begitu aneh, rasanya Ia ingin sekali meneriakinya kasar seperti yang Ia biasa lakukan kepada yang lain.
"Mbak Zahra.." Tangisnya mengiba.
Jangan terlalu dekat dengan Ku, karena Kau pasti akan terluka. Jangan terlalu dekat dengan Ku, karena pasti Kau akan pergi meninggalkan Ku sendiri seperti yang lain. Batin Zahra bersedih.
Zahra melepaskan genggaman tangan Marwah dengan lembut, Zahra seperti mengisyaratkan bahwa Marwah harus menjaga jarak kepadanya.
Tangis Marwah langsung terhenti saat tangan Zahra yang Ia genggam begitu erat sangat mudah dilepas Zahra.
"Gue gak apa apa dan Loe gak perlu nangis segila ini di depan, Gue. Berisik tau gak." Ucap Zahra bersuara dengan ekspresi dinginnya.
"Maafin Marwah, Mbak Zahra. Kalo tangisan Marwah sudah mengganggu Mbak Zahra.." Mohon Marwah menyesal karena telah membuat Zahra terganggu.
Zahra memutar bola matanya jengah, bosan sekali rasanya Ia berhadapan dengan gadis sepolos Marwah.
"Loe gak sekolah? ini kan masih siang." Tanya Zahra mengalihkan pembicaraan dan mencari topik yang lain.
Marwah menundukan kepalanya.
"Loe bolos yah?" Tanya Zahra terdengar tidak suka.
Marwah hanya merespon Zahra dengan anggukan polosnya.
Zahra terdengar menghela nafas berat.
"Loe kenapa bolos? heh?"
Marwah diam tidak merespon.
"Gadis sepolos Loe itu gak pantes jadi anak nakal, Loe itu lebih pantes diam dan duduk mendengarkan guru! bukannya malah kelayapan gak jelas seperti ini, bikin kesel saja!" Semprot Zahra kesal karena mengetahui gadis sepolos Marwah bisa melakukan hal bodoh seperti ini.
Tiba tiba air mata Marwah turun berjatuhan, namun anehnya Marwah tidak bersuara. Hanya air mata yang merespon.
"Loe bolos diajakin siapa? anak mana? kok Loe bisa bisanya ngikutin kelakuan anak nakal yang gak jelas seperti ini?" Cecar Zahra semakin kesal karena tidak pernah direspon Marwah.
"Mbak Zahra!" Jawab Marwah tegas.
Zahra langsung terdiam mendengar jawaban dari Marwah yang sangat tidak masuk akal baginya.
"Gue?" Tanya Zahra tak percaya.
"Mbak Zahra sakit dan itu membuat Marwah khawatir." Jawabnya lagi.
"Hah.?" Respon Zahra spontan dengan tampang bloonnya.
"Marwah takut Mbak Zahra kenapa napa, karena itu Marwah meminta izin pulang lebih awal ke Ustadzah pembimbing..Marwah khawatir dengan Mbak Zahra..Marwah takut Mbak Zahra gak bang-"
"Shut!" Potong Zahra spontan.
"Gue tau Loe khawatir, tapi serius deh Loe itu udah kelewatan polos tau gak. Loe itu polosnya udah akut banget.." Jelas Zahra sok tau.
Zahra terdiam sejenak dan mengambil nafas berat.
"Gue gak apa apa kok, jadi Loe gak perlu khawatir." Ucap Zahra lembut meyakinkan Marwah.
"Udah, sekarang mending Loe balik aja ke kelas..gak usah jadi anak nakal." Saran Zahra tulus.
"Maaf, Mbak Zahra. Tapi , Marwah gak bisa..Marwah udah niatin waktu Marwah saat ini untuk ngerawat Mbak Zahra..Marwah gak mau balik ke sekolah lagi.." Pintanya meminta maaf.
Zahra kembali dibuat terkejut dengan ucapan Marwah lagi.
"Loe itu kenapa sih? Gue kan udah bilang kalo Gue gak apa apa..!" Kesal Zahra merasa terluka.
Tolong jangan kasihani Aku, sungguh Aku tidak ingin dikasihani.
"Mbak Zahra begini gara gara Marwah, makanya Marwah mau ngerawat Mbak Zahra hingga sembuh.." Jawab Marwah tulus.
"Tapi Loe itu udah berlebihan tau gak!" Putus Zahra kesal.
Marwah diam, tak ingin merespon karena disaat ini keadaan emosi Zahra sangat tidak dalam keadaan baik.
"Siapa yang bawa Gue kesini?" Tanya Zahra membuka percakapan.
"Ustadzah Fatimah dengan beberapa santriwati Mbak.." Jawabnya polos.
"Oh"
"Tapi kok Gue sempet denger suara laki laki..yang sepertinya gak asing buat Gue.."
"Oh, iya Mbak..itu Gus Fansyah..anak pemilik pondok pesantren ini."
"Gus Fansyah?"
"Iya, Mbak..saat Mbak Zahra pingsan, Gus Fansyah kebetulan ada di sana dan membantu Marwah membuka pintu..akan tetapi sebelum Gus Fansyah akan membuka pintu, tiba tiba Pak Ustad datang dengan membawa sebuah alat yang digunakan untuk membuka pintu itu Mbak.." jelas Marwah panjang lebar.
Zahra terdiam mendengarkan penjelasan Marwah, Ia tersadar akan satu hal.
Dia bukanlah Alif, ternyata.
BERSAMBUNG...
Tetap lanjut kok, ditunggu aja yah
Comment on chapter Lembar baru, tinta hitam