Masih dalam suasana malam saat udara dingin menusuk-nusuk kulit dengan jejak bintang masih berkelip dilangit. Sinb dan Seulgi kini berada di sebuah pedalaman hutan yang gelap dengan hanya kunang-kunanglah sebagai pencahayaannya.
"Kenapa kita kemari?" Tanya Seulgi yang tak mengerti dengan tingkah Sinb.
"Aku membutuhkan waktu untuk sendiri, kau boleh saja kembali. Aku akan disini sendirian." Kata Sinb dengan keanehan yang terus ia tunjukkan.
"Ada apa denganmu sebenarnya? Bukankah seharusnya kita menghampiri Jungkook bersama roh yang bernama Myoui Mina itu. Mungkin saja Jungkook membutuhkan bantuan kita untuk menemukan sebuah jasad yang bisa ditempati untuknya." Terang Seulgi membuat wajah Sinb semakin suram.
"Tinggalkan aku dan jangan katakan pada siapapun dimana aku berada, aku butuh sendiri." Ucap Sinb dengan dingin yang seketika membuat Seulgi merasa takut.
"Ah, maafkan aku. Baiklah aku akan segera pergi." Katanya yang kini menghilang, meninggalkan Sinb sendiri dengan angin mulai bertiup lebih kencang dan kegelapan semakin pekat. Bahkan asap merah mulai menyelimuti dirinya tanpa Sinb sadari.
"Hwang Sinb...Apa kau akan mengacaukan langit lagi dengan ulahmu?" Sosok jangkung memakai mantal hitam selutut, berjalan dengan tubuh tegapnya menghampiri Sinb yang kini menatapnya malas.
"Kenapa kau memanggilku? Apa kau ingin menyerahkan dirimu?" Tanya sosok dengan suara beratnya.
"Ani, aku hanya ingin kau mengatakan dengan jujur, kau tidak berbohong masalah kemarin kan?." Kata Sinb, pria itu pun berjongkok dan memeluk tubuh Sinb.
"Aku merindukanmu." Sinb diam, tak merasa terkejut atau pun senang dengan pelukan sosok dihadapannya ini.
"Jangan mengalihkan topik! Aku perlu tau apa yang terjadi sebenarnya? Tentang masa laluku, jebal!" Mohon Sinb yang kini melepaskan dirinya dari pelukan sosok pria itu yang kini kedua tangannya meraih wajah dengan jejak tajam itu.
"Aku tidak tau, kenapa kau tidak bertanya pada tetua saja." Kata sosok itu dengan santai.
"RapMon, kau adalah teman ku. Apakah kau tidak bisa membantuku kali ini saja?" Lirih Sinb yang terlihat sekali putus asa.
"Kenapa kau tidak melupakan semuanya dan kembali kelangit, aku akan membantumu untuk memohon kepada tetua agar dosamu diringankan. Apa kau tidak lelah terus seperti ini?" Kali ini sosok malaikat yang bernama RapMon itu membelai lembut wajah Sinb dan tatapan memuja itu seolah menggambarkan semua perasaannya. RapMon adalah seorang yang tingkatannya lebih tinggi dari malaikat biasa, ia yang mengatur dan menghukum siapapun malaikat yang bersalah. Malaikat ini terkenal cukup tegas dan jarang sekali menunjukkan sisi lembutnya seperti sekarang ini, mungkin saja baik Taehyung, Suga, Jin atau pun Jungkook akan sangat tercengang melihat sikap lembutnya terhadap Sinb saat ini.
Sinb memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan jemari RapMom yang menyentuh kulitnya dan tanpa terasa air matanya mengalir membuat RapMon terlihat khawatir.
"Wae?" Tanya RapMon yang seketika membuat Sinb membuka matanya, menatap RapMon dengan lirih.
"Kenapa bukan dirimu?" Isak tangis Sinb mulai menggema ditengah hutan yang sunyi dan RapMon memeluknya lagi.
"Ada apa sebenarnya? Kenapa kau sesedih ini?" Tanya RapMon dengan perhatian dan rasa khawatirnya.
"Kenapa bukan dirimu yang menjadi masa laluku. Kenapa harus orang lain yang bahkan aku tak tau siapa dia?" Kata Sinb masih menangis dan RapMon menghela nafas dalam.
"Kenapa kau masih memikirkan ini? Atau jangan-jangan selama ini kau kabur karena ingin mencaritahunya?" Tanya RapMon yang kini melepaskan pelukannya dan memandang Sinb dengan serius.
"Hwang Sinb, hentikan sekarang dan kembalilah kepadaku! Aku akan melakukan apapun agar kau mendapat pengampunan sepenuhnya. Aku akan membujuk tetua Hwang, ku pikir ia sangat merindukanmu meskipun ia tak pernah mengatakannya tapi itu jelas tergambar dari wajahnya yang setiap kali termenung." Ungkap RapMon membuat Sinb sedih. Sebelum Sinb memutuskan untuk melarikan diri dari tugasnya menjadi Malaikat, ia pernah memiliki kisah bersama RapMon lebih dari sekedar teman. Mereka pernah saling menyukai dan menjalin kasih sampai sesuatu membuat perasaan Sinb tak menentu, ia tidak tau apa penyebabnya tapi Sinb selalu merasa sedih dan pada akhirnya ia membulatkan tekat untuk mencari tahu dan meninggalkan tugasnya sebagai malaikat, meninggalkan kisahnya dengan RapMon dan menjadi penjelajah tanpa arah dan tujuan hingga detik ini.
"Aku merindukan Aboji..." Lirih Sinb
"Apa kau ingin menemuinya?" Tawar RapMon membuat Sinb tersenyum.
"Itu berarti aku harus menerima hukuman ku." Kata Sinb membuat RapMon juga tersenyum.
"Ayo, aku akan menunjukkan padamu sesuatu yang indah dan ku pastikan kau tidak akan sedih lagi." Kata RapMon yang kini menarik tangan Sinb untuk berdiri dan kini merangkulnya, menghilang bersama.
---***---
Pagi ini Seulgi terbangun di dalam apartemen milik Sinb. Seulgi sudah memantapkan hatinya untuk tinggal bersamanya semenjak beberapa minggu lalu, menurutnya akan mudah baginya untuk melakukan sesuatu untuk Sinb karena kini Sinb adalah tuan sekaligus saudarinya.
Ia duduk terpenung, memandang tempat tidur kosong milik Sinb dengan pikiran berkecambung sampai ketika seseorang membuatnya harus membalikkan badannya.
"Sinb..." Suara itu sangat familiar dan Seulgi bisa langsung menebaknya.
"Jungkook..." Seulgi berjalan mendekati Jungkook yang berdiri dengan menggenggam tangan sosok roh, siapa lagi kalau bukan Myoui Mina.
"Dimana Sinb?" Tanya Jungkook yang matanya terus menjelajah, mencari sosok gadis itu. Seulgi terlihat kebingungan sementara Myoui Mina hanya diam mengamati Seulgi.
"Dia pergi..." Jawab Seulgi ragu.
"Kemana?" Tanya Jungkook dengan ekspresi kecewanya.
"Kesuatu tempat tapi dia tidak mengatakan dimana itu?" Bohong Seulgi.
"Benarkan? Padahal aku membutuhkan bantuannya untuk mencarikan tubuh untuknya." Kata Jungkook sambil memandang Mina. "Oh ya, perkenalkan dia adalah Myoui Mina, akhirnya aku menemuinya." Jungkook terlihat riang membuat Seulgi juga tersenyum.
"Aku melihat kalian saat itu, jadi aku sudah mengetahuinya. Perkenalkan nama ku Kang Seulgi." Seulgi membungkuk kepada Mina dan begitu juga sebaliknya, sementara Jungkook nampak berfikir.
"Pantas saja, semalam aku kembali untuk menghampiri kalian tapi kalian tidak ada. Kenapa kalian tidak menghampir kami?" Tanya Jungkook penasaran.
"Ah, itu...Karena kami tidak ingin mengganggu kemesraan kalian." Seulgi berkata sambil terkekeh geli sementara rona merah telah tercetak di kedua pipi Mina dan Jungkook hanya menanggapinya dengan cengiran seperti biasa.
"Jadi Sinb sudah tau?" Jelas sekali Jungkook mengalihkan topik dan Seulgi mengangguk.
"Kalau begitu, sampai Sinb kembali bisakah aku meminta bantuan mu untuk menjaganya?" Pertanyaan sekaligus permohonan dari Jungkook.
"Tentu saja!" Jawab Seulgi dengan cepat dan seketika Jungkook terlihat lega sementara Mina masih terlihat diam dan khawatir.
"Kau akan baik-baik saja disini. Jadi selama teman ku yang bisa memberikan mu tubuh manusia belum kembali, sebaiknya kau jangan kemana-mana. Jika kau membutuhkan sesuatu? Kau cukup panggil aku atau meminta bantuan nona Seulgi." Terang Jungkook dan Mina mengangguk mengerti.
"Seulgi-ya..." Jungkook memanggilnya. "Aku meminta bantuanmu untuk menjaganya." Seulgi mengangguk mengerti.
"Aku harus pergi, jaga dirimu baik-baik." Jungkook segera mengecup kening Mina dengan mesra. Seulgi merasa senang melihat kemesraan dua orang ini sementara Mina terlihat malu.
Kemudian Jungkook pun menghilang, menyisahkan Mina dan Seulgi yang masih terlihat canggung.
"Kau menginginkan sesuatu? Aku akan menyiapkannya untukmu." Tawar Seulgi berusaha mengakrabkan dirinya dengan sosok Mina.
"Siapa teman mu yang bisa memberikan ku tubuh manusia? Apa dia begitu hebat?" Mina mulai penasaran dengan sosok Sinb.
"Tentu, aku adalah hasil nyata dari kekuatan istimewanya itu. Dulu aku juga roh sama sepertimu dan aku memaksakan diriku masuk kedalam sebuah tubuh manusia yang membuatku nampak seperti monster dan para malaikat itu jelasnya akan tau siapa kita sebenarnya tapi Sinb dengan kekuatannya, tidak ada malaikat yang mampu mengenali kami." Terang Seulgi membuat Mina terlihat kagum.
"Aku tidak sabar untuk bertemu dengannya." Guman Mina dengan semangat.
"Haha, siapapun akan merasa bersemangat untuk menemuinya." Terang Seulgi yang secara tidak langsung memuji betapa menyenangkannya Sinb.
Dan pembicaraan mereka mulai lebih santai dengan membahas tentang banyak hal, sepertinya mereka akan menjadi seorang teman.
---***---
RapMon membawa Sinb ke sebuah lembah hijau dengan tumbuhan beragam dan corak yang berbeda. Udara segar memenuhi setiap helaan nafasnya mengirim perasaan nyaman dan rileks tiada tara pada syaraf-syaraf neuron di otaknya dan kelapangan di dadanya.
"Dari mana kau tau tempat sebagus ini?" Kata Sinb dan RapMon yang terdiri disampingnya menghela nafas lega.
"Kau mungkin sudah terbiasa dengan tubuh manusiamu dan melupakan jati dirimu yang sebenarnya." Sindir RapMon membuat Sinb terbahak.
"Hahaha, kau tetap sama tajamnya seperti dulu." Guman Sinb yang tak berhenti tertawa.
"Ya, aku masih sama seperti dulu dan perasaan ini masih tetap sama." Ungkap RapMon yang membuat Sinb terdiam. Ia sangat tau apa yang RapMon maksud. Malaikat perkharismatik ini menyukainya, semenjak dulu! Dulu Sinb mengabaikannya karena perasaan sedihnya karena bayang-bayang masa lalu yang tak pernah sedikit pun ia ingat dan berakhir dengan bergentayangan tanpa tujuan sampai sekarang. Sinb jelas menyesal karena meninggalkan RapMon dan memilih emosi manusianya yang masih ada.
Saat ini, saat ia merasa perasaan sedih itu lagi dan juga perasaan konyol yang seharusnya tidak perlu datang bersama malaikat asing macam Jungkook, Sinb merasa rendah untuk alasan yang tak mampu ia pahami. Sampai ketika ia berpikir untuk menemui RapMon dan pria malaikat ini masih sama, menunggunya menawarkan kelembutan yang menyentuh dasar hatinya yang gersang dan sepi. Tapi, apakah saat ini ia layak untuk menerimanya? Menerima seseorang sesempurna RapMon? Sinb merasa tak pantas mendapatkannya meskipun ia ingin. Perbedaan dirinya dengan RapMon sangat jauh, bagaikan bumi dan langit yang tak akan pernah bisa disatukan.
RapMon adalah seseorang Malaikat murni dengan kedudukan tepat dibawah tetua dan mengemban semua tugas mulianya tanpa melakukan kesalahan yang membuatnya menjadi panutan sekaligus disegani oleh semua malaikat, tapi dirinya? Sekarang adalah seorang roh jahat yang seringkali memanfaatkan manusia, menyesatkannya dan membuatnya berpaling pada sang Pencipta yang seharusnya kepadanya manusia meminta pertolongan.
Apa mungkin, dirinya yang hina ini bisa bersama RapMon yang sungguh mulia itu? Itu seperti sebuah dongeng fantasy yang tidak akan menjadi nyata!
"Aku tidak pantas untukmu." Lirih Sinb dengan sedih yang membuat RapMon menggeleng cepat dan segera menggenggam tangan Sinb.
"Tidak, kenapa kau mengatakan itu? Aku akan membantumu sampai hukuman mu berakhir dan bahkan meyakinkan tetua Hwang." Kata RapMon penuh tekat membuat Sinb tersenyum getir, dengan segala bentu perbuatannya yang buruk! Masih ada seseorang seperti RapMon yang mau membantunya.
"Jangan memaksakan dirimu. Aku tidak ingin kau nanti mendapatkan hukuman juga." Salah satu kenapa Sinb menolaknya? Adalah karena kegigihan RapMon yang tak akan menyerah sampai akhir, pria malaikat ini seperti itu semenjak dulu.
"Aku tidak peduli, asal aku bisa membantumu. Jadi biarkan aku melakukannya." Mohon RapMon dan Sinb masih diam selama beberapa detik sampai ia mengangguk, menyetujui permintaan Rapmon. Seketika malaikat karismatik itu tersenyum senang.
"Apa yang harus ku lakukan sekarang?" Tanya RapMon dan dahi Sinb mengkirut.
"Temukan aku dengan Aboji." Jawabnya yang membuat RapMon tercengang.
"Aku perlu membujuknya dulu, baru setelah ia setuju untuk memaafkanmu, aku akan membawanya menemuimu." Terang RapMon membuat Sinb tertawa.
"Tidak perlu seperti itu, meskipun aku seorang pendosa tapi kami masih tetap anak dan orang tua. Aku lebih mengenalnya darimu, aku akan mengurusnya sendiri dan kau hanya perlu membiarkan diriku untuk menemuinya." Pinta Sinb dan RapMon mengangguk paham.
"Kapan kau ingin menemuinya?" RapMon bertanya.
"Kalau bisa sekarang, kau tau bagaimana cara memanggilkannya kan?" RapMon mengangguk mengerti dan RapMon mulai terangkat keatas seolah menunjuk langit sampai sebuat kilat nampak.
BLEEEDDDAAARRRR
Ledakan guntur tanpa sebab muncul begitu saja sampai sebuah asap hitam datang, seperti gulungan badai topan, mendekati mereka.
"Apa yang terjadi sampai kau harus memanggilku seperti itu?" Asap hitam itu lenyap dan berganti dengan sosok pria tampan dengan memakai juba hitam dan topi yang senada, bersama dengan tongkat yang ia pegang.
"Maafkan saya tetua, ini karena Sinb ingin menemui anda." Terang RapMon sambil membungkuk menunjukkan rasa bersalahnya sementara Sinb diam memandangi pria yang terlihat tak pernah menua ini dengan rindu. Pria ini terlihat seumuran dengan RapMon tapi percayalah ia sudah sangat tua.
Pria itu melirik Sinb kemudian menghela nafas. Matanya menjelajah, melihati Sinb dari ujung kaki sampai kepalanya.
"Inikah yang kau sebut dengan kebebasan? Kau membuat dirimu seperti monster." Ucap pria itu tajam. Sinb tersenyum santai sementara RapMon terlihat cemas.
"Sebenarnya, Sinb ingin..." RapMon berhenti berbicara saat pria itu memberikan isyarat untuk berhenti kepadanya.
"Aku tidak membutuhkan penjelasanmu. Aku ingin mendengarkan darinya, kau boleh meninggalkan kami sekarang!" Pintanya membuat RapMon menatap Sinb cemas tapi gadis itu tersenyum seolah mengatakan kepada RapMon bahwa ia baik-baik saja.
RapMon pun membungkuk tanpa mengatakan apapun dan kemudian menghilang. Kini tinggal Sinb bersama pria yang sering RapMon sebut sebagai tetua itu.
"Kau gadis kecil yang jahat!" Omelnya membuat Sinb tertawa geli.
"Wae? Kau merindukan ku tetua Hwang Minhyun?" Goda Sinb yang kini berjalan mendekatinya dan Ketua Hwang seketika melentangkan kedua tangannya, menunggu gadis kecilnya ini mendaratkan tubuhnya. Sinb datang dan mereka berpelukan untuk saling menyalurkan rasa rindu yang teramat.
Tetua Hwang mengelus rambut Sinb dengan sayang. "Aigo, kenapa kau selalu membuat masalah? Kenapa kau sangat mirip dengan eommamu?" Omelnya lagi dan Sinb hanya mampu terkekeh.
"Sinb-ah, kembalilah...Aboji sangat kesepian disana. Aboji sedih karena tidak bisa melihatmu setiap saat. Aboji bahkan menunggu panggilanmu, tapi kau tak memanggi ku sama sekali." Keluhnya yang membuat Sinb melepaskan pelukannya dan memandang wajah tetua Hwang dengan antusias.
"Jadi Aboji mengawasiku selama ini?" Tetua Hwang terdiam, merasa tertangkap basah dan Sinb tertawa seketika.
"Aigo, harga dirimu terlalu tinggi sampai tak mau menemui putri mu sendiri. Ku pikir itu kenapa eomma meninggalkanmu? Aboji sangat tidak peka!" Cibir Sinb yang mulai menunjukkan kekesalanya.
"Ani, tidak seperti itu. Aku punya tanggung jawab yang besar di akhirat tapi kau sebagai putriku tak mau membantu ku bahkan kau sendiri membuat onar. Kau memiliki banyak cacatan kesalahan yang kau buat dan itu cukup membuat ku menua." Tetua Hwang pura-pura mengeluh membuat Sinb mendesah sebal.
"Menua? Orang buta saja tau bahwa kulit Aboji sama dengan kulit malaikat muda dan aboji bilang menua? Bahkan kalau kita berjalan sekarang, kita akan tampak seperti adik kakak!" Cibir Sinb yang kali ini membuat tetua Hwang terkekeh.
"Padahal aku sudah menyiapkan banyak kata untuk bisa menang berdebat denganmu tapi seperti biasa, kau dan eommamu selalu saja membuatku tak bisa berkutik." Kenang tetua Hwang yang sepertinya merindukan sosok istrinya dan hal itu juga membuat Sinb sedih.
"Bahkan aku lupa dengan wajah eomma, aboji aku ingin ingatan ku kembali." Pinta Sinb yang membuat tetua Hwang terdiam terlihat tegang.
"Bagaimana? Aboji bisa melakukannya untuk ku kan?" Tanya Sinb tak sabaran karena abojinya tak menunjukkan reaksi apapun.
"Kenapa kau menginginkannya?" Senyum tetua Hwang menghilang dan kali ini menunjukkan keseriusannya.
"Karena aku belum menemukannya dan aku membutuhkannya sebelum akhirnya melakukan pertaubatan." Akui Sinb, ia sudah memutuskan melakukan ini semenjak beberapa menit lalu. Ia tidak ingin lagi berkelana tak jelas dan tak menemukan apapun. Mungkin saatnya ia mengakhiri segala bentuk sikap kekanakannya, sudah saatnya untuk menjadi dewasa dan bijaksana.
Tetua Hwang diam, nampak memandang Sinb khawatir.
"Jebal Aboji, aku tidak akan meminta apapun lagi dan aku berjanji setelah menuntaskan semuanya, aku akan kembali kepadamu dan melakukan apapun yang Aboji mau." Lirih Sinb membuat tetua Hwang memandang kasihan putrinya ini, ia mengelus-ngelus pucuk rambut Sinb dan terus memandangnya sambil menghela nafas lagi.
"Baiklah, tapi kau harus berjanji padaku. Setelah ingatanmu kembali, kau tidak boleh goyah lagi. Kau harus melakukan pertaubatan dan menuruti semua perintah ku! Aku akan menyuruh RapMon untuk mengawasimu dan ingatlah, ini kesempatamu yang terakhir anak ku, jangan kau menyia-nyiakannya." Sinb terdiam, mendengar seksama setiap ucapan yang dikatakan oleh tetua Hwang.
"Ya, aku akan berusahan sebisa ku." Jawab Sinb sambil mengangguk, berusaha meyakinkan Abojinya ini.
"Bagus, bersiaplah." Kini tetua Hwang menempelkan telapak tangan kanannya pada dahi Sinb dan gadis itu segera menutup matanya.
Mulailah kilasan-kilasan memori itu tergambar jelas pada ingatan Sinb.
Era Joseon, disebuah kuil ditengah-tengah istana. Seorang wanita memakai pakai putih sedang bersila dengan memejamkan matanya dan mulutnya tak pernah berhenti untuk mendoakan negeri ini, Joseon. Tugasnya adalah untuk menjaga Joseon. Ia sangat mirip dengan diri Sinb yang sekarang.
"Nona Hwang, putra mahkota datang..." Salah satu pelayan menyuarakan kedatanang seseorang membuat wanita itu membuka matanya.
"Aku akan menemuinya." Jawabnya yang kini berjalan anggun menuju sebuah bilik yang memang di khususkan untuk tempat bertemu atau mendiskusikan sesuatu.
"Terimalah hormat hamba putra mahkota." Wanita itu membungkuk dan Putra Makhota dihadapannya ini terlihat begitu senang.
"Duduklah..." Pinta Putra Mahkota. Wanita itu segera duduk dengan anggunnya.
"Apa yang mulia membutuhkan sesuatu?" Tanya wanita itu membuatnya tersenyum.
"Tidak, aku hanya perlu melihatmu baik-baik saja. Itu sudah lebih dari cukup." Ungkap Putra Mahkota yang membuat wanita itu tersipu dan tanpa ragu, Putra Mahkota segera meraih tangannya.
"Nona Hwang Eunbi, bisakah setelah ini kau berada disisiku? Aku hanya membutuhkan dukungan semua faksi untuk memperkuat kekuasaan ku dan setelah itu, aku akan menikahimu!" Janji Putra Mahkota membuat Eunbi cukup tercengang.
"Kenapa? Apa kau tidak mau bersama ku?" Putra Mahkota terlihat kecewa.
"Tidak yang mulia, tidak seperti itu. Hamba disini adalah seseorang syaman yang bertugas mendoakan Joseon agar selalu makmur dan hamba tidak bisa menikah karena setelah itu hamba tak memiliki apapun untuk melindungi Joseon." Terang Eunbi yang menunjukkan wajah bersalahnya tapi tak mampu memandang wajah sang Putra Mahkota.
"Tidak masalah, selama aku bisa menyatukan dua faksi itu, kurasa semua akan teratasi dengan mudah. Jadi tunggulah aku, aku akan menyelesaikan semuanya dan menikahimu." Janji Putra Mahkota yang kini berjalan menghampiri Eunbi memeluknya dengan hangat. Eunbi diam, terlihat menikmati kehangatan pelukan Putra Mahkota.
Pada akhirnya, hari dimana Putra Mahkota mendapat dukungan dari semua faksi telah tiba dan Eunbi di dalam kuilnya tlah mendengarkannya juga.
"Nona Hwang..." Seorang gadis berjalan mendekatinya.
"Ada apa?" Tanya Eunbi yang memang tidak sedang melakukan apapun.
"Putra Mahkota Namjoo telah mendapatkan dukungan dari semua faksi." Terang gadis itu membuat Eunbi senang.
"Sepertinya langit berpihak kepadanya." Ucap Eunbi.
Setelah berita itu Eunbi selalu menanti kedatangan Putra Mahkota tapi ia tak kunjung datang sampai sebulan lamanya. Sampai berita pernikahan Putra Mahkota terdengar olehnya. Putra Mahkota menikah dengan Putri perdana mentri dan Eunbi merasa sedih dengan berita ini.
Apakah Putra Mahkota melupakan janjinya? Pikir Eunbi tapi malam itu, Putra Mahkota datang menghampirinya dan memeluknya saat Eunbi tengah berdiri, memandang langit yang telah gelap.
"Yang mulia..." Eunbi hendak melepaskan diri dari pelukan Purta Mahkota tapi ia tidak bisa.
"Maafkan aku, aku tidak bisa menjadikan mu wanita pertama yang ku nikahi." Lirihnya yang terlihat sedih membuat Eunbi tak tega.
"Hamba baik-baik saja yang mulia. Yang mulia tidak harus menikahi hamba. Hamba pikir lebih baik seperti ini, untuk melindungi yang mulia." Kata Eunbi dengan berat hati, meskipun Eunbi sangat ingin menjadikan Putra Mahkota sebagai miliknya. Eunbi mencintainya, karena itu Eunbi rela mengorbankan perasaannya hanya untuk melihat Putra Mahkota mendapatkan kekuasaan sepenuhnya.
Putra Mahkota yang tak tau harus melakukan apa? Hanya mampu memeluk Eunbi dan menangis dalam diam.
Semenjak itu, mereka jarang bertemu sampai seseorang asing menerobos dalam kediaman Eunbi. Pria itu, mengacaukan seluruh kuil dan menghajar siapapun yang menghalanginya dan membuat Eunbi harus turun tangan.
"Apa yang terjadi?" Tanya Eunbi pada pelayannya.
"Seorang jendral membuat keributan diluar nona." Terangnya.
"Bawa aku ke sana!" Pinta Eunbi dan pelayan itu segera membawanya.
Eunbi dapat menyaksikan beberapa pengawal istana bergeletakkan tak sadarkan diri dan pria memakai baju perpaduan hitam dan merah itu nampak duduk sembarangan ditanah dengan nafas tersengal-sengalnya.
"Ada yang bisa saya bantu Tuan?" Eunbi memberanikan diri untuk mendekat meskipun pelayan dan pengawal istana menghalanginya.
Pria itu menoleh, segera bangkit dan menyambar tubuh Eunbi, menaruh sebilah pedang pada lehernya dan menekuk tangan Eunbi kebelakang, mirip dengan sebuah penyandraan.
"Jangan mendekat! Kalau tidak? Aku akan membunuhnya!" Eunbi dapat mencium bau arak yang menyengat pada tubuh pria ini sehingga membuat gadis itu sedikit lega karena pria ini tak benar-benar sadar dengan apa yang dilakukannya. Eunbi khawatir kalau pria ini memang sengaja melakukannya atau merencanakannya karena itu akan lebih berbahaya.
Saat beberapa pengawal hendak menyerangnya, Eunbi mengintruksikan untuk berhenti dan membiarkan Eunbi yang mengurusnya.
"Apa yang anda inginkan Tuan?" Eunbi bertanya lagi meskipun sebilah pedang tajam masih bertengger di lehernya.
"Aku ingin menemui nona Hwang." Jawabnya.
"Iya, aku adalah nona Hwang." Akui Eunbi yang seketika membuat pria itu nampak terkejut untuk sesaat. Kemudian ia mengembalikan ekspresi datarnya lagi. Kemudian ia membisikkan sesuatu pada Eunbi.
"Aku jendral Jeon Jungkook. Kau tau seberapa berkuasanya keluarga ku bukan?" Eunbi nampak berfikir kemudian mengangguk saat ia mulai mengerti.
"Aku bisa menyuruh Aboji Menteri pertahanan untuk tak mendukung Raja atau Putra Mahkota lagi, jika aku mau!" Mata Eunbi melebar seketika.
"Kenapa Tuan? Bukankah keluarga Jeon pendukung terkuat keluarga kerajaan?" Eunbi bertanya dengan khawatir karena itu berarti akan membahayakan kekuasaan Putra Mahkota.
"Tidak lagi! Mereka telah mengambil sesuatu berharga yang ku miliki!" Lirih Jendral Jeon yang terlihat begitu sedih.
"Aku tau, anda menginginkan sesuatu dari ku Tuan?" Duga Eunbi membuat Jendral Jeon terkekeh.
"Seperti yang dikatakan banyak orang, kau begitu cerdas. Tentu, aku menginginkan sesuatu darimu." Jawabnya.
"Apa itu?" Eunbi bertanya dengan cepat.
"Pergilah bersama ku dan aku tidak akan melakukan apapun kepada keluarga kerajaan lagi." Eunbi membisu dengan rasa ketidak percayaannya. Kenapa dan untuk tujuan apa? Itulah yang memenuhi pikirannya.
"Pikirkan sekarang atau aku melakukan sesuatu!" Eunbi merasa dilema antara pergi atau tetap bertahan. Ia tidak ingin apapun terjadi pada Putra Mahkota dan hal ini membuatnya berfikir bahwa ia harus benar-benar mengorbankan seluruh hidupnya untuk Putra Mahkota.
Segera, Eunbi mengangguk dengan ragu. "Baiklah..." Ucapnya dan seketika beberapa pengawal dan pelayan berusaha mencegahnya.
"Berjanjilah kepadaku, jangan pernah mengatakan apapun kepada Putra Mahkota. Katakan bahwa aku pergi ke kuil di kaki gunung." Pinta Eunbi membuat semua orang mengangguk dengan berat hati.
Kini Eunbi pergi meninggalkan istana dengan menaiki kuda dengan posisi ia didepan dan Jendral Jeon dibelakangnya. Sepanjang perjalanan tak ada percakapan yang tercipta, Eunbi selalu menampakkan wajah tegangnya dan terlihat waspada sementara Jendral Jeon terus menunjukkan sikap datarnya.
Mereka berhenti ditepian danau dan bermalam disana, saat Jendral Jeon sibuk membakar seekor ayam untuk di makan, Eunbi memperhatikannya semenjak tadi.
"Kau percaya bahwa aku mabuk?" Tiba-tiba Jendral Jeon bertanya dan Eunbi mengangguk, membuatnya tertawa.
"Apa kau sepolos itu?" Cibirnya dan Eunbi menggeleng.
"Lalu? Bagaimana kau bisa mempercayai omong kosong yang ku katakan kepadamu? Bahwa aku akan melakukan apapun kepada keluarga kerajaan?" Jendral Jeon tentu saja hanya membual, itulah yang ingin ia sampaikan.
"Maafkanlah Putra Mahkota." Mohon Eunbi membuat Jendral Jeon terkejut kemudian terkekeh.
"Apa kau begitu menyukainya?" Eunbi diam tak menjawabnya.
"Sepertinya kau benar-benar menyukainya sampai rela melakukan apapun, aku juga sama sepertimu! Tapi Putra Mahkotamu itu membuat wanitaku mati dengan hukuman yang seharusnya tidak pernah ia terima karena ia tidak bersalah." Eunbi terdiam memandang Jendral Jeon yang kini menunjukkan kemarahannya sekaligus kesedihannya.
"Sekarang, apa yang akan kau lakukan? Kalau kau menjadi diriku?" Tanyanya, Eunbi tidak tau dan tidak bisa mengatakan apapun. Hanya dia cukup mengerti kesakitan yang pria malang ini alami. Tapi disisi lain, ia tidak akan bisa tenang jika pria ini terus mendendam pada Putra Mahkotanya.
"Aku tau itu sakit, a-aku akan melakukan apapun untuk mu asal kau tak menyentuh Putra Mahkota lagi." Tawar Eunbi yang sekaligus sebuah permohonan.
"Terus beradalah disisiku dan pergi jauh dari sini." Pintanya.
"Ye, aku akan melakukannya." Kata Eunbi dengan yakin. Ia sudah bertekat untuk melindungi Putra Mahkota, keluarga kerajaan yang nantinya juga akan mempengaruhi Joseon, itulah tugasnya yang sebenarnya.
"Kau ingin terus melanjukannya?" Tetua menarik telapak tangannya kembali saat melihat wajah Sinb berlinang air mata. Ia tidak tega melihat putrinya seperti ini, masih dengan air mata yang terus mengalir Sinb mengangguk dengan ketermenungannya
"Ya, lakukan sampai akhir Aboji! Aku tidak apa-apa." Pinta Sinb dan tetua Hwang mulai menempelkan telapak tangannya lagi pada dahi Sinb.