“Perasaan tadi pagi ada yang bilang gak mau belajar.” Aretha tersenyum mengejek.
Bel pulang sekolah berbunyi sekitar satu jam yang lalu dan Aretha sampai di apartemennya sekitar tiga puluh lima menit yang lalu dengan Tris yang ikut bersamanya. Tapi hal yang membuat Aretha terkekeh saat ini adalah Tris yang tiba-tiba muncul di apartemennya.
“Gara-gara cowok lo nih! Maksa Theo ikut, jadinya gue disuruh ikut juga.” Tris merengut membuat Aretha terkekeh geli.
“Suara lo ngeganggu orang. Masuk sini.” Aretha menyingkir dari pintu untuk memberikan Tris jalan masuk ke dalam apartemennya.
“Lo pikir suara gue cempreng kayak suara Sharla?!” tanya Tris sewot sembari berjalan ke arah kulkas dan mulai menjarah isi kulkas Aretha.
“Suara lo jauh lebih cempreng dari Sharla.” Tris melotot membuat tawa Aretha pecah. Hanya sebentar karena Aretha langsung menghentikan tawanya saat mendengar suara ketukan pintu.
“Paketan Aretha dan Tris sampai!” teriak Rion menerobos masuk saat Aretha baru saja membukakan pintu. “Aretha, honey. Gimana keadaan tanganmu, say?” tanya Rion.
“Ngapain lo di sini?” tanya Aretha mengikuti Rion yang sudah duduk dan menyalakan televisi.
“Acu diculik Aram!” adu Rion yang dibuat sedramatis mungkin.
Aretha menoleh, menatap Aram dan Theo dengan tatapan bertanya. “Lagi cosplay jadi waria,” jawab Theo datar.
“Kenapa bisa gitu?” sahut Tris.
“Kepalanya ditabrak kursi,” jawab Aram singkat.
Tris tertawa geli, sementara Aretha malah memutar bola matanya malas. “Ada juga kursi yang ditabrak kepala Rion.”
“Dia ngesot gitu?” tanya Tris masih tertawa.
“Mungkin?” balas Theo.
“Apa salahku padamu? Kenapa kalian selalu mengejekku?” tanya Rion.
“Cosplay jadi Elif,” jelas Aram.
“Hei, sobat. Jangan membuka aib temanmu yang suka menonton Elif ini.”
“Cosplay jadi apaan lagi?” tanya Tris.
“Temen lo satu lagi gak ikut? Siapa namanya? Gue lupa,” tanya Aretha sambil menatap Theo dan tidak mengacuhkan Rion yang sudah menggerutu karena tidak dihiraukan.
“Raka. Lagi pacaran sama Sharla,” jawab Theo.
“Oh.” jawab Aretha sambil mengangguk-ngangguk.
“Lo gak ngajak Rachel?” Aretha beralih menatap Tris yang masih duduk di depan kulkas yang terbuka.
“Katanya sih lagi belajar. Tapi gue yakin dia bukan lagi belajar, paling lagi video call sama kakak lo,” jawab Tris.
“Paling lagi bacot-bacotan,” ucap Aretha asal sembari berjalan ke arah Aram yang sudah duduk di depan meja pendek yang berada di belakang sofa tempat Rion duduk.
“Lo berdua belajar, kita bertiga nonton yak,” seru Tris yang ikut duduk di sofa bersama Rion dan Theo dengan membawa makanan ringan yang baru saja dia jarah dari kulkas Aretha.
“Tangan lo kenapa?” tanya Aram sambil meraih tangan kanan Aretha.
“Kesirem kuah bakso,” jawab Aretha. “Perih, Aram!” pekik Aretha saat Aram menyentuh bagian yang merah.
“Ceroboh sih,” ucap Aram sambil menyentil pelan pelipis Aretha membuat perempuan itu mengaduh.
“Apaan ceroboh? Lo pikir gue tau kalo gue mau ditabrak gitu?” tanya Aretha sewot.
Aram mengernyit. “Ditabrak siapa?”
“Mana gue tau. Gue gak kenal semua orang di sekolah.”
“Tapi semua orang di sekolah tau lo,” kekeh Aram.
“Resiko orang cakep,” balas Aretha datar.
“Kalo gitu kenapa kembaran lo nggak? Kan muka kalian sama.”
Aretha cemberut. “Karena dia punya otak.”
“Tangan lo udah diobatin?” tanya Aram mengembalikan topik pembicaraan mereka yang sebelumnya.
“Udah.”
“Gila sih. Ftv di tv kalah seru dari adegan drama korea di belakang,” komentar Rion membuat Aram dan Aretha menoleh dan mendapat Rion, Theo dan Tris sedang memperhatikan mereka.
“Rion!” seru Tris. “Lo merusak suasana banget sih!”
“Gue mau belajar! Kalo mau ngeganggu gue belajar, mending kalian ke apartemen Tris aja,” ujar Aretha sebal.
“Galak amat. Lagian, lo juga belom mulai belajar,” ujar Tris ketus.
“Suka-suka gue dong.”
“Perasaan lo berdua debat terus, gimana bisa temenan sih?” tanya Rion heran.
“Gak seneng aja lo!” ujar Aretha dan Tris serempak.
“Yeee, gue kan cuman nanya. Gak usah sewot gitu kali.” Rion berdecak sebal.
“Udah ah. Gue mau belajar, jangan ganggu atau gue usir,” ancam Aretha mengambil pensil yang terletak di meja dan mulai membolak-balik halaman di dalam buku kimianya.
“Gak usah nulis dulu, tangan lo masih perih kan?” Aram mengambil pensil yang berada di tangan kanan Aretha dan menaruhnya kembali ke meja. “Dengerin penjelasan gue aja.”
“Hehe.” Aretha cengengesan sebelum akhirnya diam dan fokus mendengarkan penjelasan Aram.
Satu jam berlalu dengan Aretha yang fokus mendengarkan penjelasan Aram. Sedangkan Rion sudah tertidur karena filmnya membosankan, sementara Theo dan Tris asik dengan handphone masing-masing—menyisakan televisi yang menonton mereka.
“Gue tetep gak ngerti, Arammm. Jelasin pake cara yang paling sederrrrhana dan jangan cepet-cepet,” seru Aretha.
“Kenapa lo bisa masuk MIA sih?” tanya Aram heran.
“Beruntung?” Aretha balas bertanya.
“Kenapa gak masuk IIS aja?” tanya Aram lagi.
“Karena acu adalah anak IIS kesasar di MIA.”
Ucapan Aretha membuat Theo dan Tris serempak menoleh ke belakang dan menatap Aretha seram. Tentunya reaksi Theo dan Tris berbeda dengan reaksi Aram yang malah terkekeh. Hal itu membuat Theo dan Tris beralih menatap Aram sambil mengernyitkan dahi.
“Kenapa lo jadi menjijikan gitu?” tanya Tris heran.
“Kamu aja yang tidak mengenal acu dengan baik.” Aretha menoleh dan menatap Tris dengan senyum lebar.
“Wah, gila sih. Otak lo kayaknya emang dibikin buat gak belajar, kalo kebanyakan belajar bisa jadi konslet gini.”
***
jangan lupa tinggalkan jejak! ????