Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar dua jam yang lalu, tapi Aretha baru saja memarkirkan mobilnya di tempat parkir apartemennya. Itu karena Aretha berkeliling di jalanan dekat apartemennya untuk melihat-lihat keadaan sekitar dan mengisi waktu luangnya, atau lebih tepatnya dia hanya membuang-buang bensin mobilnya.
Aretha baru saja sampai di lantai apartemennya berada saat dia melihat laki-laki yang saat ini berstatus sebagai pacarnya sedang berdiri sambil menggedor-gedor pintu apartemennya. Melihat itu, Aretha berjalan cepat menghampiri Aram dan memukul tangan laki-laki itu sembari mendengus kesal.
“Rusuh banget sih?!” tegur Aretha.
“Gue udah satu jam di sini, ngetuk-ngetuk pintu. Ternyata lo gak di dalem,” ucap Aram menatap Aretha heran.
“Siapa yang suruh lo di sini?” tanya Aretha jutek sambil membuka pintu apartemennya.
“Galak amat,” ucap Aram terkekeh.
“Lo tau gak sih. Tadi pagi gue ta...” ucap Aretha memanjangkan kata terakhirnya sambil mencari kata lain supaya dia tidak mengucapkan apa yang tadinya dia ingin ucapkan. “...kut sama Sky,” lanjutnya, tapi setelah itu dia merutuki dirinya sendiri dalam hati karena malu.
“Seinget gue, kemaren ada yang bilang bakal ada drama ala novel. Kenapa sekarang bilang takut?” ucap Aram sambil menahan tawanya agar tidak pecah.
“Ya, gue takut aja,” jawab Aretha sekenanya. “Lo ngapain di sini?” tanya Aretha mengalihkan topik pembicaraan.
“Mau keluar bareng Raka, Rion, Theo,” jawab Aram. “Ada Rachel, Sharla, Tris juga. Mereka nyuruh gue jemput lo. Tapi ternyata lo belom pulang,” tambah Aram.
“Kenapa gak telpon gue dulu?” tanya Aretha sambil mengeluarkan buku kimia dan kertas-kertas latihan yang baru saja dia fotokopi dari salah satu orang yang termasuk pintar di kelasnya.
“Ada kali dua puluh kali gue telpon lo,”
Aretha mengeluarkan handphone-nya dari dalam saku rok dan menyalakannya, tapi tidak kunjung nyala membuat dia menyimpulkan. “Oh, mati,” ucapnya sambil menampilkan cengirannya.
Aram mendengus, lalu melirik ke arah buku kimia dan kertas-kertas yang baru saja Aretha letakkan di atas meja. “Tobat? Jadi belajar gitu?” tanya Aram.
“Hari senin gue ulangan kimia,” jawab Aretha acuh tak acuh.
“Katanya gak mau belajar lagi,” ledek Aram.
“Pengecualian buat yang minggu depan.” Aretha mengangguk singkat.
“Ganti baju sana, yang lain ngumpul di apartemen Tris,” perintah Aram.
“Lima menit,” ucap Aretha melangkah masuk ke dalam kamarnya.
Selang lima menit, Aretha membuka pintu kamarnya dan berjalan menghampiri Aram yang sedang duduk di sofa ruang tamunya.
“Udah?” tanya Aram.
“He-eh. Ke apartemen Tris dulu?” tanya Aretha.
“Iya,” jawab Aram singkat.
Aretha berjalan mengikuti Aram yang baru saja bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari apartemen Aretha. Perempuan itu berjalan mengikuti Aram sembari sibuk dengan handphone-nya dan powerbank-nya.
“Lemari lo isinya hoodie semua ya?” tanya Aram saat mereka berjalan ke arah lift yang akan membawa mereka naik dua lantai dari sana.
“Gak seneng aja.” Aretha mencibir.
“Gue nanya baik-baik, judes amat.” Aram menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tumben lo gak pergi sama Sky dan temen-temen lama lo,” kata Aretha dengan topik yang berbeda.
“Sekarang gue tanya, pacar gue yang sekarang itu lo atau Sky?” tanya Aram sembari mengetuk pintu apartemen di depannya.
“Hihi,” kekeh Aretha dengan nada khas yang menurutnya baru dia di bumi ini yang menggunakan.
“Lo ngapain aja? Satu jam lebih cuman buat turun dua lantai dari sini.” Raka mencibir.
“Gue ngegedor-gedor pintu satu jam, gue kira dia ketiduran, ternyata dia belom pulang,” balas Aram.
Sementara Aram dan Raka masih berdiri di dekat pintu, Aretha sudah melenggang masuk mencari teman-temannya yang ternyata sedang bersantai di kamar Tris yang terletak di atas. Bentuk apartemennya sama dengan bentuk apartemen Aretha, bedanya Aretha memilih menjadikan salah satu ruangan sebagai kamar ketimbang ruang kosong yang tidak memiliki pintu dan harus menaiki tangga terlebih dulu untuk sampai di sana.
“Kejam banget ya, lo bertiga,” ucap Aretha sinis. “Mau jalan, tapi gue gak diajak,” tambah Aretha.
“Gak diajak sama kita tapi diajak sama Aram,” sahut Rachel.
“Tapi lo bertiga tadi di sekolah gak bilang apa-apa tentang jalan sore ini,” balas Aretha sambil menyilangkan kedua tangannya di dada dan menatap ketiga temannya bergantian dengan tatapan kesal.
“Lagian tadi lo di sekolah sibuk minta soal kimia, tapi gak ada hubungannya juga. Ini beneran dadakan, gak ada rencana sama sekali.” Giliran Tris yang menjawab.
“Hukuman lo udah dicabut?” Aretha menatap Sharla dengan sebelah alis terangkat.
“Lagi gak ada orang di rumah, jadi aman,” jawab Sharla dengan senyum lebar.
“Awas keciduk lagi,” ejek Aretha membuat Sharla bergindik ngeri.
“Jangan gitu dong,” balas Sharla sambil menggerutu.
“Kalian yang di atas!” panggil Rion berdiri di depan tangga tanpa berniat untuk menaiki tangga itu.
“Apa?” balas Tris.
“Mau sampe kapan di sana? Gue udah laper,” ujar Rion.
“Mau makan dimana?” tanya Sharla.
“Kenapa lo berempat gak turun dulu aja?” tanya Rion mencibir.
“Kenapa lo gak naik aja?” balas Aretha bertanya balik.
“Gue yang nyuruh mereka gak boleh naik,” jelas Tris tepat sebelum Rion akan membalas pertanyaan Aretha.
“Cepetan turun! Gue laper,” teriak Rion lagi.
“Lima menit lagi,” jawab Sharla yang masih malas-malasan di tempat tidur Tris.
“Sekarang!” bentak Rion membuat ketiganya langsung bangkit berdiri dan turun dengan malas-malasan, kecuali Aretha yang memang belum sempat duduk.
“Beli aja dong, gue mager keluar,” ucap Sharla yang disetujui oleh Rachel dan beberapa lainnya.
“Random pick ya.” Tris berkata sebelum menyalakan handphone yang sebelumnya berada di genggaman tangan kanannya. “Aram.” Tris menunjukkan layar handphone-nya.
“Gak jauh dari sini ada pecel lele enak banget, beli itu aja ye?” usul Aretha.
“Gue kira lo pada gak bisa makan gituan,” ejek Raka.
“Maksud lo?” tanya Tris merasa sedikit tersinggung.
“Mungkin aja lo pada nganggep makanan pinggir jalan kayak gitu gak bersih,” balas Raka sambil mengangkat kedua bahunya.
“Lo berdua mau debat sampe kapan? Gue laper pake banget,” ujar Rion menatap Raka dan Tris bergantian dengan tatapan sinisnya.
“Gue gak tau tempatnya,” sela Aram saat melihat Tris akan memulai debat baru dengan Rion.
“Aretha tau, biar Aretha ikut buat nemenin lo aja.” Tris tersenyum sambil menyenggol Aretha yang berdiri di sebelahnya.
“Kenapa gue?” Aretha berdecak kesal.
“Masa gue?” balas Tris balik bertanya.
“Lo kan juga tau tempatnya.” Aretha mendengus, kemudian melontarkan pertanyaan lagi agar masalah makan malam ini bisa cepat selesai. “Pesen apa aja?”
“Lele,” jawab Raka, Rion dan Theo hampir serempak.
“Ayam goreng,” jawab Rachel dan Sharla berbarengan setelah ketiga laki-laki itu menjawab.
“Lele,” jawab Tris.
“Empat lele, dua ayam,” ulang Aretha mengangguk.
“Tahu, tempe, kulit yang banyak,” tambah Sharla dengan cengiran.
“Sekalian beli pizza ye, gak jauh dari situ kok,” ujar Tris.
“Delivery kan bisa,” ucap Aretha kesal.
“Ngapain delivery kalo lo juga lewat situ?” tanya Tris tersenyum lebar.
“Banyak maunya.” Aretha mendengus, kemudian berjalan ke arah pintu apartemen Tris diikuti dengan Aram di belakangnya.
***
Scarlet serem jadi Aretha takut. huhu.