Read More >>"> The Bet (The Bet | 6) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Bet
MENU 0
About Us  

Setiap bulannya keluarga besar dari ibu Aretha selalu melakukan acara keluarga, bisa untuk merayakan ulang tahun atau sekedar kumpul bocah. Ibunya mempunyai delapan saudara kandung dan karena itu acara keluarga yang diadakan setiap bulannya tidak akan sepi tetapi selalu ramai dengan obrolan-obrolan ringan pengusir lelah dari aktivitas sehari-hari.

Seperti saat ini, Aretha sedang cemberut karena saudara sepupunya yang sudah menjajah kamarnya. Kamar yang tadinya rapi sudah berubah berantakan karena saudara sepupunya yang bisa dikatakan banyak.

Aretha bangkit dari sofa yang berada di dalam kamarnya. Perempuan itu mengambil beberapa barang dan memasukkannnya ke dalam tas kecil, lalu berjalan keluar dari kamarnya, tidak mengacuhkan teriakan-teriakan sepupunya yang meminta ini dan itu.

Aretha berjalan melewati ruang keluarga untuk keluar dari rumahnya. Perempuan itu tidak menyapa ibunya atau saudara-saudara ibunya lagi, bahkan dia tidak meminta ijin untuk pergi dan hal itu membuat ibunya lagi-lagi menggeram marah.

“Mau kemana?!” Suara ibunya meninggi.

“Nonton sama temen.”

“Udah tau ada acara keluarga, masih aja keluyuran,” ucap ibunya nyinyir.

“Sekalian ajak yang lain aja,” usul salah satu saudara ibunya yang membuat Aretha bergidik malas.

“Aku pergi dulu, udah ditungguin,” tolak Aretha secara halus.

t h e  b e t

 

Aram sampai di rumah Aretha pukul lima kurang sepuluh, mobil yang terparkir di depan rumah Aretha bertambah sekitar lima mobil dari yang tadi siang. Laki-laki berumur sekitar setengah abad keluar dari mobilnya dan berpapasan dengan Aram yang berjalan menuju rumah Aretha.

“Nyari siapa?” tanya laki-laki paruh baya itu pada Aram. “Nyari Aletha ya?”

“Aram!” panggil Aretha membuat Aram menoleh ke asal suara.

“Udah ijin?” tanya Aram pada Aretha.

“Oh, pacarnya Aretha ya?” Pertanyaan laki-laki paruh baya itu belum terjawab oleh Aram saat Aretha sudah menarik lengannya untuk menjauh.

“Gak perlu. Ayo jalan, katanya yang lain udah di jalan.”

Aretha masuk ke dalam mobil Aram lalu Aram masuk dan mulai menjalankan mobilnya. Laki-laki itu masih bungkam dan memikirkan dimana ia pernah mendengar nama Aletha, nama yang sepertinya cukup sering ia dengar.

“Tadi orang yang nyapa gue nanya nyari siapa, terus belom sempet gue jawab dia udah nanya lagi, gue nyari Aletha atau bukan.” Aram berhenti sesaat sebelum melanjutkan dengan pertanyaan, “Aletha yang dia maksud itu, Aletha yang ada di kelas gue yang sering ngewakilin sekolah kalo ada olimpiade?”

Aretha sempat terdiam sesaat setelah Aram berkata seperti itu, melamun sebentar sebelum akhirnya tersadar dari lamunannya dan menjawab pertanyaan Aram. “Iya,” gumamnya nyaris tidak terdengar.

“Dia sodara lo yang itu?” tanya Aram lagi.

“Iya.” Aretha seperti kehilangan suaranya, pertanyaan Aram membuat Aretha sedikit takut. Apakah Aram juga akan membanding-bandingkannya dengan Aletha?

“Dia kakak lo?”

Aram tidak sadar situasi! Dia tidak sadar akan perubahan sikap Aretha yang tiba-tiba diam. Perempuan itu benar-benar takut, siapa yang bisa menjamin Aram tidak akan membanding-bandingkannya dengan Aletha?

“Dia... kembaran gue.”

Aram sempat terkejut dengan jawaban Aretha. Laki-laki itu mencoba mengingat wajah Aletha yang baru dia sadari lumayan mirip dengan Aretha. Bedanya, Aletha memakai kacamata dan rambutnya selalu dikuncir satu, wajahnya juga selalu polos tanpa polesan make up sedikitpun, bahkan tidak memakai lip tint yang membuat bibirnya seringkali terlihat pucat dan kering. Sedangkan Aretha, perempuan itu selalu memoleskan make up tipis di wajahnya sehingga tidak terlihat pucat, lalu alih-alih memakai kacamata dia lebih memilih memakai lensa kontak dan rambutnya juga jarang diikat.

“Kenapa dia bisa seangkatan sama gue?” tanya Aram lagi.

“Karena gue juga harusnya seangkatan sama lo, tapi gue perna tinggal di London dan gue gak bisa ngikutin pelajaran pas pindah kesini,” jelas Aretha setelah menghelas napas panjang.

Setelah itu Aretha bungkam sepanjang perjalanan, perempuan itu masih memikirkan bagaimana sikap Aram setelah mengetahui hal itu. Sementara Aram, laki-laki itu sibuk memikirkan persamaan dan perbedaan Aretha dan Aletha. Keduanya sama-sama diam sampai mereka tiba di mall yang disepakati dan letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Aretha.

Mereka berjalan menuju bioskop karena janji dengan yang lain memang bertemu langsung di bioskop. Di sana sudah ada Rachel, Sharla dan dua teman Aram. Aretha bergabung dengan Rachel dan Sharla, sementara Aram dengan kedua temannya, salah satunya adalah laki-laki bernama Rion yang tadi siang memberi tau Tris tentang balapan malam ini.

“Wih, gila lo, Ram, sekalinya pacaran sama yang setara gitu ya, sering bolak-balik ruang konseling juga.” canda Rion.

“Daripada guru konselingnya makan gaji buta, gue menyelamatkan guru itu dari dosa.” Aretha menatap Rion malas.

“Anjir! Prinsipnya aja udah sama gitu, susah kalo emang udah jodoh.”

“Mereka cuman sebatas taruhan kali, Yon,” sahut laki-laki yang dari tadi hanya diam.

“Ya ampun Raka. Prinsip mereka aja bisa samaan kayak gitu, gue mah yakin mereka jodoh.”

“Ngomongin apaan nih? Kok kayaknya seru.” Suara Tris membuat mereka serentak menoleh ke asal suara.

“Lama banget lo berdua! Pacaran terus,” sembur Rion membuat Theo yang berdiri di sebelah Tris terkekeh.

“Marah-marah mulu lo! Cepet tua nanti gak ada yang mau baru tau rasa,” ujar Theo membuat Rion menggerutu kesal.

“Udah dateng semua kan? Ayo jalan.” Aretha menengahi perdebatan yang mungkin akan menjadi panjang jika tidak ada yang berniat menengahi.

Mereka berjalan masuk menuju pintu studio yang akan memainkan film yang sudah mereka setujui untuk ditonton hari ini dan tiketnya sudah dibeli oleh Rachel dan Sharla, tinggal menunggu yang lain untuk bayar pada mereka berdua. Sementara Aretha menghentikan jalannya saat merasa ada yang memanggilnya. Aretha menoleh ke belakang karena asal suaranya yang dia yakini memanggilnya berasal dari belakang.

“Ngapain kalian di sini?” Aretha menatap datar saudara-saudara sepupunya yang rata-rata seumur itu, di sana juga ada kembarannya dan kakak laki-lakinya yang sepertinya baru saja mendarat dari Amerika.

“Lah.” Lalu seperti bisa membaca pikiran teman-temannya, ucapan yang akan Rion ucapkan mewakili kebingungan teman-temannya. “Aretha sama kita, terus yang itu siapa?”

Rachel, Sharla dan Tris yang mengetahui fakta jika Aretha kembar menatap Aretha dengan tatapan cemas, sementara Aram menunggu reaksi Aretha. Aretha yang mati-matian menutupi fakta bahwa dia dan Aletha merupakan saudara kembar malah dihadapi dengan situasi seperti ini dan yang memperburuk situasi adalah penampilan Aletha yang tidak memakai kacamata dan rambutnya tergerai. Siapa pun yang melihat pasti tau bahwa Aretha dan Aletha kembar walaupun wajah mereka memang tidak terlalu mirip, berbeda dengan biasanya, biasanya penampilan mereka sangat berbanding terbalik.

“Dia kembaran gue,” jawab Aretha dingin.

“Terus mereka siapa?” Rion masih tidak sadar situasi yang lumayan mencekam dan malah terus bertanya karena penasaran. Sebenarnya Aram, Raka dan Theo juga penasaran, tapi mereka masih sadar situasi untuk tidak bertanya.

“Sodara sepupu gue.”

“Kenapa ada Alvaro? Alvaro juga sepupu lo?” tanya Rion lagi, saat laki-laki itu menyadari ada wajah yang dikenalnya.

Alvaro—kakak laki-laki Aretha, tadinya adalah kakak kelas Aram dan kawan-kawan, tapi dia sudah lulus saat Aram dan kawan-kawan naik kelas sebelas. Aram dan kawan-kawan juga kenal dengan Alvaro, hubungan mereka juga cukup baik karena mereka sama-sama pembuat onar di sekolah.

“Kakak kandung gue.”

“Oh.” Rion ber-oh ria saat semua keingintahuannya terjawab. “Kembaran lo, kok mukanya kayak gak asing ya?”

Aretha masih menatap tajam sepupu-sepupunya. Merutuki kehadiran mereka, lagipula, dari sekian banyak mall di Jakarta, kenapa mereka juga harus ada di sini, kalau begitu apa gunanya dia pergi? Aretha sempat menangkap adegan kakaknya tersenyum ke arah Aram, tapi dia tidak ambil pusing, mungkin mereka memang kenal satu sama lain. Lagipula, sebenarnya hubungan Aretha dan kakaknya baik, bahkan sangat baik sampai Aretha bisa tinggal di rumah kakaknya, tapi kemunculan kakaknya dengan sepupunya membuatnya juga kesal dengan kakaknya.

“Dia Aletha, orang yang kalian tau sebagai wakil sekolah setiap ada olimpiade, dan sekelas sama lo berempat” desis Aretha.

“Kenapa dia bisa seangkatan sama gue, tapi lo jadi adik kelas? Terus, kembaran lo pinter, kenapa lo bego?” celetuk Rion spontan.

Aretha menoleh ke arah Rion, menatapnya tajam untuk beberapa saat. “Gue udah gak niat nonton, kalian nonton aja. Gue mau pulang.”

Aretha berjalan, melewati kakaknya yang masih berdiri diam, bahkan tidak menyapanya. Hal yang paling Aretha benci adalah dibanding-bandingkan dengan kembarannya. Memangnya salah jika Aletha pintar dan dirinya tidak pintar? Memangnya Aretha yang memilih untuk menjadi tidak pintar, kalau boleh memilih juga Aretha tidak mau selalu kalah dengan Aletha dalam segala hal. Rasanya dia ingin menangis, saat orang membanding-bandingkannya dengan Aletha, Aretha ya Aretha, kenapa dia harus menjadi seperti Aletha? Lagipula, tidak selamanya menjadi pintar adalah segalanya.

Aretha berhenti berjalan saat tangannya ditahan oleh seseorang, Aretha berbalik melihat orang yang masih mencengkram pergelangan tangannya, Aram. Laki-laki itu mencengkram pergelangan tangan, menatap perempuan itu dengan tatapan cemas?

“Apa?” tanya Aretha sekenanya.

“Lo mau kemana?”

“Pulang,” Aretha diam sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya, “Lo nonton aja sama yang lain.”

“Gue anter,” ucap Aram dengan nada tidak ingin dibantah.

“Gue bisa pulang sendiri!” tolak Aretha dengan suara sedikit meninggi.

“Jangan keras kepala.”

“Gue bilang gue bisa pulang sendiri. Serius deh.” Aretha masih bersikeras dengan keinginannya.

Siapa yang akan mengalah jika keduanya sama-sama keras kepala? Bahkan hanya untuk urusan sepele, mereka sudah berdebat lagi. Keduanya sama-sama tidak bisa melihat situasi, jika keduanya hanya mau menuruti keinginan hati sendiri, bagaimana mereka tidak terus bertengkar?

“Lo kenapa sih?”

“Kenapa lo harus tau Aletha? Gue gak tau gue kenapa, tapi gue gak suka kalo lo tau Aletha, terus nantinya, lo malah ngebanding-bandingin gue sama Aletha. Gue tau lo juga gak peduli karena hubungan kita cuman sebatas taruhan yang gue bikin sendiri...” ucap Aretha dengan mata berkaca-kaca, tapi perempuan itu tidak mau kelihatan menangis di tempat umum, apalagi di depan Aram, “tapi kenapa gue kayak gini?” gumam Aretha merutuki dirinya sendiri.

Aretha tidak ingin menangis karena itu dia menahan sekuat tenaga agar matanya hanya sekedar berkaca-kaca, tidak sampai menangis. Perasaan Aretha sedang kacau, kalian tau saat perasaan sedang benar-benar kacau, ingin menangis tapi keadaan tidak mendukung, mata berkaca-kaca tapi tidak ingin terihat sedang menangis, ingin menahan air mata agar tidak menetes tapi mata malah berkhianat.

Tubuh Aretha tertarik, Aram memeluknya, tepat saat matanya meneteskan air mata.

***

Kasian sama Aretha atau Aletha?

Jangan lupa tinggalkan jejak!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Journey to Survive in a Zombie Apocalypse
1265      600     1     
Action
Ardhika Dharmawangsa, 15 tahun. Suatu hari, sebuah wabah telah mengambil kehidupannya sebagai anak SMP biasa. Bersama Fajar Latiful Habib, Enggar Rizki Sanjaya, Fitria Ramadhani, dan Rangga Zeinurohman, mereka berlima berusaha bertahan dari kematian yang ada dimana-mana. Copyright 2016 by IKadekSyra Sebenarnya bingung ini cerita sudut pandangnya apa ya? Auk ah karena udah telan...
a Little Braver
246      199     0     
Romance
Ketika takdir yang datang di setiap kehidupan membawanya pada kejutan-kejutan tak terduga dari Sang Maha Penentu, Audi tidak pernah mengerti kenapa Dia memberikannya kehidupan penuh tanya seperti ini?
Benang Merah, Cangkir Kopi, dan Setangan Leher
230      187     0     
Romance
Pernahkah kamu membaca sebuah kisah di mana seorang dosen merangkap menjadi dokter? Atau kisah dua orang sahabat yang saling cinta namun ternyata mereka berdua ialah adik kakak? Bosankah kalian dengan kisah seperti itu? Mungkin di awal, kalian akan merasa bahwa kisah ini sama seprti yang telah disebutkan di atas. Tapi maaf, banyak perbedaan yang terdapat di dalamnya. Hanin dan Salwa, dua ma...
Neverends Story
4380      1344     6     
Fantasy
Waktu, Takdir, Masa depan apa yang dapat di ubah Tidak ada Melainkan hanya kepedihan yang di rasakan Tapi Harapan selalu menemani perjalananmu
When I\'m With You (I Have Fun)
624      356     0     
Short Story
They said first impression is the key of a success relationship, but maybe sometimes it\'s not. That\'s what Miles felt upon discovering a hidden cafe far from her city, along with a grumpy man she met there.
My LIttle Hangga
758      489     3     
Short Story
Ini tentang Hangga, si pendek yang gak terlalu tampan dan berbeda dengan cowok SMA pada umunya. ini tentang Kencana, si jerapah yang berbadan bongsor dengan tinggi yang gak seperti cewek normal seusianya. namun, siapa sangka, mereka yang BEDA bisa terjerat dalam satu kisah cinta. penasaran?, baca!.
Satu Nama untuk Ayahku
7476      1611     17     
Inspirational
Ayah...... Suatu saat nanti, jikapun kau tidak lagi dapat kulihat, semua akan baik-baik saja. Semua yang pernah baik-baik saja, akan kembali baik-baik saja. Dan aku akan baik-baik saja meski tanpamu.
Dialogue
8838      1838     1     
Romance
Dear Zahra, Taukah kamu rasanya cinta pada pandangan pertama? Persis senikmat menyesapi secangkir kopi saat hujan, bagiku! Ah, tak usah terlalu dipikirkan. Bahkan sampai bertanya-tanya seperti itu wajahnya. Karena sesungguhnya jatuh cinta, mengabaikan segala logika. With love, Abu (Cikarang, April 2007) Kadang, memang cinta datang di saat yang kurang tepat, atau bahkan pada orang yang...
Too Sassy For You
1405      631     4     
Fantasy
Sebuah kejadian di pub membuat Nabila ditarik ke masa depan dan terlibat skandal sengan artis yang sedang berada pada puncak kariernya. Sebenarnya apa alasan yang membuat Adilla ditarik ke masa depan? Apakah semua ini berhubungan dengan kematian ayahnya?
Mari Collab tanpa Jatuh Hati
3412      1492     2     
Romance
Saat seluruh kegiatan terbatas karena adanya virus yang menyebar bernama Covid-19, dari situlah ide-ide kreatif muncul ke permukaan. Ini sebenarnya kisah dua kubu pertemanan yang menjalin hubungan bisnis, namun terjebak dalam sebuah rasa yang dimunculkan oleh hati. Lalu, mampukah mereka tetap mempertahankan ikatan kolaborasi mereka? Ataukah justru lebih mementingkan percintaan?