Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lingkaran Ilusi
MENU
About Us  

"Kamu adalah titik terlemahku. Ketakutan yang setiap waktu mengejarku. Apapun akan kulakukan untuk membuatmu tetap bersamaku. Apapun."

Firza kembali terbangun di sebuah tempat antah berantah. Beberapa kali ia mengerjapkan mata, namun hanya gelap yang dapat ia lihat. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, namun otaknya seolah menolak seluruh perintah. Tubuhnya kaku. Bahkan, ia pun tidak bisa menemukan suaranya.

Di tengah kegelapan tersebut, Firza melihat tubuh Brama yang berjalan semakin dekat ke arahnya. Sekeliling pemuda itu diterangi oleh sinar menyilaukan, sehingga tampak sangat jelas di kegelapan menyesakkan ini.

Brama tersenyum culas, satu alisnya terangkat melihat keadaan pemuda di hadapannya yang cukup memprihatinkan. Firza meringkuk di sudut ruangan gelap tersebut dengan tubuh kaku. Manik mata gelap pemuda itu menyiratkan luka. Bibir Firza bergerak pelan, mengucapkan kalimat 'lepasin gue' tanpa suara.

Brama hanya berdecih, sama sekali tidak berminat untuk membantu Firza. Mata elangnya berkilat-kilat menatap pemuda itu. Ada siratan kebencian yang terpancar dari sana.

"Lo sengaja dekatin Clarissa? Sengaja buat gue marah?" tanya Brama. Suara menggema di seluruh ruangan gelap tersebut.

Brama maju beberapa langkah, hingga berdiri tepat di samping Firza yang tidak berdaya. Ia melemparkan tatapan tajam tepat pada mata gelap pemuda itu.

"Kalau lo emang berniat ngajak gue main-main, gue terima tawaran lo! Tapi..." Brama membungkukkan badan, hingga wajahnya tepat berada di depan wajah Firza. "Jangan harap gue bakal ngelepasin lo!"

"Lepasin gue, sialan!" teriak Firza. Namun tetap saja, tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.

Brama hanya tertawa melihat reaksi Firza. Tawa lebar yang penuh dengan kemenangan. Kali ini ia tidak akan kalah. Ia akan menjadi lawan yang cukup berat bagi Firza dalam permainan ini. Taruhannya? Tentu saja hidup mereka. Siapapun dari mereka yang kalah harus tersingkir. Siapapun dari mereka yang kalah harus mati.

Seiring tubuh Brama yang semakin menjauh, Firza hanya bisa menatap nanar punggung tersebut. Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya gemetar hebat. Ia ketakutan. Benar-benar ketakutan.

Clarissa mondar-mandir di gazebo, tanpa menghiraukan Bima yang sudah beberapa kali menegurnya agar tetap tenang.

Mana bisa ia tenang dalam kondisi seperti ini, sedangkan di sana Firza sedang kesakitan?

"Clar, lo bisa diem nggak?" Bima menarik pergelangan tangan Clarissa, dan menarik gadis itu agar duduk di sebelahnya.

"Gue takut Bim. Gue takut Firza kenapa-napa."

Mendengar nada parau dalam suara Clarissa, entah mengapa membuat hatinya nyeri. Sulit baginya menerima, bahwa saat ini gadis itu tengah mengkhawatirkan orang lain.

Penampilan nyentrik Brama berhasil menarik perhatian puluhan pasang mata, begitu pemuda itu turun dari mobil. Tidak lupa ia mengusap rambut berjambulnya ke belakang, seraya tersenyum miring. Pemuda itu berjalan angkuh di tengah koridor, tidak peduli pada para mahasiswi yang tampak tidak berkedip memandangnya -beberapa justru ada yang berkasak-kusuk di belakangnya.

Wajahnya yang sangat mirip dengan Firza, membuat mereka terperangah tidak percaya. Hal yang sangat lumrah, mereka menganggap bahwa pemuda itu adalah Firza dengan penampilan berbeda. Meski sangat berbanding terbalik dengan penampilan rapi Firza biasanya, mereka sepertinya masih tetap terpesona.

Langkah jumawa Brama terhenti seketika saat melihat Clarissa dan Bima yang duduk di gazebo berdua. Kedua tangannya terkepal erat, ketika melihat Bima yang menggenggam jemari tangan Clarissa. Tanpa menunggu lama, ia berjalan menghampiri dua orang tersebut dengan langkah lebar dan emosi meletup-letup dalam kedua bola matanya. Ia tidak suka melihat Clarissa dengan laki-laki lain, termasuk Firza dan Bima.

"Lepas!" Brama melepas paksa tangan Bima yang menggenggam jari Clarissa, begitu ia telah berdiri di samping mereka.

Clarissa dan Bima tampak sama-sama kaget melihat kehadiran Brama di tengah mereka. Pemuda itu tengah menatap mereka bergantian dengan tatapan tajam.

"Ikut gue!" Brama mencekal pergelangan tangan Clarissa. Memaksa gadis itu berdiri.

"Lo ngapain di sini?" ucap Clarissa setelah berhasil mendapatkan kembali suaranya.

Brama tersenyum sinis. "Kenapa? Nggak suka karena gue ganggu acara lo pacaran sama dia?!"

Mata cokelat Clarissa melebar. "Apa sih, Bram? Lo yang kenapa? Baru datang udah marah-marah nggak jelas!"

Brama tertawa mendengus. "Jelas gue marah! Lo -pacar gue- pegangan tangan sama cowok lain!"

Clarissa tertawa hambar. Rupanya Brama masih belum sadar dari halusinasinya sendiri. Lagipula, ia tidak pernah menyetujui menjadi pacar pemuda itu. Siapa pula yang bersedia menjadi pacar pemuda kasar dan menyebalkan seperti Brama?

"Dan lo," Brama beralih pada Bima. "Jaga sikap, kalau masih mau hidup lo tenang!"

Tanpa menunggu jawaban dari Bima, ia segera beranjak dari tempat tersebut seraya menarik Clarissa ikut bersamanya. Ia tidak peduli pada gadis itu yang memberontak agar dilepaskan. Ia juga tidak peduli, jika sekarang mereka tengah menjadi tontonan menarik bagi para mahasiswa yang berada di taman dan di koridor.

"Bram, lepasin!" teriak Clarissa. Namun sia-sia, pemuda itu masih tetap menyeretnya menuju area parkir fakultas.

Ini cowok sakit jiwa kali ya!

Vella tiba di tempat dua menit setelah keributan itu terjadi. Melihat wajah Bima yang kusut dengan pandangan tertuju pada area parkir fakultas, membuat keningnya berkerut. Apalagi setelah ia tahu bahwa Clarissa tidak ada di tempat itu.

"Clarissa kemana, Bim?" tanya Vella seraya menyerahkan cokelat dingin pesanan Bima -yang sebenarnya tadi hendak diberikan Bima pada Clarissa.

"Pergi!" jawab Bima dingin. Tidak kalah dingin dari cokelat di tangannya.

Vella menautkan kedua alisnya, meminta penjelasan dari kata yang diucapkan Bima.

"Si berengsek itu tiba-tiba datang. Dia bawa Clarissa kabur."

Vella menghela napas. Tanpa menyebutkan nama, ia sudah tahu siapa yang disebut 'berengsek' oleh Bima. Sebenarnya bukan kepergian Clarissa yang membuatnya perasaannya gelisah, melainkan tentang Bima.

Meski tidak menunjukkan secara gamblang, raut pemuda itu sudah menjelaskan sejelas-jelasnya bahwa ia tengah mengkhawatirkan Clarissa. Dan, ia sangat tidak menyukai itu.

Sama seperti kisah cinta klasik pada umumnya. Ia jatuh cinta pada sahabat cowoknya sendiri, sedangkan cowok itu menyukai gadis lain. Hingga barangkali, kisah itu akan berakhir sebagai kisah cinta segitiga tidak berujung. Masing-masing dari mereka saling mencintai, tanpa ada satupun yang mengetahui perasaan dari pihak lawan.

Tidak. Ia tidak ingin kisah cinta yang melibatkannya ini hanya akan berakhir sebagai perasaan sepihak. Cinta yang tidak pernah menemukan tempat berlabuh, bahkan sekadar tersampaikan. Ia akan mengatakannya. Ia tidak ingin terjebak pada perasaan irrasional yang membuatnya harus jatuh dan terluka sendiri.

"Clarissa nggak akan kenapa-napa," ucap Vella.

Bima tidak menanggapi. Ia hanya melirik sekilas pada Vella, lantas mengembuskan napas berat. Pernyataan Vella sama sekali tidak membuat perasaannya tenang. Dibanding kekhawatiran, perasaan itu lebih tertuju pada cemburu. Ucapan Brama yang menyebut Clarissa sebagai pacar terngiang-ngiang dalam kepalanya, menghadirkan rasa nyeri yang tidak terjamah olehnya.

Ia ingin marah. Tetapi, untuk alasan apa? Ia tidak mungkin mengatakan di depan mereka bahwa ia menyukai Clarissa. Itu sama saja dengan menghancurkan persahabatan yang selama ini ia bangun bersama gadis itu.

"Bisa nggak sih, sekali aja lo nggak mikirin dia?" Vella mengeluh. Ia tidak tahan lagi melihat tingkah laku resah Bima.

"Dia sahabat gue. Wajar kalau sekarang gue khawatir," Bima masih menjaga suaranya tetap tenang.

Vella tersenyum miring. "Gue nggak buta, Bim. Gue bisa lihat kalau lo menganggap Clarissa lebih dari sahabat."

Bima menoleh pada Vella, masih dengan wajah sedatar sebelumnya.

"Mau sampai kapan lo nyimpen perasaan lo sendiri? Mau sampai kapan lo nggak pernah sadar kalau di sini ada seseorang yang peduli sama lo?!" suara Vella meninggi, sementara Bima hanya memandangnya tanpa ekspresi.

Vella mengesah, "Gue suka sama lo, Bim!"

"Turunin gue, sekarang!" suara tinggi Clarissa mengalahkan deru mesin mobil.

"Nggak!" sahut Brama.

Clarissa mendesah kesal. Percuma saja berdebat dengan Brama, itu hanya akan membuat darahnya naik. Pemuda itu tidak akan mendengar permintaannya, meskipun ia memohon.

Memohon? Tentu saja Clarissa tidak sudi melakukan itu di depan Brama.

"Mau lo apa sih sebenernya?" suara Clarissa melunak, meski tidak menghilangkan nada kesal dalam suaranya.

"Jauhin dan lupain Firza!"

Clarissa mendengus. Perkiraannya bahwa Brama akan berubah setelah kejadian di mall tempo hari, lenyap seketika. Pemuda itu kembali ke sikap aslinya. Kasar, menyebalkan, dan pemaksa.

Seenaknya saja Brama menyuruhnya melupakan tentang Firza, sementara dia masih mengkhawatirkan kondisi pemuda itu. Bayangan Firza yang kesakitan di depan matanya, masih membuat perasaannya tidak tenang sedikit pun.

Brama melirik Clarissa melalui ekor matanya. Ia menghela napas panjang, saat mengetahui perubahaan ekspresi wajah gadis itu. Hanya dari raut wajah, ia tahu Clarissa tidak akan menuruti permintaannya begitu saja.

"Tolong kasih tahu, apa yang harus gue lakuin supaya lo nggak dekat-dekat lagi sama Firza?" tanya Brama.

Matanya memandang lurus pada jalanan di depannya. Sebisa mungkin, ia menyembuyikan selaput transparan yang mulai menutupi pandangannya.

Jemarinya mencengkeram kuat kemudi mobil, menyalurkan seluruh gelegak emosi dalam dadanya. Rasa frustrasi, kecewa, dan putus asa bercampur menjadi satu, ketika Clarissa tidak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Kasih tau gue, Clarissa!"

Jantung Clarissa berpacu cepat. Ia beringsut, menyandarkan punggungnya pada pintu mobil. Teriakan menggelegar dan wajah merah padam Brama, tak pelak membuat nyalinya ciut seketika.

"Kenapa... kenapa lo kayak gini?" suara Clarissa bergetar.

"Lo yang buat gue kayak gini!" Brama membentak, tidak menghiraukan Clarissa yang sudah hampir menangis.

"Kasih tau gue, apa yang harus gue lakuin supaya lo bisa terima keberadaan gue? Apa yang harus gue lakuin supaya lo bisa pilih gue?" Brama kembali merendahkan suaranya.

Clarissa menggigiti bibir bawahnya.

"Buat gue punya alasan, kenapa gue harus milih lo daripada Firza."

Brama terdiam, menantikan Clarissa melanjutkan kalimatnya.

Sebuah pikiran iseng tiba-tiba melintas dalam kepala Clarissa. Raut mendung di wajah gadis itu, menghilang seketika, tergantikan oleh seringaian.

Melihat senyum licik di bibir gadis itu, terang saja membuat Brama merinding. Perasaannya mulai tidak tenang.

"Mulai besok -setiap kali nyemperin gue ke kampus- lo harus pake baju warna kuning, dan nggak boleh pake jaket."

Benar kan.

Brama terperangah, sementara Clarissa mati-matian menahan tawanya.

Kuning? Bahkan seumur hidup ia tidak pernah bermimpi akan mengenakan baju kuning mencolok. Brama menggeleng pelan, bergidik ngeri membayangkannya.

"Mau nggak?" Clarissa meninggikan suaranya. Menahan tawa yang sudah berada di ujung lidah.

Ini gila. Image-nya yang rock and roll akan runtuh seketika, begitu ia menuruti permintaan Clarissa.

"Bisa diganti nggak?" tanya Brama.

Clarissa menggeleng tegas, yang harus membuat Brama menghela napas panjang. Ah, seandainya bukan Clarissa yang memintanya, ia pasti sudah memaki orang tersebut.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Menjadi Aku
422      332     1     
Inspirational
Masa SMA tak pernah benar-benar ramah bagi mereka yang berbeda. Ejekan adalah makanan harian. Pandangan merendahkan jadi teman akrab. Tapi dunia tak pernah tahu, di balik tawa yang dipaksakan dan diam yang panjang, ada luka yang belum sembuh. Tiga sahabat ini tak sedang mencari pujian. Mereka hanya ingin satu halmenjadi aku, tanpa takut, tanpa malu. Namun untuk berdiri sebagai diri sendi...
REGAN
9851      2968     4     
Romance
"Ketika Cinta Mengubah Segalanya." Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya. Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah semakin penasaran. Hingga s...
Kita
693      454     1     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
Nina and The Rivanos
10226      2470     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...
Taruhan
51      48     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...
Sepotong Hati Untuk Eldara
1617      766     7     
Romance
Masalah keluarga membuat Dara seperti memiliki kepribadian yang berbeda antara di rumah dan di sekolah, belum lagi aib besar dan rasa traumanya yang membuatnya takut dengan kata 'jatuh cinta' karena dari kata awalnya saja 'jatuh' menurutnya tidak ada yang indah dari dua kata 'jatuh cinta itu' Eldara Klarisa, mungkin semua orang percaya kalo Eldara Klarisa adalah anak yang paling bahagia dan ...
NADI
6133      1687     2     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
Kenapa Harus Aku?
50      47     3     
Short Story
Seorang gadis kecil ditinggalkan di panti asuhan oleh ibunya yang bekerja sebagai TKW. Tumbuh dengan luka kehilangan dan pertanyaan tentang ayahnya yang menghilang, ia berjuang mencari jati diri dan makna hidup. Melalui perjalanan panjang, ia menghadapi kenyataan pahit tentang ayahnya, menemukan kekuatan dalam komunitas panti asuhan, dan akhirnya belajar tentang arti pengampunan dari ibunya. Ia m...
Supardi dan Supangat
1781      814     1     
Humor
Ini adalah kisah Supardi dan Supangat si Double S yang Bermukim di Kampung Mawar. Keduanya bagaikan GALIH DAN RATNA yang selalu bersama mengukir kenangan (ceuilehh.. apasih) Terlahir dari rahim yang berbeda tetapi takdir mempertemukan mereka dengan segala ke-iba-an yang melanda
Stuck On You
325      261     0     
Romance
Romance-Teen Fiction Kisah seorang Gadis remaja bernama Adhara atau Yang biasa di panggil Dhara yang harus menerima sakitnya patah hati saat sang kekasih Alvian Memutuskan hubungannya yang sudah berjalan hampir 2 tahun dengan alasan yang sangat Konyol. Namun seiring berjalannya waktu,Adhara perlahan-lahan mulai menghapus nama Alvian dari hatinya walaupun itu susah karena Alvian sudah memb...