Read More >>"> Lingkaran Ilusi (Pertanyaan yang Tidak Terjawab) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lingkaran Ilusi
MENU
About Us  

"Seringkali aku bertanya, apa aku memang berhak mendapatkan bahagia?
Atau selamanya, aku akan hidup dalam kekalahan."

Embusan angin malam membuat rambut panjang Clarissa yang dibiarkan tergerai sedikit berantakan. Beberapa anak rambut jatuh menutupi wajah cantiknya. Mata cokelat almond-nya memandang lurus pada hamparan langit malam yang cerah, dengan taburan bintang serta cahaya pucat dari sang rembulan.

Gadis itu berdiri seraya bersandar pada pembatas balkon kamarnya. Dinginnya udara malam tidak membuatnya segera beranjak. Ia justru terpaku pada bulan pucat di atas sana. Memandang penuh arti, seolah ia sedang berbicara pada sesuatu berbentuk lingkaran tersebut.

Setelah permasalahan dengan Bima berhasil ia selesaikan tanpa halangan berarti, kini giliran pertanyaan dari Firza yang memenuhi pikirannya. Setelah kejadian dua hari yang lalu, ia sama sekali belum bertemu dengan pemuda itu. Ia bahkan belum terpikirkan jawaban apa yang akan ia berikan.

Di bagian otaknya yang lain, bayang-bayang Brama tiba-tiba menyusup tanpa permisi. Rangkaian kejadian yang ia lewati bersama pemuda itu seperti menjadi suatu penghalang untuk menjawab pertanyaan dari Firza. Satu sisi hatinya mengatakan jika lebih baik ia menerima pernyataan Firza. Bukankah sejak awal ia memang sudah jatuh cinta pada pemuda itu? Namun di sisi berbeda, kalimat 'jangan pergi' yang disampaikan Brama membuat perasaannya gelisah. Membuat keputusannya untuk memilih menjadi goyah.

Clarissa mendesah, seraya mengacak-acak rambutnya. Kenapa justru Brama yang muncul di saat seperti ini? Hubungannya dengan pemuda itu memang bisa dikatakan sedikit lebih baik dibanding pertemuan pertama mereka. Meski Brama pernah menolongnya ketika tenggelam di kolam taman kota, tetap saja pemuda itu masih menempati posisi pertama sebagai orang paling menyebalkan dalam hidupnya.

Jangan bandingkan antara Firza dengan Brama. Meski mereka memiliki wajah yang seratus persen mirip, sikap keduanya berada di sisi berlawanan. Firza jauh lebih baik hampir dalam segala hal dibanding Brama. Walaupun tidak bisa dipungkiri, gaya bad boy Brama sedikit lebih menarik dibanding style Firza yang cenderung rapi.

"Ngapain juga gue mikirin cowok ngeselin macam dia?!" gerutu Clarissa pada diri sendiri.

Gadis itu beranjak dari tempatnya, lantas menutup pintu kaca yang membatasi kamarnya dengan balkon. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, seraya mengerjapkan matanya beberapa kali dengan pandangan tertuju pada langit-langit kamar. Tepat sebelum ia jatuh tertidur, dering ponsel di atas nakas kembali membuatnya terjaga.

Tubuhnya yang semula bergerak malas, tiba-tiba saja berjingkat ketika melihat nama si penelepon. Mata cokelatnya sudah melebar sepenuhnya, begitu membaca nama Firza Juniandar di layar ponselnya.

"Halo, Za," sapa Clarissa seraya menggigit bibir bawahnya, menahan pekikan kegirangan yang bisa terlepas kapan saja.

"Udah mau tidur?" suara lembut Firza terdengar dari seberang sana.

Tanpa sadar, tangannya bergerak menyentuh dadanya yang sudah berdebar tidak karuan begitu mendengar suara pemuda itu. Firza bahkan tidak berada di depan matanya, tapi kenapa jantungnya sudah seperti hendak melompak keluar?

"Nggak kok, masih belum. Ada apa?" Clarissa masih mencoba menjaga nada suaranya setenang mungkin.

"Nggak ada apa-apa. Cuma lagi kangen dengar suara lo."

Gombalan receh!

Tapi kenapa bibirnya justru tersenyum lebar mendengarnya? Sesuatu dalam dadanya bahkan sudah mulai menciptakan ledakan-ledakan kecil yang hampir membesar.

"Clar, are you sleeping?" tanya Firza, ketika Clarissa tidak kunjung menanggapinya.

"Ah... nggak kok."

Firza tidak tahu, sejak tadi Clarissa sibuk mengatur napasnya yang terputus-putus akibat terlalu bahagia. Ia sendiri heran, bagaimana bisa ia masih bersikap seperti remaja tanggung yang baru jatuh cinta.

"Tentang pertanyaan gue kemarin, lo udah siap mau jawab?"

Pertanyaan Firza membuat senyuman lebar di bibir Clarissa menghilang seketika, dan tergantikan oleh ekspresi bingung. Seolah dalam kepala gadis itu sedang terjadi perang vote antara 'Ya' dan 'Tidak'. Baru saja Clarissa hendak menjawab pertanyaan Firza, pemuda itu justru membuatnya menelan kembali jawabannya.

"Jangan dijawab sekarang. Gue tunggu besok di kampus," hening sejenak. "Sebenarnya gue besok nggak ada kuliah. Jadi, gue tunggu di depan ruang HMJ ya."

Clarissa menghela napas lega. Setidaknya, hari ini ia masih memiliki waktu untuk memikirkan jawaban. Ah, ini gila! Bagaimana bisa menjawab pertanyaan semudah itu saja, sudah membuatnya seperti memutuskan hendak ikut perang? Dan yang lebih gila lagi, bagaimana bisa mendengar suara Firza sudah hampir membuatnya melompat-lompat kegirangan?

"Oke," jawab Clarissa pada akhirnya.

"Sampai besok, Clar. Good night."

"Night, Za."

Clarissa meremas pelan buku-buku jarinya selama berjalan menuju ruang HMJ. Di belakangnya, Vella dan Bima tampak sedang berkasak-kusuk, sesekali meledeknya yang tampak tegang. Bima bahkan beberapa kali mengatakan bahwa ia terlalu berlebihan. Firza bukanlah bos perusahaan besar yang akan mewawancarainya hari ini.

Sayangnya Clarissa tidak mengetahui -di balik sikap Bima yang seolah mendukungnya- pemuda itu sedang menyembunyikan gejolak hatinya sendiri. Tanpa sepengetahuan Vella dan Clarissa, pemuda itu beberapa kali memejamkan mata untuk menahan perih di hatinya yang terasa bagai diiris-iris sembilu.

"Ah, seandainya lo nggak sepengecut itu. Seandainya lo menyadari perasaan ini sejak awal. Seandainya, Clarissa tidak pernah menyukai Firza."

Rangkaian kata seandainya itu bergaung dalam dada dan kepala Bima. Membuatnya merutuki kebodohannya sendiri yang tidak pernah menyadari perasaannya pada Clarissa, bahkan selama hampir empat belas tahun bersama. 

Clarissa berhenti beberapa meter sebelum ruang HMJ. Tepat di samping bingkai pintu ruangan tersebut, Firza tengah berdiri dengan punggung bersandar pada dinding. Pemuda itu masih sama seperti pertama kali Clarissa melihatnya di atas podium ketika upacara pembukaan. Tampan, berwibawa, dan berhasil membuat hampir seluruh pasang mata menatap ke arahnya. 

"Udah sana. Ngapain masih di sini?" Vella mendorong punggung Clarissa untuk maju. 

"Gila! Kenapa gue jadi gugup banget gini sih?" sungut Clarissa. 

Sementara Bima hanya melemparkan senyuman simpul penuh arti padanya. 

Sebelum Clarissa sempat meredakan gejolak hatinya, Vella tanpa ragu-ragu memanggil nama Firza dengan suara cemprengnya. Clarissa memelototkan mata, sedangkan Vella hanya tertawa semringah tanpa rasa bersalah. Jika tidak di depan Firza, ia pasti sudah menjitak temannya yang entah kenapa hari ini jadi super ngeselin.

Awas aja lo, Vel. Awas!

Clarissa memutar tubuh dan tersenyum ke arah Firza, yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya. Ia mencoba bersikap biasa, seraya berusaha menutupi kegugupannya.

"Kita duluan ya, Clar!" tanpa menunggu jawaban Clarissa, Vella sudah lebih dulu berlalu sambil menarik paksa lengan Bima, meninggalkannya berdua bersama Firza.

"Nggg..." Clarissa menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tidak tahu darimana ia harus memulai.

"Lo lucu ya kalau lagi gugup," Firza terkekeh.

Deg!

Wajah Clarissa memanas seketika, setelah mendengar kalimat itu.

"Soal pertanyaan beberapa hari lalu, gue jawab sekarang ya," ucap Clarissa, yang ditanggapi dengan anggukan pelan oleh Firza. 

Namun, tepat ketika Clarissa hendak membuka kembali mulutnya, Firza merasakan sesuatu memukul-mukul kepalanya dari dalam. Tubuhnya limbung, telinganya mulai berdenging. Di tengah sakit yang luar biasa ini, ia masih bisa melihat Clarissa yang membantunya dengan wajah panik.

Dari matanya yang berkabut, ia bisa melihat Clarissa terus memanggil-manggil namanya. Beberapa mahasiswa yang melihat kejadian itu, segera bergerombol mendekatinya dan mencoba membantu. Namun sayangnya, tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk mengurangi rasa sakitnya.

Tolong, berpihaklah untuk sekali saja.

Pemuda itu memohon di tengah kesakitannya. Tangannya yang gemetar mencoba menyentuh raut wajah panik Clarissa. Tetapi sebelum ia bisa menggapai Clarissa, tangannya sudah melemas dan jatuh terkulai di sisi tubuhnya.

"Lo udah melewati batas!"

"Seharusnya, gue nggak pernah biarin lo untuk dekatin dia!"

"Seharusnya, dari dulu gue udah biarin lo mati!"

Suara itu bersahut-sahutan dalam kepala pemuda itu. Ia benci. Benci pada waktu yang tidak pernah memberinya kesempatan, meski hanya sekali. Ia benci pada waktu yang harus merenggutnya di saat-saat seperti ini. Ia ingin berteriak, memaki dirinya serta masa yang tidak pernah bersahabat dengannya.

"Firza Juniandar! Lo bisa dengar gue?!" teriak Clarissa dengan panik, seraya mengguncang lengan Firza.

Seharusnya teriakan itu bisa meredakan sakitnya. Seharusnya memang begitu. Tepat sesaat sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya, ia merasa seseorang menarik tubuhnya. Dengan sekuat tenaga -di tengah rasa sakit yang begitu menyiksa- ia mencoba tersenyum pada gadis itu. Pada gadis yang kini semakin jauh dari pandangan matanya. 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ibu
474      271     5     
Inspirational
Aku tau ibu menyayangiku, tapi aku yakin Ayahku jauh lebih menyayangiku. tapi, sejak Ayah meninggal, aku merasa dia tak lagi menyayangiku. dia selalu memarahiku. Ya bukan memarahi sih, lebih tepatnya 'terlalu sering menasihati' sampai2 ingin tuli saja rasanya. yaa walaupun tidak menyakiti secara fisik, tapi tetap saja itu membuatku jengkel padanya. Dan perlahan mendatangkan kebencian dalam dirik...
ORIGAMI MIMPI
26151      2997     55     
Romance
Barangkali, mimpi adalah dasar adanya nyata. Barangkali, dewa mimpi memang benar-benar ada yang kemudian menyulap mimpi itu benar-benar nyata. Begitulah yang diyakini Arga, remaja berusia tujuh belas tahun yang menjalani kehidupannya dengan banyak mimpi. HIngga mimpi itu pula mengantarkannya pada yang namanya jatuh cinta dan patah hati. Mimpi itu pula yang kemudian menjadikan luka serta obatnya d...
Coldest Husband
1184      620     1     
Romance
Saga mencintai Binar, Binar mencintai Aidan, dan Aidan mencintai eskrim. Selamat datang di kisah cinta antara Aidan dan Eskrim. Eh ralat, maksudnya, selamat datang di kisah cinta segitiga antata Saga, Binar, dan Aidan. Kisah cinta "trouble maker dan ice boy" dimulai saat Binar menjadi seorang rapunsel. Iya, rapunsel. Beberapa kejadian kecil hingga besar membuat magnet dalam hati...
Roger
1635      685     2     
Romance
Tentang Primadona Sial yang selalu berurusan sama Prince Charming Menyebalkan. Gue udah cantik dari lahir. Hal paling sial yang pernah gue alami adalah bertemu seorang Navin. Namun siapa sangka bertemu Navin ternyata sebuah keberuntungan. "Kita sedang dalam perjalanan" Akan ada rumor-rumor aneh yang beredar di seluruh penjuru sekolah. Kesetiaan mereka diuji. . . . 'Gu...
Adiksi
4446      1662     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
Ginger And Cinnamon
6332      1309     4     
Inspirational
Kisah Fiksi seorang wanita yang bernama Al-maratus sholihah. Menceritakan tentang kehidupan wanita yang kocak namun dibalik itu ia menyimpan kesedihan karena kisah keluarganya yang begitu berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya itu membuat semua harapannya tak sesuai kenyataan.
MAKE ME NEGATIVE THINGKING
1388      553     4     
Humor
Baru tahun ini aku mengalami hari teristimewa yang membuatku merasa bahagia beralih kesifat P E S I M I S. kalian ingin tahu kenapa?
Special
1153      631     1     
Romance
Setiap orang pasti punya orang-orang yang dispesialkan. Mungkin itu sahabat, keluarga, atau bahkan kekasih. Namun, bagaimana jika orang yang dispesialkan tidak mampu kita miliki? Bertahan atau menyerah adalah pilihan. Tentang hati yang masih saja bertahan pada cinta pertama walaupun kenyataan pahit selalu menerpa. Hingga lupa bahwa ada yang lebih pantas dispesialkan.
About love
1037      475     3     
Romance
Suatu waktu kalian akan mengerti apa itu cinta. Cinta bukan hanya sebuah kata, bukan sebuah ungkapan, bukan sebuah perasaan, logika, dan keinginan saja. Tapi kalian akan mengerti cinta itu sebuah perjuangan, sebuah komitmen, dan sebuah kepercayaan. Dengan cinta, kalian belajar bagaimana cinta itu adalah sebuah proses pendewasaan ketika dihadapkan dalam sebuah masalah. Dan disaat itu pulalah kali...
Unsuitable
1076      491     6     
Romance
Bagi Arin tak pernah terpikirkan sekalipun bersekolah dalam jerat kasus tak benar yang menganggapnya sebagai pelacur. Sedangkan bagi Bima, rasanya tak mungkin menemukan seseorang yang mau membantunya keluar dari jerat tuduhan yang telah lama menimpanya. Disaat seluruh orang memilih pergi menjauh dari Bima dan Arin, tapi dua manusia itu justru sebaliknya. Arin dan Bima dipertemukan karena...