“Harus, ya?” Jean melirik Gina. “Udahlah gue mau bolos dulu, bye,” Sambung Jean yang kemudian berjalan menjauh dan menuju gerbang kampus.
Nisa dan Gina hanya melihat Jean karena mereka berpikir jika Jean hanya bercanda seperti biasanya.
>>>>><<<<<
Di dekat gerbang kampus, seorang pria berdiri sambil mencari-cari seseorang. Jean melirik pria itu tapi ia tidak peduli, dengan cepat ia memalingkan pandangannya dan segera berjalan menuju gerbang.
Saat Jean hendak melangkah keluar, seseorang menariknya ke dalam kampus kembali. Jean berusaha melepaskan tangan orang itu dari lengannya. Tapi orang itu menggenggam lengannya begitu kuat. Jean menahan tarikan orang itu.
“Heh, apa-apaan sih-” Jean menghentikan ucapannya setelah melihat siapa yang telah menariknya tadi. Ia segera menjauhi orang itu dengan mempercepat jalannya.
Orang itu kembali mengejar Jean. Jean mulai cemas. Ia mempercepat kembali jalannya. Orang itu tetap mengikutinya dari belakang. Dan ia kembali menarik lengan Jean. Dengan cepat Jean menghadap orang itu.
“Apa sih, kak?” Ucap Jean kesal.
“Mau bolos, ya?”
“Cuma lewat.”
“Kamu bohong, ya?” Goda Rangga.
“Gak jelas banget,” Jean langsung meninggalkan Rangga.
>>>>><<<<<
Seorang pria mendekati tembok pembatas di lantai dua. Matanya melihat halaman kampus di bawahnya. Ia menatapi seseorang yang sulit untuk ia lewatkan. Dibalik kaca matanya, ia tak habisnya takjub.
Di bawah rindangnya pohon, orang itu duduk kaku, diam tak bereaksi. Si pria tersenyum melihatnya karena ia bisa dengan tenang melihat orang itu. Sinar mentari menembus celah-celah ranting menyinari sosok itu. Terkadang angin berhembus mengayun-ayunkan dedaunan dan membuat sinar itu tak karuan. Dengan sabar pria itu mencoba memfokuskan matanya.
Ia tidak mengerti setip kali ia melihat orang itu, pikirannya bebas dan orang itu selalu menarik perhatiannya. Orang itu seolah mesin pembersih beban miliknya. Dan setiap kali ia tidak bisa mengendalikan diri, orang itu mendadak menjadi pengemudi. Dan itu sangat membantunya.
Disaat-saat pria itu memperhatikan, tiba-tiba teman-temannya menepuk pundaknya. Sang pria langsung membalikkan tubuhnya.
“Hai, ngapain lo?” Tanya salah satu temannya sambil meletakkan tangannya dibahu sang pria. Pria itu melirik ke arah orang yang dari tadi ia perhatikan.
“Oh, dia,” Sahut temannya yang lain. “Selera lo buruk, bro. Mendingan ikut saran gue aja gimana?” Sang pria hanya tertawa kecil.
“Keukeuh banget, sih.”
“Heeh, tu anak kan gak mungkin peka sama cowo,” Temannya ribut mempermasalahkan orang yang ia perhatikan.
Pria itu melirik orang itu lagi. Berlahan matanya kembali melihat temannya setelah tahu jika orang itu telah hilang dari tempat tadi. Dengan malas ia melihat temannya yang masih ribut memberi petuah padanya.
“Heh, denger ya. Cowok itu harus punya derajat di atas cewe.”
“Lo tu gak pantes sama dia..”
“Bukannya kita mau ngehina, tapi..” Potong temannya.
“Harga diri lo.” Potong temannya lagi.
“Ikutin aja apa yang kita omongin. Kita kan senior dihal ini,” Sang pria hanya menatap kedua temannya bergantian.
“Kalian cemburu kalo aku suka sama dia?”
>>>>><<<<<
Sore harinya.
“Heh, Jean,” Panggil seseorang. Jean segera berbalik. Setelah ia melihat siapa yang memanggilnya Jean menghela nafas.
“Hei, Dias,” Balasnya malas. Dias berlari kecil menuju Jean.
“Ada yang ngedaftar lagi, gak?” Tanya Dias.
“Bukannya lo masih ada si Jaka?”
“Baru putus,” Jean melihat anak-anak teater yang sedang sibuk berlalu lalang di depan mereka.
Oleh Luthfita