“Pas liat kamu pertama kali di kampus, aku kayak kenal kamu. Gak tahu kenapa. Semakin hari aku terus perhatiin kamu, dan ya aku gak bisa gak merhatiin kamu setelahnya. Kalo enggak itu kayak ada yang hilang gitu. Terutama saat aku tahu kamu anggota teater ayah, ya jadi aku ikut teater juga. Kebetulan saat itu mau ada drama musikal dan butuh pianis karena pianis lama mengundurkan diri. Kamu masih ingat? Pas pertama kali kita tatap-tatapan?” Dion menatap ke arah Jean. Kemudian ia meraih tangan Jean dan meletakkannya pada dada Dion.
“Dari saat itu, jantung aku selalu kayak gini setiap ngeliat kamu, dekat dengan kamu, dan ngebayangin kamu.”
Jean perlahan menjauhkan tangannya dari dada Dion. Ia dapat merasakan debaran cepat dari jantung Dion. “Tapi alasan itu gak cukup, kan? Buat jadi penyebab aku ngelamar kamu.”
Dion menarik napas dalam. “Sampai aku coba, buat ngelepas kamu sama Rangga.”
“Kak Rangga?”
Dion tersenyum kecil. “Bukannya kalian dekat?”
Entahlah, balasan Dion tidak membuat Jean puas. “Aku coba beberapa kali. Dan aku sampai disatu kesimpulan, kalo aku gak bisa biarin kamu pergi dari aku. Dan sebelum kekhawatiranku menjadi nyata, aku putuskan buat lamar kamu sebelum semuanya terlambat.”
“Jadi, kamu mau?”
Jean benar-benar belum siap dengan semua ini. “Dion aku-“
“Aku mohon, jawab iya.” Potong Dion yang semakin membuat Jean merasa terbebani.
“Dion ini-“
“Kalo kamu belum bisa bilang ‘iya’ gak papa, aku masih bisa nunggu.” Dion meraih kedua tangan Jean dan menggenggamnya erat di depan dadanya. “Tapi jangan nolak aku.”
~
Rangga didera rasa kecewa beberapa hari ini. bukan karena Jean tidak membalas pesannya lagi, tapi karena rencara jalan berdua mereka harus batal karena Jean yang masih berada di rumah orang tuanya. Ingin sekali Rangga menyusul Jean, jika saja ia tidak ingat jika besok ada rapat dan kondisi tubuhnya masih belum begitu baik setelah ia paksa kerja rodi seminggu kemarin.
‘Kapan pulang, sih? Kangen nih’
Rangga meletakkan ponselnya dan kembali meratapi laptopnya yang menayangkan sebuah film yang sudah ia tonton sebelumnya. Maklum gaji belum turun.
“Kak!!” Nisa menyelonong masuk ke dalam kamar Rangga dan mendapati kakanya tengah tengkurap di atas ranjang dan menonton film di laptopnya.
“Apaan?” tanya Rangga malas.
“Anter nyari tukang photokopi yuk!”
“Kan ada yang deket rumah bu RT.”
“Iya, tadi udah ke sana tapi katanya rusak. Buruan deh.”
“Kan lo juga bisa pake motor.”
“Ish! Sekalian ambil printer di tempat servis.”
“Lo aja sana! Sendiri! Ngerepotin orang lain aja!”
Nisa menghampiri kakaknya kesal. Menarik tangannnya dan berkata, “Biar lo gak keliatan ngenes gegara doi-nya pulang kampung dan gagal ngedate.”
Rangga menatap sinis ke arah sang adik yang dibalas oleh cengiran lebar Nisa. Rangga menarik napasnya dalam sebelum bangkit dan mematikan laptopnya. Hal itu membuat Nisa girang, karena sebenarnya ia tidak hanya ingin pergi ke dua tempat saja.
~
Bantu klik tanda suka, kasih komentar, bagiin cerita ini ke teman, dan jangan lupa tinggalkan kesan pesan dan bintang untuk cerita ini.
Sampai jumpa di episode selanjutnya,
Luthfita A.S