Jean memaksakan diri untuk berdiri dan mencoba gerakannya tanpa melihat dan mendengarkan video. Ia mencobanya dengan pelan dan hati-hati agar kakinya tidak terkilir lagi. Tapi kali ini Jean menambahkan beberapa gerakan yang tidak ada dalam video dan menggantikan gerakan-gerakan dalam video yang belum ia hafal sepenuhnya.
Rangga datang kembali dengan muka masam dan langsung duduk. Ia melihat Jean yang masih saja keras kepala memaksakan diri untuk melatih gerakkannya. “Udah jangan dipaksain nanti nambah sakit.”
Jean berhenti dan menatap kearah Rangga. “Nih, aku bawa minyak oles.”
Jean duduk berhadapan dengan Rangga. Ia mengambil minyak oles itu dari tangan Rangga. “Bentar lagi kan mau pentas kamu malah keseleo. Bawa masalah aja.”
Jean menatap Rangga yang menyalahkannya dengan kesal dan mengoleskan minyak kekakinya tak karuan.
“Tadinya kakak mau nyoba gerakan kita hari ini. Eh malah keseleo.” Keluh Rangga.
“Udah nyalahin aku, nya?” ucap Jean kesal.
“Maksud kakak bukan nyalahin kamu.” Bantah Rangga. “Kakak cuman kesel aja. Kemarin malam kakak tuh gak istirahat banyak. Kakak cari gerakan ini itu, cari lagu ini itu. kakak tuh maunya hari ini kita …”
“Nanti dulu, kak.” Potong Jean.
“Emangnya kita nanti pentas bareng?”
“Kan semuanya udah kakak atur buat sepasang-sepasang.” Jean melongo.
“Aku sama kakak?” Rangga mengangguk.
“Kenapa?” Rangga terdiam.
“Harus?” Rangga kembali mengangguk.
“Itu alesan kakak masuk ke teater lagi?”
Rangga terdiam kembali. Jean memberikan kembali minyak oles itu pada Rangga. “Kakak tuh ya. Nyebelin.”
Rangga hanya bisa tersenyum dan menatap Jean. “Apaan lo? Senyum-senyum gak jelas!”
Rangga menurunkan senyumnya.
“Denger ya, Jean. Aku, Rangga Dinata gak akan kalah sama cewek keras kepala yang namanya Jean Andita sampe dia luluh, oke?”
>>>>><<<<
Jean mengikuti Rangga dari belakang. Kakinya masih agak sakit setelah tadi Rangga memijit kakinya untuk kedua kalinya. Mereka berjalan keluar dari gedung. Tadi Rangga memutuskan untuk mengantar Jean ke kosannya.
Di luar gedung Rangga tidak langsung menuju pelataran parkir gedung teater dan mengambil motornya. Jean berhenti dan menatap motor-motor yang terparkir disana da mencari motor milik Rangga.
“Kak.” Panggil Jean tanpa berkutik dari tempatnya. Rangga berhenti dan menatap kepada Jean. “Kakak gak bawa motor?”
“Emang enggak.” Jawab Rangga santai.
“Ih kak… kaki aku kan baru mendingan masa disuruh jalan kaki, sih?” Rengek Jean.
“Ya mau gimana lagi.”
“Ya udah aku minta dijemput Uci aja.” Jean mengeluarkan handphonenya.
“E…. tunggu dulu. Tadi kakak cuma becanda. Kita naik taksi. Rumah kakak kan jauh dari sini.” Jean menurunkan handphonenya. “Tapi anter kakak ke warung di sana, ya? Haus nih.”
Jean menghela nafasnya dan mengangguk kecil.
>>>>><<<<<
Jean duduk di dalam warung kecil itu. Rangga duduk di samping Jean dan menyodorkan minuman pada Jean. Jean mengambil minuman itu dan langsung membuka tutupnya karena ia juga haus.
“Panas banget.” Ucap Rangga sambil mengibas-ngibaskan ujung jaketnya ke lehernya.
“Udah tau panas. Pake jaket.”
“Fashion.”
“Fashion, fashion. So gaya banget.” Ledek Jean. Rangga melirik Jean.
“Kamu bawa tissu, gak?” Jean mengambil tasnya dan mencari-cari tissu di dalam tasnya.
Jean mengeluarkan tissu dari tasnya.
“Tolong…”
Jean langsung menempelkan tissu itu ke kening Rangga tanpa mendengarkan perkataan Rangga selanjutnya. “Bisa agak sopan dikit?”
“Coba kakak lepas deh tissunya.” Rangga melepas tissu di keningnya. “Tuh, keringetnya langsung ilangkan. Tadi kakak mau minta aku mengapus keringetnya, kan?”
Rangga terdiam dan meminum kembali minuman di tangannya. “Kamu punya hubungan apa sama Dion?”