14
Hari ini panas sekali, saking panasnya cucian yang baru keluar dari mesin cuci dan kujemur satu jam lalu sudah kering saat ini. Bagus karena sore ini aku hendak menjenguk demigod-ku yang demam sejak empat hari lalu dan membawakannya sup sayur buatanku sendiri. Selama ini ia sering menyuruhku untuk belajar memasak dan baru kali ini aku menurutinya. Aku rela bangun pagi-pagi di hari Minggu yang indah ini untuk pergi ke pasar membeli bahan kemudian mulai memasak dengan panduan resep yang telah kusiapkan semalam. Masakanku telah siap dalam rantang stainless dan aku tak sabar untuk segera meluncur kesana.
Tak apakah aku kesana seorang diri atau perlukah aku mengajak teman? Aku menimbang-nimbang sedari tadi, itulah mengapa aku belum juga berangkat.
Ah! Oke, aku akan menghubungi Rachel, teman kecil sekaligus tetanggaku yang juga berteman dengan Elios, kalau dia bisa aku akan pergi bersamanya jika ia tidak bisa maka aku akan pergi sendiri, putusku setelah sekian lama merenung sembari duduk di teras sendirian.
Aku membuka ponselku dan mencoba menelponnya secara gratis melalui aplikasi. Panggilan pertama tidak diterima, mungkin dia sedang berada di kamar mandi. Panggilan kedua berakhir sama, mungkin ia meninggalkan ponselnya di kamar. Kucoba satu kali lagi, jika masih gagal berarti aku harus pergi tanpanya.
"Angkat lah, angkat, angkat," gumamku sembari menunggu.
"Halo," sapanya setelah beberapa lama, membuatku ingin bersorak saja, padahal belum tentu juga ia bisa.
"Rachel, Rachel, Rachel, ayo temani aku," pintaku tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Ih, mau kemana? Kalau mau ditraktir sih ayo ayo aja."
"Tar traktir es batu deh, temenin aku dulu tapi."
"Kemana? Ogah es batu doang."
"Ke tempat Elios bentar. Yaudah, es batu ama teh botol oke?" kucoba bernegosiasi dengannya.
"Males ah jauh," tolaknya begitu mengetahui kemana aku mengajaknya.
"Yaahh... Es krim deh, rujak es krim juga boleh."
"Mager nih, kapan-kapan aja."
"Ih orang perlunya sekarang kok kapan-kapan."
.
Tetap saja Rachel pada pendiriannya, tak luluh oleh berbagai macam rayuanku hingga akhirnya aku menyerah dan memutuskan untuk pergi sendiri dengan menumpang taksi online. Hari masih begitu panas ketika aku turun dan berjalan sedikit memasuki gang rumah Elios, namun langit berubah menjadi mendung dalam sejekap mata begitu aku memencet bel yang terpasang di samping pintu masuk bagian atas.
Pintu dibukakan oleh ibu Elios setelah sekian menit aku menunggu.
"Nak Thia, nyari Elios ya?"
"Iya, Tante. Elios sakit ya?"
"Sudah sembuh, sudah jalan-jalan malah."
"Jalan-jalan?" tanyaku bingung, ia bahkan belum mengabariku kalau sudah sembuh.
"Kirain malah sama kamu, soalnya wangi banget, biasa juga males mandi."
"Nggak, Tante, saya kira malah belum sembuh."
"Yaudah, masuk aja dulu, tunggu di dalam."
Aku mengikuti ibu Elios masuk dan menutup kembali pintu di belakangku. "Sudah tadi ya perginya?"
"Sekitar setengah jam, coba ditelpon aja, jangan-jangan dia ke rumah kamu."
Ketika aku ditinggal sendiri di teras dalam aku mengeluarkan ponselku guna menelpon demigod-ku itu. Tidak ada jawaban. Hingga dua kali aku mencoba menghubunginya namun dua kali juga aku gagal, baik panggilan langsung ke nomornya maupun panggilan melalui Line diabaikannya. Positive thinking aja, mungkin dia lagi di jalan. Bosan menunggu dalam diam aku membuka aplikasi-aplikasi sosial media untuk sekedar membuang waktu sembari melihat-lihat, barangkali ada yang lucu.
"Tante, saya pamit ya," aku melongok masuk ke dapur yang berada di luar bangunan utama dimana ibu Elios tengah memasak.
"Loh, nggak jadi nunggu Elios?"
"Besok aja ketemu di sekolah, dia masih lama kok."
"Oh ya udah."
"Misi ya, Tante."
"Iya hati-hati di jalan."
Aku mengangguk dan keluar tanpa perlu diantar, toh pintu depan tidak dikunci. Tepat setelah aku melangkahkan kakiku yang pertama setelah menutup pintu kembali hujan turun dengan derasnya tanpa aba-aba sedikitpun dan langsung membasahiku. Aku tak berusaha untuk mencari tempat berteduh, justru aku berjalan lambat tanpa tujuan, hanya mengikuti kemana angin membawaku. Tak peduli lagi jika aku mungkin bisa demam atau flu, yang kutahu saat ini aku hanya ingin berjalan lambat sembari menangis dibawah guuyuran air hujan yang akan menyamarkan air mataku.
***