Penasaran Saoci dan Syifa belum berakhir. Tanda tanya besar masih bergelayut difikiran mereka berdua. Tak tahan akhimya mereka menanyakan langsung ke aku soal Bros yang difoto Bang Dago di dekat area jasad pegawainya.
Siang itu Saoci ke ruang kerja aku,
"Kok kamu absen beberapa hari ini di Cafe Pojok ? Kamu sakit? " tanya Saoci.
Tampak aku menyibukkan diri dengan menjawab singkat .
"Nggak, aku sibuk banget banyak kerjaan yang tidak bisa aku tinggal . Nanti deh, minggu depan baru bisa nongkrong bareng kalian di Cafe Pojok. Oke," jawabku
" Nggak biasanya deh, kantor juga nggak ada event. Ayolah Dens ada masalah apa?" tanya Saoci sedikit mengejar.
" Friends, kalian tahu kan siapa aku? apapun masalahku, kalian tidak berhak tahu, " tegasku menyingkat pembicaraan siang itu.
" Sebenarnya ada yang mau kutanyakan Dens," sambil menyodorkan foto dari hp Saoci ke aku
"Loh ini brosku yang hilang dan sempat aku cari di sekeliling ruangan kantor. Kok ada di lokasi bang Dago?" ucap ku dengan raut wajah sedikit bingung.
" Nah itu dia, apa kamu berada di lokasi saat kejadian itu Dens?" Tanya Saoci lagi
" Nggak lah.terakhir kan kita nongkrong sampai jam 8 malam langsung pulang," tegasku lagi.
" O I see, berarti sekitar jam itu kita bareng-bareng kan disitu. Tapi, Bros itu ?" tanya Saoci lagi sedikit mendesak.
" Aku tau dipikiran kamu atas kasus ini, kamu tuduh aku pelakunya? gila kamu. Aku bukan seorang pembunuh Ci.Ci. K benar-benar gila," aku menjatuhkan diri di kursi ruangan.
"Memang semalam kita nongkrong aku sempat pakai Bros itu. Masih nempel di baju, mungkin terjatuh saat aku arah pulang," penjelasanku kali ini melegakan hati Saoci.
"Legaaa,ercaya deeh. Tidak mungkin lah kalau aku nuduh kamu. Tapi sempat terpikirkan juga sih," jawab Saoci.
" Waah aku bisa dijadikan saksi, urusan jadi panjang kalau mereka ngejar barang bukti itu," imbuhku sambil menaruh tangan di pinggul.
" Tenang saja, selama kamu benar kenapa takut. Jawab saja sejujurnya," ucapan Saoci 100% benar, kenapa mesti takut.
Dari foto yang disodorkan Saoci, aku akhirnya jadi ikut penasaran campur bingung juga. Pas banget bros itu ada di lokasi kejadian. Tapi kenapa bang Dago nggak interogasi aku. Mungkin mereka tidak menaruh curiga berlebihan, sedangkan barang bukti utama pisau untuk menusuk korban tidak ditemukan di lokasi pembunuhan.
" Rapi banget ya, sahutku saat ngumpul bareng Saoci dan Syifa," kita bertiga termenung sejenak. Entah apa dibenak masing-masing seperti berusaha menebak-nebak pelaku kejadian ini.
" Hampir saja aku tuduh kamu Dens," suara tertawanya Syifa membuyarkan lamunanku dan Saoci.
" I know, kalian berdua pasti menuduhku. Bros itu terjatuh saat kita pulang jam 8 malam, dan aku tidak tau kalau Bros itu tepat jatuh di lokasi kejadian. Jelas bukti tidak valid dan memang bukan aku pelakunya, " jelasku singkat.
"Bentar, CCTV kan ada friend?" kali ini aku agak serius.
"Sudah dibilang bang Dago, tidak jelas ada tampak dari belakang wanita. Tapi saat dari dekat tampak ada lelaki mendekati korban. Korban masih berdiri tegak seperti tidak ditusuk. Dan ambruknya korban cukup lama sekitar diatas 2 jam loh Dens. Aneh kan," uraian kejadian semakin bikin penasaran saja.
"Emmmm, ngak tau ah. Mikir kerjaan kantor aja ruwet. Lebih baik kita menikmati cokelat hangat saja. Aku yg traktir," jawabku langsung menutup pembicaraan kasus itu.
Tak lama dari arah pintu Cafe luar, masuk si Rudi cupu manusia pendiam sejagat raya itu. duduk di tempat tak pernah berubah dan aktifitas selalu sama. Pesan minum lanjut baca buku.
"Hahahaha kekasihnya Syifa," godaku ke Syifa.
" Isshh pamali godain gue terus Luh, cabut yuk dah malam neeh besok aku diajak bos ke luar kota ada meeting dengan klien," ajak Syifa balik pulang.
"Oke ! ayo Ci kita go home, capek " ajakku mengiyakan Syifa.
Merekapun beranjak pulang.