Bolehkah aku tahu semua tentangmu, tapi tanpa tuduhan aku menyukaimu?
Aku hanya bersikap peduli. Karena bagiku, peduli dan menyukai adalah hal yang berlainan.
- Breakeven ????
"Lo lebay banget sih sampe di cariin ke kelasnya," Damar yang berdiri di sebelah Galaksi berujar ketus. "Jadi lo suka beneran sama si Zeten Zeten itu? ungkapnya. "Cepet juga lo move on dari Nad-"
"Bacot," potong Galaksi yang langsung di balas dengusan oleh Damar.
Galaksi menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Ia kemudian menurunkan buku yang menutupi wajahnya, lantas melangkahkan kakinya berdiri di ambang pintu kelas Letta.
Spontan, semua yang berada di dalam kelas menoleh kearahnya, diiringi tatapan berbinar kemudian oleh cewek-cewek yang ada di sana.
"Kenapa Gal?" tanya seorang cowok yang bername-tag Genta Fajarian.
"Zeth-"
"Oh, pacar lo? Dia ga masuk. Kalo tanggal-tanggal segini dia emang ga pernah masuk. Biasanya sampe tiga atau empat hari. Gue juga gatau kenapa," jawabnya, memotong ucapan Galaksi.
Galaksi lantas menaikkan kedua alisnya. "Yang deket sama dia di sini ada?"
"Kalo itu gue gatau. Soalnya anaknya flat-flat aja perasaan. Eh, tapi coba lo tanya Dion deh. Dia sebangku sama Letta. Paling lagi di kantin dianya, sama rombongan anak musik."
Galaksi mengangguk, mengucapkan terima kasih, setelahnya berlalu melangkahkan kakinya menuju kantin, yang diiringi Damar dengan wajah kesalnya.
Sesampainya di kantin, mata Galaksi memindai seluruh sudutnya untuk menemui sosok Dion, dan benar, cowok itu sedang makan di kursi kedai Bu Kangen bersama dua orang temannya.
"Yon," panggil Galaksi.
"Udah gue bilang, jangan motong nama gue bangs-Galaksi, kenapa lo?"
"Pacar gue mana? Dia ga masuk."
Dion lantas berdecih. "Pacar lo? Pur-ASU!"
Galaksi memukul kepala Dion. "Otak lo ada lalatnya tadi."
Galaksi mendengus. Pur--? Pura-pura kan maksudnya? Itu berarti Letta menceritakan tentang ia yang menjadi pacar pura-puranya pada Dion.
Galaksi menatap Dion tajam. "Gue mau ngomong bentar sama lo."
Tiba-tiba, Dion malah berdiri meninggalkan Galaksi menuju kedai Bu Sayang. "Bu, rokok gudang garam sebungkus," bisiknya, agar tak terlalu terdengar anak OSIS apalagi guru.
Bu Sayang yang memang sudah kenal baik dengan Dion, langsung mengacungkan jempolnya dan mengambilkan rokoknya. "Di bayarin sama ni anak bu." Dion tersenyum miring sambil menepuk pelan pundak Galaksi yang mengiringi langkahnya tadi.
"Sialan!" desis Galaksi, karena dengan santainya Dion sudah meninggalkannya lagi. Terpaksa Galaksi yang membayarnya.
Dion memberhentikan langkahnya ketika mereka sudah sampai di pinggir kelas sepuluh yang cukup sepi, namun dengan tangan Galaksi yang kini penuh dengan coklat batangan, karena beberapa cewek adik kelasnya tadi sempat mengerubunginya.
"Sini, buat gue aj-"
"Gak! Ini buat Letta," potong Galaksi, menyelamatkan coklatnya yang hendak di sambar Dion. Tetapi setelahnya ia mengernyit sendiri karena kalimat yang ia ucapkan barusan.
Dion mendengus. "Gaya lo, sok-sok'an kayak beneran jadi pacar Letta. Atau lo emang udah suka beneran sama dia?"
"Bukan urusan lo."
Dion berdecih. "Jadi lo mau apa?"
"Letta mana?"
"Sekarang tanggal berapa?"
"Dua tujuh,"
"Dia menstruasi," jawab Dion datar.
Galaksi mengernyit. "Hubungan dia ga masuk sama menstruasi apaan?"
"Dia selalu nyeri datang bulan. Kalo misal udah bener-bener parah, dia bisa sampai pingsan. Tapi itu dulu, sekarang udah ga terlalu."
Galaksi menghela napas kasar. "Kok lo bahkan Dewa bisa hapal banget sih tang-"
"Ulangi. Siapa tadi?!" tanya Dion, kali ini benar-benar mengalihkan atensinya pada Galaksi, di tambah dengan tatapan tajamnya.
"Dewa?" ulang Galaksi, namun dengan selipan tanya di kalimatnya.
"SIALAN! Kok lo bisa tau Dewa? Dia ketemu sama Kala?"
Melihat ketidakselow'an Dion dengan nama Dewa, membuat Galaksi hampir menyatukan kedua alisnya, heran. "Bentar, kok lo bisa tau sama Dew-"
"DIA YANG UDAH BIKIN LETTA NGEROKOK, SIALAN!"
Galaksi refleks terdiam, setelah dengan mulusnya Dion mendaratkan beberapa air liur ke wajahnya yang membarengi bentakannya tadi.
"Liur lo muncrat," celetuk Galaksi, mengusap wajahnya.
Tak menggubris, kini tatapan tajam juga wajah yang sudah berubah penuh amarah, mendominasi wajah Dion. "Kemarin lo ajak Kala ke mana sampe dia bisa ketemu Dewa?"
"Arena tinju."
"Bangsat! Lo pikir Kala apaan lo ajak ke tempat kayak gitu, goblok! Kalo bukan di sekolah aja, udah gue tonjok muka lo!"
Setelahnya, Dion lantas hendak meninggalkan Galaksi, namun Galaksi dengan cepat menahannya. "Gue belum selesai," ujar Galaksi. "Jelasin ke gue, semuanya, tentang Letta."
Dion mendengus. "Itu sama sekali ga penting buat pacar pura-pura ga becus kayak lo." Setelahnya ia benar-benar pergi meninggalkan Galaksi.
"Oh, pacar pura-pura ternyata." Membuat Galaksi menoleh ke sumber suara, dan mendapati Nada yang tersenyum, menaikkan sudut bibirnya.
"Sialan, Nada," desis Galaksi, hampir tak bersuara.
...
"Kala. Buka pintunya. Ada yang mau ketemu kamu."
"DION? KALO DION SURUH PULANG AJA, KALA UDAH SEHAT BILANGIN."
"Bukan. Tap-"
"Ini gue, Galaksi."
"GALAKSI? MAMA LEMPAR AJA DARI LANTAI DUA."
"Kala! Ga boleh gitu!"
Galaksi tersenyum masam. "Gapapa tante. Nanti saya aja yang manggilin dia. Kalo tante mau masak lagi, ke bawah aja."
Mama Letta tersenyum. "Yaudah, tante ke bawah dulu ya."
Galaksi mengangguk. Lagi-lagi ia berpikir, keluarga Letta memang keluarga yang terlalu harmonis untuk menyebabkan Letta menjadi seperti badgirl. Dan jawaban Dion di sekolah tadi cukup menjadi penegas utama, jika ke-badgirl'an Letta disebabkan oleh faktor lain.
"Letta. Bentaran doang elah."
"LO BAWA MAKANAN GAK? ANGGEP AJA ITU SEBAGAI BAYARAN LO MAMPIR KE SINI. KALO NGGAK, LO GA GUE BUKAIN PINTU."
Mendengar itu, Galaksi mendengus. "Iya-iya. Gue bawa," jawabnya sambil nyengir menatap kantong belanjaan yang ia bawa.
Ceklek...
Namun, belum pintu terbuka seluruhnya, Galaksi langsung menerobos masuk, lalu menutupnya.
PLAK!
"SAKIT LETTA!"
"Makanya, jangan seenaknya nerobos kamar gue! Keluar lo!"
Bukannya menurut, Galaksi malah mengulurkan kantong plastik di tangannya pada Letta, agar cewek itu berhenti memarahinya. Letta lantas mendengus, lalu menyambar bungkusan plastik itu, seolah melupakan fakta kalau ia tadi baru saja mengusir Galaksi keluar.
"Sialan," maki Letta, menatap Galaksi tajam setelah membuka bungkusan plastik dari cowok itu.
Galaksi nyengir. "Roti jepang, sama Kiranti. Makanan dan minuman yang sangat sehat untuk cewek yang lagi nyeri menstruasi kayak lo. Hehe..."
PLAK!
Sekali lagi pukulan mendarat mulus di kepala Galaksi.
"Keluar lo!" marah Letta.
"Gak," Galaksi dengan cepat mendaratkan pantatnya di lantai, duduk bersila dengan cengiran bodohnya masih setia menggantung di bibirnya.
"Ada yang mau gue tanya."
"Gue ga peduli." Letta berbalik menuju kasurnya, kembali bergelung di sana, membelakangi Galaksi.
"Ini tentang Dewa." Galaksi menjeda kalimatnya, menarik napas kasar. "Yang udah bikin lo ngerokok."
Hening.
Hingga beberapa detik kemudian Letta mengangkat tubuhnya untuk kembali duduk. Hazel kecoklatannya menatap Galaksi datar.
"Sejak kapan lo sok peduli sama urusan orang lain?"
Mendengar itu, entah kenapa Galaksi malah terkekeh hambar.
'Sejak kapan gue peduli sama urusan orang lain,' - ulang Galaksi dalam hati.
Pandangan mereka bertemu. "Semenjak gue kenal sama lo."
...
Next...Next... pengen tahu si galaksi sama zetheera menjalani pura-pura pacaran dan tingkah fansnya galaksi melihat mereke berdua.. Hihihihi... ;d
Comment on chapter [2] Sarkasme