Aku tak pernah menduga, menjadi peduli ternyata semelelahkan ini.
- Breakeven
"Lo tau kan apa yang lo lakuin sama gue tadi?!" tanya Letta dengan raut muka seakan hendak meledak dalam kemarahan, menuntut penjelasan dari mulut Galaksi yang kini hanya bungkam adanya, tapi matanya malah menatap seolah tak melakukan dosa apapun pada manik cewek di depannya.
"SIAL!" maki Letta dengan teriakan kesal.
"Maaf, gue sengaja. Lagipula itu demi lo kan?"
Sengaja katanya? Gigi cewek itu spontan bergemelutuk. "Demi gue apa, sialan!" bentak Letta sekali lagi.
Galaksi menghela napasnya pelan. Bukan keinginannya untuk mencium Letta di atap tadi jika tidak dalam keadaan urgent. Catat, urgent. Kalau Galaksi membiarkan asap rokok itu di dalam mulut Letta, bisa saja kan cewek itu tersedak asap, atau asapnya malah nyasar ke lambung.
Tidak lucu, menurutnya jika Letta mati dengan headline 'Meninggal karena asap rokok salah alamat yang nyasar ke lambung.'
"Gue pulang dulu. Lo sekolah baik-baik." Galaksi langsung saja berbalik meninggalkan Letta, tapi cewek itu malah mencekal pergelangan tangan Galaksi, menahannya, maka berbalik adalah yang pertama kali Galaksi lakukan.
"Sekarang lo mau bolos?" tanya cewek itu dengan tatapan menghakimi.
Galaksi tersenyum tipis. "Di skors seminggu, orang tua gue di panggil." Lantas setelahnya Galaksi meninggalkan Letta yang kini menatap diam ke arah kepergian cowok itu.
...
Jika di katakan Galaksi menyimpan sejuta pertanyaan tentang Letta, maka jawabannya iya, sangat iya bahkan. Maka mencari Dewa adalah hal pertama kali yang ia pikirkan.
"Gue mau ke ring, Dam. Gue mau nantang Dewa lagi, ada yang mau gue tanyain. Nanti pulang sekolah lo nyusul aja," ujar Galaksi, setelah sampai di mejanya, bermaksud mengambil tasnya untuk pulang.
Memicing juga tatapan melarang adalah respon pertama kali yang Damar keluarkan. "Asal lo tahu, walaupun Rangga masih tidur jelek di rumah sakit, tapi antek-antek dia di ring bisa aja ngejebak lo. Gue denger itu kemaren pas lo puluang duluan. Jadi bareng sama gue nanti. Lo bisa nunggu di rumah gue kalo misal lo takut di marahin bunda lo."
Tak ada jawaban, tapi hanya ada respon berbalik dan bersiap melangkah pergi yang di lakukan Galaksi, membuat Damar terpaksa mencekal tangan Galaksi secepatnya.
"Dengerin gue goblok!"
"Iya iya sayang! Bawel banget sih!" Galaksi nyengir, yang tentu saja membuat Damar cepat melepas cekalan tangannya, jijik.
Masih dengan tatapan jahil Galaksi juga di tambah kekehan gelinya melihat respon Damar, ia melangkah pergi.
Tapi Damar tahu, Galaksi akan tetap pergi ke ring sekarang juga.
...
"Jangan sampai lo ngomongin hal ga penting, setelah gue jatuh dari pagar buat bolos gara-gara lo."
"Gue tantang lo sekarang."
Dewa mendengus. "Gue sadar diri kalo gue bukan tandingan lo. Jadi langsung aja, apa yang mau lo tanyain."
"Tentang Letta," sahut Galaksi.
Lantas Dewa sedikit menghela napas. Mengungkit kejadian pahit akan kebodohannya dulu bukan hal menyenangkan tentu saja.
"Tapi..." Dewa menggantung kalimatnya, melayangkan pandangannya di sekeliling ring yang kini sudah di penuhi orang-orang yang menatap lurus ke arah mereka dengan berpangku tangan. "Lo ga berniat buat ngeroyok gue, kan?"
Mendengar itu pula membuat Galaksi ikut melayangkan pandangannya. Refleks dahinya mengernyit samar. Sejak kapan ring mereka di kelilingi oleh orang-orang yang tidak ia kenal, kecuali Mang Ojak, cleaning service yang kini terlihat sedang menyapu kursi tribun. Padahal tadi cuma ada dirinya dan Dewa, juga beberapa orang yang memang Galaksi lihat sering berada di sana untuk latihan.
Tiba-tiba terdengar sebuah tepukan keras dari sudut ruangan, membuat atensi Galaksi juga Dewa langsung teralih pada sumber suara. Rangga, dengan kursi rodanya.
"Sialan!"
"Brengsek!" Umpat keduanya bersamaan.
"Ow! Dewa! Galaksi! The Guardian of Zetheera Sekaletta? Tinggal satu lagi. Ah! Dion, benar?" tanyanya dengan tawa kering yang terdengar menjijikkan.
Dewa lantas mengernyit samar. Rangga tau Galaksi?
"Masih belum kapok juga lo udah gue bikin kayak gitu? Kurang?" tanya Galaksi semakin membuat Dewa heran.
'Galaksi pernah bertanding dengan Rangga?' Tanyanya lagi pada diri sendiri.
"Lo pengen tahu tentang Letta, kan? Ah, seharusnya karena lo menang kemarin, lo berhak dapat penjelasan dari gue. Dan sekarang, kebetulan gue di sini, kenapa lo ga nanya langsung sama orang yang bersangkutan langsung, hm?" ujarnya dengan seringaian.
"Gausah banyak omong lo, brengsek!" sambar Dewa dengan geraman tertahan juga tangan mengepal, seolah sedang mengumpulkan amarahnya di sana.
Rangga lantas tertawa. "Oh Dewa. Atau lo mau ngulang lagi taruhan kita dulu, buat dapetin tub—"
"SIALAN!" Dewa langsung bergerak untuk menuruni ring, bermaksud menghabisi Rangga.
Ctak! Lampu seketika padam, di iringi dengan tawa meledak Rangga.
"Sial!" desis Galaksi, tatkala ring tempat mereka berdiri mulai berderak. Dewa yang awalnya hendak turun dari ring tadi, spontan mengurungkan niatnya, dan seolah terdapat alarm, punggung Galaksi juga Dewa menyatu, saling membelakangi.
"Jadi ini cara bertarung pecun--?"
"Arghh!"
Kalimat Dewa terpotong dengan bunyi pukulan yang sepertinya mengenai tubuh Galaksi. Dan sepersekian detik kemudian, bunyi pukulan beruntun menyahut.
Di sela, sebuah kekehan terdengar. "Lo mau tau tentang Letta kan?" tanya Rangga dalam gelap, yang sebenarnya bermonolog untuk dirinya sendiri, sambil menikmati pertarungan tak imbang antara Dewa dan Galaksi dengan antek-anteknya.
"Lo pasti udah denger kata brengsek tentang gue baik dari Dion, Dewa, atau Letta sendiri. Ya, emang gue brengsek sih." Rangga terkekeh lalu melanjutkan kalimatnya, seolah bunyi pukulan merupakan musik pengiring yang cocok untuk memulai dongengnya kini.
"Gue pertama kali liat Letta di lintasan balap malam itu, dateng bareng Dion dan Dewa. Gue sempet heran ngeliat Dion sama Dewa ngebawa cewek ke sana padahal mereka sendiri sadar kalo itu tempat bahaya buat cewek. Karena gue brengsek, ya gue goda aja tuh cewek. Badan Letta sebenernya ga menarik-menarik banget sih. Tapi, gue suka aja penampilan tomboy dia." Rangga tiba-tiba terkekeh.
"Bangsat," desis Galaksi dengan suara hampir tak terdengar karena di keroyok tentu bukan hal bagus, namun ia terus memaksakan pendengarannya, mendengar cerita Rangga.
"Kayak biasa, gue cuma ngegodain tuh cewek. Tapi Dewa, si sok guardian angel ini, dengan emosinya langsung nonjok gue. Peraturan lapangan, siapa yang memulai dia yang nyelesain. Gue balas dia dengan ngajak tanding di lintasan, dan dengan sok kerennya dia nerima tantangannya."
Tawa Rangga semakin keras. "Gue orang yang ga pernah di kalahin siapapun di lintasan kecuali Dion. Tapi si idiot Dewa ini dengan sok hebatnya nantang gue padahal Dion udah ngelarang dia. And then, lo tau sendiri kan, Dewa kalah, pertemanan mereka bubar, dan gue, dapet tubuh Lett—"
"UHUK!" batuk sangat keras terdengar dari mulut Dewa, memutus cerita Rangga. Sepertinya cowok itu memuntahkan sedikit darah dari sana.
"Pergi dari sini Dewa!" seru Galaksi saat ia mulai merasakan orang-orang Rangga mulai menguasai tubuhnya.
"Lo ngeremehin gue?!" Dewa balas berteriak dengan serak, mendengar ucapan Galaksi yang seolah meragukan kemampuan dirinya, walau ia sendiri menyadari berada di keadaan seperti ini menyudutkan pergerakannya yang seolah terkepung.
"ARGH!" Pekikan kesakitan kini mulai terdengar dari mulut Galaksi. Fokusnya terbagi sejak awal Letta yang di jadikan taruhan. Padahal Galaksi bisa saja menghabisi mereka seorang diri, tapi di keroyok dengan keadaan gelap gulita juga 'dongeng Rangga' bukan opsi bagus untuknya.
Rangga, yang mendengar itu semakin tertawa di kegelapan, memilih berhenti pada ceritanya dan mulai menertawakan kegelapan di depannya. "Semangat, the guardian angel of Zetheera Sekaletta," sarkasnya.
"Pergi bodoh! Telpon Damar! Lo ada nom—ARGH!" Kalimat Galaksi terputus dengan tendangan sangat kuat mengenai pelipisnya. Tubuhnya terhuyung tapi dua tangan di masing-masing tubuhnya menahannya, menjadikan tubuh Galaksi seolah sebuah samsak yang kini di hantam kuat dengan kaki.
"GAL—"
"PER-ERGH! PERGII SIALAN!!" Galaksi terbata memotong panggilan Dewa padanya, tubuhnya mati-matian ia tahan dalam posisi untuk terus melawan.
Kali ini Dewa menurut, dengan mengerahkan tenaga, ia memukul sisa orang yang mengepungnya. Tidak terlalu sulit, karena kelihatannya prioritas orang-orang Rangga lebih tertuju untuk menghabisi Galaksi – mungkin bermaksud balas dendam.
Dewa membawa langkahnya kesulitan dalam keadaan gelap, karena tidak mungkin baginya menghidupkan flash handphone sementara dirinya bisa saja di keroyok lagi.
Kini ia sudah sampai di sebuah belokan yang ia sendiri tidak tahu di mana, karena seluruh ruangan memang berubah gelap drastis.
"Damar, Damar, Damar," gumamnya dengan tangan sedikit bergetar saat mengetikkan nama itu di kontak handphonenya.
CTAK!
Lampu kembali hidup, membuat Galaksi lantas bersyukur dalam hati, setidaknya sedikit, karena merasakan tubuhnya yang sudah remuk, tak bergerak.
"Main keroyokan ternyata. Ga jauh beda sama bos lo. Sama-sama pengecut." Bukan Damar, itu suara Dion yang kini telah berdiri bersisian dengan Damar di sebelahnya.
Suara tepuk tangan kembali menggema, siapa lagi kalau bukan dari Rangga. Atensi Damar dan Dion spontan menoleh ke arah Rangga.
"Lengkap sudah formasi Guardian angelnya Letta. Oh! Bahkan bertambah satu lagi." Mata Rangga melirik Damar dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu tepukan tangan di tambah sorakannya semakin keras terdengar.
"Sampah sialan." Kali ini Damar yang bergumam, lantas langsung berjalan menghampiri orang-orang Rangga yang mulai turun dari ring.
Rangga tersenyum puas. "Silahkan nikmati waktu kalian." Ia membalik kursi rodanya, keluar dari ruangan. Mengejar Rangga lalu menghajar lelaki brengsek itu? Dion juga Damar tadi bermaksud begitu, tapi antek-antek Rangga sudah lebih dulu maju menghadang.
Dan Dewa yang cukup terkejut karena kedatangan Damar juga Dion yang tiba-tiba padahal ia belum sempat menelponnya, kini sudah berdiri di atas ring, langsung ikut menghabisi orang-orang Rangga di sana. Sepuluh lawan tiga dengan lampu yang sudah menyala, setidaknya opsi ini lebih baik daripada sebelumnya bukan?
Keadaan Galaksi? Ouh, jangan tanya. Tubuhnya teronggok di sudut ring, menyempatkan beringsut sedikit demi sedikit untuk menghindari pertarungan Dewa dengan kepayahan, karena tubuhnya serasa remuk tak bersisa. Pelipisnya berdarah begitu pula sudut bibirnya yang sobek. Sudut matanya yang lebam membiru, juga mungkin sekujur tubuhnya bernasib sama.
Lagi, tangan Galaksi terulur merogoh saku jaketnya, mencoba mereject panggilan-panggilan berulang di sana beberapa saat lalu.
"Lain kali angkat, goblok." Suara itu menyentak Galaksi, memaksanya membuka mata yang kini terasa ribuan kali lebih sulit terasa. Sepersekian detik setelahnya, napas Galaksi ikut tersentak mendapati siluet Letta berdiri di samping ring.
Cewek itu berusaha menarik tubuh Galaksi untuk turun dari ring, hingga akhirnya pergerakan cowok itu juga ikut membantu, dan berakhir dengan Letta memapah tubuh berat Galaksi untuk duduk di salah satu kursi.
"Berhenti ikut campur Galaksi." Suara Letta menyiratkan kekesalan. Ah, mungkin lebih tepatnya marah.
"Berapa kali gue bilang. Yang lo lakuin itu percum—"
Galaksi tiba-tiba berdiri, memotong patahan kalimat Letta yang tak sudah, menimbulkan decitan pelan dari kursi yang ia duduki. Tiba-tiba tangannya menumpu pada kedua lengan Letta.
Tep...
Kepala Galaksi tiba-tiba terhempas pelan di salah satu bahu cewek itu.
"Gue capek, Letta," ucapnya lelah.
Perasaan gue juga capek, Galaksi Abimanyu...
...
Next...Next... pengen tahu si galaksi sama zetheera menjalani pura-pura pacaran dan tingkah fansnya galaksi melihat mereke berdua.. Hihihihi... ;d
Comment on chapter [2] Sarkasme