9. Anak Pintar
9 // Anak Pintar
"Aku pulang dulu, Ra," pamit Clara saat kakaknya menelponnya, menyuruhnya segera pulang. Clara melambaikan tangannya dan menitipkan pesan secara isyarat pada Ervin.
Terjadi keheningan singkat setelah kepergian Clara.
"Kuantar pulang." kata Ervin. Dia duduk di kursi samping tempat tidur Ara. "Aku tidak menerima penolakan."
"Aku bisa pulang sendiri. Terima kasih tawarannya." Ara berdiri dan mengambil tasnya, berjalan menuju pintu keluar.
"Ini tugasku untuk menjagamu. Kalau tidak Clara akan membunuhku," kata Ervin dingin. "Cepat."
Ara mendengus kesal. Orang yang baru ditemuinya ini benar-benar menyebalkan. Bagaimana mungkin Clara yang ceria berteman dengan orang pendiam seperti dia? Mereka terlihat sangat dekat padahal berbeda 3 tahun. Atau mungkin orang ini juga mengikuti kelas akreditasi tiga kali? Apakah sebenarnya mereka seumuran? Kepala Ara pusing memikirkan hal ini.
"Masuk." Ervin membuka pintu mobil bagian depan.
Ara tidak mengacuhkannya. Dia masuk ke dalam mobil lewat pintu bagian belakang.
????????????
"Ini rumah kamu?" tanya Ervin. "Kalau iya, cepat turun."
"Terima kasih." Ara melangkahkan kakinya menuju pagar rumahnya. Tiba-tiba Ervin menekan klakson mobil.
"Apa?" sahut Ara dingin.
Ervin menjulurkan tangannya. "Biaya dari sekolah sampai rumahmu sepuluh ribu. Di mana uangku?"
Ara melenggang pergi meninggalkan Ervin. Dia masih mendengar Ervin berteriak meminta uang sepuluh ribunya.
????????????
"Hah, ngeselin. Udah aku bilang bisa pulang sendiri. Tiba-tiba maksa. Sekarang suruh bayar? Ogah," kata Ara sebal. Bagaimana tidak? Orang itu tidak memberitahunya lebih dulu kalau harus membayar.
"Kepalaku tambah pusing." Ara mengambil handuk kecil dan sebuah baskom besar berisi air panas. Dia menaruh handuk yang telah diperas ke dahinya yang panas.
"Besok, kamu sudah harus sembuh, Ra. Kamu tidak boleh ketinggalan pelajaran." Ara berbaring di tempat tidur tanpa mengganti bajunya. Badannya sudah tidak bisa bergerak lagi. Beberapa detik kemudian, dia sudah ada di dalam dunia mimpi.
????????????
Ara membuka matanya. Dilihatnya mamanya sedang mengelus kepalanya lembut.
"Mama, kenapa kepala Ara masih pusing?" isak Ara. "Sakit."
"Shh, sebentar lagi kamu sembuh, sayang. Lain kali jangan main lumpur pas hujan lagi, ya. Bahaya," kata mama lembut, menasihati Ara.
Ara mengangguk.
"Tadi Bella kaget lihat kamu pingsan tiba-tiba. Lain kali jangan lakukan hal ini lagi, ya. Bella benar-benar takut." Mama menaruh handuk yang telah diberi air panas ke dahi Ara.
"Mama, Ara boleh makan es krim?" tanya Ara.
"Kamu lagi sakit, tidak boleh makan es krim."
"Kalau kentang goreng?"
"Kentang rebus, sih boleh."
"Tapi Ara maunya kentang goreng. Kalau nggak boleh, popcorn aja, deh," sahut Ara.
"Ara, kamu lagi sakit. Orang sakit cuma boleh makan bubur," kata mama.
"Bubur itu tidak enak. Nggak ada rasanya. Coba aja ada bubur rasa es krim atau kentang goreng." Ara mulai menggunakan imajinasinya.
"Ck," decak mama kesal. "Tidak usah berpikir macam-macam. Makan saja buburnya." Mama memberikan Ara semangkuk bubur yang merupakan musuh terbesar Ara.
"Nggak mau."
"Kalau kamu tidak makan, kamu tidak bisa sehat. Kalau kamu tidak sehat, kamu tidak bisa makan es krim dan kentang goreng lagi," ancam mama.
"Yasudah, Ara makan." Ara membuka mulutnya dan mama menyuapinya.
"Enak, kan?"
"Enggak. Tapi asal Ara sehat, Ara bakal makan bubur."
"Anak pintar." Mama mengacak rambut Ara pelan.
????????????
Ara terbangun dari tidurnya. Demamnya sudah sembuh.
"Kapan mama akan mengatakan itu padaku?" senyum Ara. "Itu bisa menjadi pujian terbesar yang akan sangat bermakna."
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella