27. Kesempatan
27 // Kesempatan
Suara tangisan Bella terdengar dari luar rumah. Ara yang baru menginjakkan kaki ke teras mulai merasa khawatir. "Ada apa, ya? Apakah Bella dilukai seseorang?" kata Ara dalam hati.
Brak
Pintu utama dibuka oleh mama. Wajahnya sangat mengerikan. Ara mulai merasakan ketakutan yang luar biasa. "Apa yang kamu lakukan pada Bella?!"
Ara dibawa masuk ke dalam rumah dengan cara dijambak.
"Kak Ara jahat sekali, ma," tangis Bella.
"Benar, kamu rebut cowok Bella?!" bentak mama. "Sedari tadi Bella tidak berhenti menangis saking sedihnya. Bisa-bisanya kamu merebut pacar adik kembarmu sendiri?!"
Tidak, bukan ini yang terjadi. Bukankah kejadiannya adalah sebaliknya? "Tidak, ma. Ara tidak merebut pacar Bella."
"Kalau begitu mengapa Bella bisa menangis selama ini. Bahkan hampir dua jam. Tidak mungkin tidak ada apa-apa," bantah mama.
"Bella pintar acting," ceplos Ara. Mama langsung menamparnya.
"Sudah berani menuduh orang, ya." Mama benar-benar meledak.
Kriet
Papa pulang dalam keadaan kacau dengan sebuah botol bir kosong di tangannya. Mama langsung mendekatinya.
"Pa, Ara buat Bella menangis."
Emosi papa tidak bisa dikendalikan lagi. Dipecahkannya ujung botol dengan cara dihentakkan ke meja. Diantukkannya kepala Ara ke dinding. Lebam langsung nampak beberapa detik kemudian.
"Sini kamu," kata papa sambil mengacungkan botol bir pecah. Ara langsung berlari ke gudang. Dikuncinya gudang itu dari dalam. Papa menggedornya dengan kuat, serta mendobraknya. Sayangnya, pintu itu lebih kuat daripada yang dia kira.
????????????
Ara tidak mengacuhkan papanya yang sejak tadi masih saja menggedor pintu gudang. Rasa marah serta kecewa terus berada di pikirannya. Bagaimana Bella bisa setega itu, sampai menuduhnya berbuat seperti itu? Bukankah sebaliknya yang terjadi?
"Hah, sampai kapan aku harus bersabar?"
????????????
Tok tok
Terdengar suara ketukan dari jendela kamar Fabian. Ervin, tetangga Fabian-lah yang mengetuknya.
"Kenapa, Vin?"
"Benarkah kamu pacaran dengan Bella?"
"Ya, kenapa?" tanya Fabian. Ervin mulai terdengar aneh.
"Begini, sebenarnya aku ada suka seseorang. Tapi aku rasa kamu juga suka sama dia." Ervin mengatakannya dengan tegas. "Aku selalu merasa kalau kamu begitu cocok dengan dia. Tapi setelah kamu pacaran dengan Bella, mungkin aku punya kesempatan."
"Siapa orang yang kamu maksud?"
Ervin enggan memberitahunya.
"Ayolah, kawan. Kita sudah berteman sejak kecil. Jangan sembunyikan rahasiamu dariku," bujuk Fabian.
"Ara."
"Apa?"
"Orang yang kusukai adalah Ara."
Deg
Fabian terkejut. Baru saja ia ingin menjauhkan diri dari Bella dan menembak Ara. Ternyata teman baiknya itu juga menyukai Ara.
"Ya, tidak heran. Ara memanglah orang yang patut dicintai. Tapi sayang, keluarganya sendiri tidak memberikan hal itu padanya. Dan dia masih bertahan hingga sekarang. Benar-benar perempuan yang tangguh," pikir Fabian dalam hati. Lalu terpikir olehnya untuk membiarkan Ervin bahagia. Ia akan menyerah saja.
????????????
Bruk
Prak
Banyak cara dipikirkan dan dilakukan Ara untuk membuka peti tua itu. Namun peti itu sangat kokoh dan rasanya tidak mungkin Ara bisa membukanya secara paksa.
"Ayo, Ara, berpikirlah. Kamu pasti bisa." Ara mengeluarkan kertas yang didapatnya dan mulai berpikir. Beberapa saat kemudian, dia menyerah.
"Kertas konyol. Aku bisa melanjutkan hidupku tanpa menemukan kunci peti ini, kok. Untuk apa berpikir keras hanya untuk sebuah kunci?" kata Ara pada dirinya sendiri. Padahal, dia benar-benar penasaran dengan isi peti itu. Akankah ada emas, uang, dan harta lainnya? Apakah ada benda berharga yang menjadi rahasia keluarga mereka?
Ara berbaring dan mulai terlelap. Tidurnya diiringi sebuah mimpi yang aneh.
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella