Alarm ponsel berbunyi menandakan aku harus bergegas untuk prepare kuliah pagi, semua tugas dan buku-buku yang diperlukan untuk hari ini sudah siap.
“Ahhhh, kenapa sudah pagi sih. huahhh ... “, gerutuku sambil menguap dan mematikan alarm ponsel.
Mungkin sudah menjadi kebiasaan anak jaman sekarang apalagi cewek yang mudah baper, bangun tidur wajib ngecek ponsel. Berharap ada yang nge-chat meskipun sekedar ucapan selamat pagi. Bagi mahasiswa, kuliah pagi adalah hal yang cukup menyiksa. Karena jam istirahat malam tersita untuk ngelembur mengerjakan tugas dari dosen yang selalu masang deadline. Tapi inilah sebuah pembelajaran baru bagi kita untuk benar-benar menghargai setiap detiknya waktu.
Sebuah semangat baru untuk menjalani aktifitas dengan usaha meyakinkan hati bahwa hari ini pasti hari keberuntungan. Aktifitas perkuliahan seperti biasanya nampak begitu lancar, seluruh mahasiswa nampak antusias ketika dosen memberikan penjelasan terkait suatu materi yang dipaparkan dalam sebuah slide. Hingga jam perkuliahan usai, seperti biasa aku menuju ke gedung UKM untuk bertemu rekan-rekan disana. Tanpa aku sadari, dari ruang belakang muncullah Gio menuju ruang depan yang sepertinya sedang sibuk mencari laporan penting di almari laporan-laporan dan kemudian kembali ke ruangan belakang.
Tak lama kemudian,
“tittt tittt, tittt tittttt”. Yups, ponselku memberi signal ada pesan masuk. Dan yang benar saja, Gio nge-chat aku dari ruangan belakang.
“hey kamu yang memakai baju couple sama aku, berwarna hitam. Ikut ke kantin yuk makan siang, wajib datang!”. Sambil memasang wajah keheranan dan menahan tawa, aku pun menjawab dengan singkat,
“siap”. Kemudian disusul Gio keluar dari ruangan UKM tanpa memandang aku sekedip pun, wow.
Di kampusku, cukup banyak disediakan kantin yang ada di setiap fakultas dan lebih khususnya di gedung UKM ini juga ada. Kantin yang lumayan mewah tetapi sederhana untuk dompet mahasiswa. Jam makan siang kali ini aku akan ditemani oleh Gio, ini adalah kali pertama bagiku untuk duduk berhadapan dengan cowok kemudian makan bersama. Sebenarnya lumayan canggung, tetapi baiklah memang seperti ini yang sudah seharusnya. Cukup ramai kantin disini, sambil berusaha mencari Gio dari keramaian akhirnya ketemu juga dan ternyata dia sudah memesankan makanan dan aku hanya tinggal duduk dan makan.
“Istimewa sekali... hoho”. Gumamku dalam hati.
“hey,...” sapa Gio sebagai isyarat untuk datang ke arahnya.
Begitu hadir di hadapannya, “Nina mau nggak jadi pacarku?”. Spontan ucapan Gio yang mengagetkanku dalam keadaan baru membenarkan posisi duduk.
“What???.... “. Lagi-lagi aku menjawab dengan ucapan singkat, namun kali ini aku benar-benar dibuat kaget.
“Izin senior ga salah ngomong kan? apa salah orang?”. Berusaha bertanya sambil melihat ke belakang yang kemungkinan ada orang yang bernama yang sama denganku, dan ternyata tidak ada cewek yang posisi berhadapan dengan Gio.
“Ommo”.
“Aku serius beneran nin, aku bukan orang yang suka menutupi keadaan hati. Aku baru pertama kali ini memberanikan diri untuk jujur ke hati, dan itu pun hanya kamu. Plis, kumohon nin kamu paham”.
“Ehh, secepat ini yah sen? Hehe”. Seolah kehilangan kata-kata untuk mengatakan apalagi menjawab setiap perkataan dari Gio.
Cukup lama aku merubah topik dan yang pada akhirnya kembali ditanyakan lagi oleh Gio, meskipun sebenarnya dalam hati menginginkan kejadian seperti ini diungkapkan oleh Aftar dan bukan Gio. Tetapi setelah aku menatap lebih dalam matanya, aku melihat sebuah ketulusan dan kesetiaan yang dimiliki oleh Gio. Dia nampak begitu sangat mencintai dan memperhatikanku dari awal, bahkan pertemuan pertama di sore itu dengannya aku sudah merasakan kenyamanan di dekatnya. Entahlah hati dan fikiranku belum bisa disatukan untuk tegas memilih siapa, namun aku sendiri tidak tau bagaimana mulutku berkata.
“iya, aku mau”.
“ninaa, beneran nin?” Gio terlihat begitu kaget, salah tingkah dan seperti orang kebingungan mau ngomong apa lagi.
“iya, aku mau sen”, jawabku dengan nada meyakinkan ke Gio.
"terimakasih nin, terimakasih ... aku berjanji sama kamu, untuk menjadi yang terbaik buat kamu. aku janji". Seketika Gio menarik tanganku untuk menerima janjinya.
Iya, ini adalah kali pertama aku memulai bermain cinta. Dan aku berusaha memantapkan dalam hati kalau Tuhan mengirimkan orang terbaik untukku yaitu Gio, dan bukan Aftar. Meskipun masih terasa berat untuk menerima kenyataan ini.