“Farhan! Farhan! Farhan!” seru Ayu saat aku baru saja duduk dan membuka ponselku. Aku bergumam sebagai balasan. “Kemarin kan pas Ayu datang ngejenguk eyang, eyang nanya ‘ini siapa?’ terus ayah ngenalin aku, di sana eyang baru inget ke Ayu. Kata eyang Ayu udah gede terus cantik lagi.”
Aku kembali bergumam sambil memainkan ponsel. “Terus pas Ayu perhatiin tenyata wajah eyang itu mirip-mirip sama wajah ibu, cuman persi tuanya.”
“Selama di sana eyang itu perhatian banget.” Aku menurunkan ponsel dan menatap ke arah Ayu yang menurunkan nada bicaranya. Ia tengah menatap baskom berisi air yang digunakan untuk merendam kakinya yang pegal akibat berjalan jauh tadi. “Ayu jadi ngerasa diperhatiin ibu.”
~
Aku menghela napas pelan. Kini aku tengah berdiri di hadapan pintu kamar Ayu. Di dalam genggamanku ada buku Ayu yang harus aku kembalikan. Entahlah aku mendadak gugup untuk berhadapan dengan Ayu. Mungkin ini karena pengakuan tadi? Atau karena-
Ceklek
Aku menegakkan tubuhku saat tiba-tiba pintu di depanku terbuka. Di sana ada Ayu yang memasang wajah herannya.
“Farhan?” Tanya aku pelan.
“E…ini gue mau balikin buku lo yang dipinjem sama Rano waktu itu,” Ucapku dalam satu tarikan napas.
Ayu menganggukkan kepalanya dan mengulurkan tangannya hendak mengambil buku di tanganku.
“Farhan?” panggil Ayu. Aku mengerjapkan mata pelan saat menemukan tanganku yang malam menggenggam erat buku tersebut sehingga Ayu kesulitan mengambilnya.
“Ups, sorry.” Buru-buru aku melepaskan pegangan tanganku dan membiarkan Ayu mengambilnya. Ia membalikkan badan menuju nakas dan menyimpan buku itu di atasnya. Kemudian ia membalikkan badannya dan kembali heran karena menadapatiku masih berdiri di bibir pintu.
“Ada lagi?” Aku melirik ke langit-langit kamarnya mencoba mencari topik pembicaraan.
“Em itu, em, apa ya?” Aku berpura-pura lupa, padahal aku tidak tahu mau bicara apa. “Tadi ada tugas-“
“Tugas PPKn, kan?” potong Ayu. Aku menganggukkan kepala. “Ayu udah tahu kok tadi di grup kelas.”
Aku menggaruk kepalaku pelan. “O-oh. Yaudah kalo udah tahu.”
Ayu menganggukkan kepalanya dan berjalan ke arahku. Jantungku berdetak kencang saat jarakku dan Ayu hanya sejengkal. Wajahku panas saat Ayu mengangkat wajahnya dan menatap tepat ke dua mataku.
“Permisi Ayu mau lewat,” ujar Ayu dingin. Aku memirigkan tubuhku dan membalikkan tatapanku. Ayu melangkah melewatiku dan berjalan menjauh menuju tangga.
“Sial malu banget!” gumamku kesal sambil menggosok wajahku kasar, setelah memastikan jika Ayu sudah turun ke bawah.
~
Tok tok tok
Semua orang yang berada di ruang makan saling bertatap saat mendengar suara pintu diketuk. Kak Baba bangkit dan berjalan ke arah pintu utama. Semuanya menatap ke arah pintu penghubung dapur dan ruang makan.
Kugenggam erat sendok dan garu yang berada di kedua tangaku. Berharap-harap cemas siapa yang datang bertamu malam-malam begini. Dua sosok itu tiba di bibir pintu menuju dapur dan terdengan ayah dan bunda yang menghela napas.
“Ayu, sini ikut makan malam.” Ajak bunda sambil mengambil piring dari lemari untuk Ayu.
Ayu melangkah pelan menuju kursi yang biasa dia duduki. Bunda tersenyum dan mulai menyendokkan nasi serta lauk pauk untuk Ayu. Aku membali memakan makan malamku.
“Wah, mawarnya cantik banget!” Seru bunda. Aku melihat ke arah Ayu yang baru saja meletakkan bunga mawarnya di atas meja. Ayu menatap ke arah mawarnya dan menatap ke arah bunda, mawar, bunda, dan begitu seterusnya hingga Ayu berkata, “Selamat hari bunda!”
Bunda bertepuk tangan kecil dan bangkit dari kursinya. Ia berjalan mendekati Ayu dan berjongkok di sampingnya. Aku mengerucutkan bibir, aku lupa jika hari ini adalah hari ibu. pasti setelah ini Ayu dapat hadiah. Ah, Ayu gak ngasih tahu sih.
“Makasih, sayang.” Bunda mengambil mawar Ayu dan mencium kening Ayu. Tapi, “Au!”
“Kenapa bun?” Tanya ayah khawatir saat mendengar lenguhan bunda.
“Gak papa, yah. Cuman ketusuk sama durinya, gak sampe berdarah kok.” Ujar bunda sambil mengelus telapak tangannya.
“Ayu juga tadi gitu pas ngambil mawarnya.” Ayu segera menatap Ayu dan meraih tangan kirinya. Kulihat ada beberapa bekas luka kecil di sana.
“Ya ampun!” bunda meletakkan mawarnya dan mengambil telapak tangan Ayu yang sebelah kanan. “Kenapa gak pake sarung tangan atau gunting?”
Ayu menggelengkan kepalanya. “Tadi gak ada bun, makanya Ayu potong pake tangan aja.”
“Tapi ini udah diobatin?” Tanya bunda khawatir. Aku menganggukkan kepala sambil mengusap pelan bekas luka di tangan Ayu.
“Gak papa kok bun. Cuman luka kecil, kata ayah gak boleh cengeng cuman karena luka kecil. Dan tadi Ayu petik buat mamah tapi karena mamah gak pulang-pulang dari siang tadi, makanya Ayu ke sini sayang kalo sampe mawarnya layu.”
~
Aku tengah berbaring di atas ranjang sambil membaca grup kelas yang tengah ramai dengan tugas PPKn yang sangat banyak. Beberapa anggota grup silih berganti mengirim pesan balasan. Mereka bukannya mengerjakan malas mendumel ria di grup. Padahal jika mereka mengerjakannya tidak semelelahkan seperti apa yang dikatakan di grup.
Saat aku hendak membalas pesan-pesan mereka, sebuah pesan mendahuluiku. Pesan dari seseorang yang akhir-akhir ini merenyamkan pikiranku.
Kerjain aja, gak usah marah-marah
Ini aja Ayu baru selesai, kalian sih kebanyakan ngedumelnya.
Aku mematikkan ponsel dan meletakkan ke atas nakas. Kuusap wajahku kasar. Bagaimana Ayu bersikap seperti biasa pada teman-temannya? Sedangkan padaku dia berubah dingin. Apa yang salah denganku hingga Ayu bersikap demikian. Kulirik kalender, besok Ayu akan pergi bersama keluarganya. Tapi bagaimana aku bisa membiarkannya pergi sedangkan hubunganku dengan Ayu malah merenggang. Aku takut, takut jika aku tidak lagi bertemu dengan Ayu.
~
Aku menatap kea rah jalannan yang penuh dengan kendaraan yang berlalu lalang. Hari ini aku tengah duduk di kursi panjang di dekat penjuang minuman. Di sampingku ada Ayu yang tengah menangis sesenggukan.
Aku menatap ke arah lain saat beberapa orang yang melewat menatap tajam ke arahku seolah akulah pelaku yang menyebabkan Ayu menangis seperti itu, walaupun nyatanya benar. Beruntung sekolah sudah bubar sejak lama.
Aku membenarkan tas lepek milikku. Lagi Ayu mendapatiku yang tengah berkelahin dengan beberapa anak sekolah lain yang merupakan musuh sekolahku. Hingga tadi saat tengah berkelahi tiba-tiba ada yang menarikku menjauh, dia Ayu. Sondak saja aku menarik Ayu untuk menjauh saat lawanku tadi mengejar kami. setelahnya aku memarahi Ayu habis-habisan. Dan berakhri dengan Ayu yang menangis sesenggukkan.
“Ayu..Ayu cuman gak mau Farhan kenapa-napa.” Ujar Ayu dengan suara yang tersendat-sendat dan tidak jelas karena kedua tangan yang menutupi wajahnya.
“Ayu gak mau kehilangan Farhan,” Aku terdiam mematung. “Ayu gak mau kehilangan Farhan.” Ulang Ayu.
~
Oleh Luthfita A.S.