Aku menghentikan gerakan tanganku yang sedang menggosok rambut basahku dengan handuk kecil saat bunda berteriak, “Ayu mau kemana?!”
Buru-buru aku berjalan ke arah balkon kamar dan menemukan Ayu yang tengah berlari kecil dan balas berteriak, “Mau jogging dulu!” Aku mengerutkan kening, tidak biasanya Ayu berolahraga pagi.
Aku kembali masuk ke dalam kamar dan melempar asal handuk kecil itu. Aku menghadap cermin dan dengan rambut yang masih sedikit basah aku menyisirnya rapih. Bagaimana tidak kubuat rapih sedangkan hari ini keluar Ayu akan menjemputnya.
Aku menghela napas pelan, atau mungkin berat? Aku masih merasa belum rela jika Ayu ikut dengan keluarganya. Meskipun itu keinginan Ayu sedari lama, keinginan untuk dapat merasakan bagaimana berada di tengah-tengah keluarganya sendiri.
~
“Farhan enak, ya?” Tanya Ayu yang terus menjilati es krim ditangannya. Aku menganggukkan kepala dan kembali menjilat es krim milikku.
Tadi saat aku dan Ayu tengah asik bermain di ruang keluarga rumahku, kami mendengar suara pedagang es krim. Tentu saja aku dan Ayu langsung berebut keluar rumah dan memanggil penjual es krim tersebut. Penjual es krimpun menghampiri kami yang berseru dengan semangat dan hal itulah yang membuat bunda keluar dari rumah dan berakhir dengan membelikan kami es krim.
“Farhan?” panggil Ayu.
“Hm?” gumamku sambil terus menjilati es krimku.
“Enak ya jadi Farhan, kalo mau jajan tinggal minta sama bunda.” ucap Ayu.
“Kan Ayu juga bisa minta sama mama atau ayah?” balasku tak acuh.
“Mama sama ayah kan sibuk kerja,” balas Ayu.
“Yaudah, kalo mau jajan ke sini aja biar bunda yang bayarin.” Ayu menganggukkan kepalanya semangat. Kami kembali larut memakan es krim.
“Enak ya punya keluarga kayak Farhan,” ujar Ayu tiba-tiba. “Kalo mau jajan minta ke bunda, kalo gak ada temen main ada kak Baba, kalo mau jalan-jalan ada ayah.” Ayu berhenti memakan es krimnya. “Ayu? Cuman punya Farhan kalo kesepian, gak ada yang ngasih jajanan, gak ada yang ngajak jalan-jalan.”
Aku memusatkan perhatianku pada Ayu. “Kan ada aku.”
“Kalo Farhan lagi gak ada?”
“Kan ada kak Baba.”
“Gak mau, kak Baba itu nyebelin. Ayu gak suka.” Ucap Ayu dengan kesal.
“Hahaha, iya sih kak Baba emang ngeselin,” aku menggaruk kepalaku bingung. “Tapi kak Baba seru juga kalo diajak main.”
“Kalo gitu aku mau minta kakak kayak kak Baba sama mama dan ayah, pasti seru!” Ayu kembali bersemangat.
~
Aku turun ke bawah dan langsung dihadapkan oleh kesibukan bunda yang tengah memasak. Aku langsung menghampiri bunda yang tengah kewalahan itu. kuambil beberapa bahan makanan untuk dibersihkan.
“Hah! Kebetulan ada kamu,” ucap bunda dengan penuh kelegaan. “Ayu malah pergi, jadinya mama kan kewalahan gini.”
“Yaudah, Farhan bantuin apa aja nih?” Tawarku sambil terus mencuci bahan makanan tadi.
Sambil menyiapkan bumbu masakan bunda berkata, “Abis cuci itu semua, kamu potongin sayuran itu buat nanti ditumis. Terus peras jeruk yang ada di meja buat dijadiin minuman. Terus ambil piring yang ada di lemari dan kamu lap-in, piringnya yang bunda simpan satu lusin itu loh.”
Aku menganggukkan kepala dan segera melaksanakan semuanya. Setelah meniriskan bahan makanan yang baru aku cuci, aku mengambil sayuran dan mulai memotongnya sesuai yang biasa aku liat saat bunda memasak. “Segini kan, bun?” aku menunjukkan potongan sayur milikku.
Bunda melirik ke arah potongan sayuranku dan mengangguk singkat. Aku kembali melanjutkkan memotong sayuran.
“Bun.” Panggilku. Bunda bergumam sebagai jawaban. “Emang keluarga Ayu datangnya jam berapa?”
Aku dapat melihat jika bunda menghentikan kegiatannya. “Eh, iya bunda belum tahu.” Buru-buru bunda membersihkan tangannya dan sedikit berlari ke dalam kamar bunda.
“Farhan, kamu motongnya agak cepetan, ya? Siapa tahu mereka datangnya agak cepetan!” Teriak bunda dari dalam kamar.
Sesuai intruksi aku mempercepat kegiatan memotongku. Setelah selesai aku beralih memotong jeruk menjadi dua bagian dan segera memerasnya menggunakan alat peras.
Aku menghentikkan kegiatan memeras jeruk saat melihat ibu datang dengan wajah cemas dan ponsel yang menempel di telinga kanannya. Terdengar nada sambung telepon yang belum diangkat. Aku kembali memeras jeruk.
“Gimana nih, mereka gak angkat telepon dari bunda?!” Tanya bunda cemas.
“Yaudah bun, mungkin mereka lagi ada dijalan.”
“Aduh, kalo gii kita harus cepet-cepet masaknya,” bunda meletakkan ponselnya di atas meja makan dan kembali pada kegiatannya tadi. “Han, kamu sesudah itu tolong ambilin ayam yang bunda bumbu-in di lemari pendingin sekalian ambil es buat minuman jeruknya.”
Bunda kembali berkata, “Kalo udah selesai semuanya kalo telepon Ayu, ya? Suruh dia cepetan pulang.”
“Bun, jangan ke Farhan semuanya dong,” Keluhku saat mendengar semua perintah bunda. “Suruh kak Baba atau ayah gitu.”
“Kak Baba masih di jalan, ayah kamu udah ngacir duluan keluar gak tahu kemana. Sekalian aja pas ngehubungin Ayu kau hubungin mereka aja.” Aku menghela napas lelah. “Mereka kayaknya sengaja ngebiarin bunda kerepotan gini.” Kesal bunda.
~
Aku mendorong pelan gerbang rumah setelah tadi aku berjalan menyusuri jalan kompleks perumahan, mencari Ayu.
“Kamu udah hubungin dia, kan?” Tanya ayah yang tadi kutemui tengah bermain catur dengan salah satu tetangga kami yang juga teman sekantornya.
“Udah, yah. Dari tadi, gak dibales atau diangkat sama Ayu.” Aku kembali mengecek ponselku, tapi lagi taka da jawaban dari Ayu.
“Kalo kak Baba?”
“Kak Baba katanya lagi kejebak macet dibunderan depan.”
“Yaudah,” Ayah menepuk pundakku. “Kamu ke kamar aja dulu ganti baju atau mandi lagi, kamu udah bau keringat lagi.”
“Gimana gak keringetan tadi ngebantuin bunda, terus nyari Ayu sama ayah yang tiba-tiba hilang.” Ayah terkekeh pelan.
“Udahlah cepet sana ke atas.”
~
“Bunda kamu ngambek,” Ayah berbisik ke arahku yang duduk di sampingnya. Aku melirik ke arah bunda yang memilih membuang muka dari ayah.
Aku terkikik pelan mendapati kelakuan bunda. “Ayah sih pake acara kabur segala.” Balasku kembali berbisik. Ayah menggaruk kepala belakangnya.
“Sekarang keluarga Ayu udah dimana?” Tanya kak Baba yang baru saja selesai mandi.
“Boro-boro kabar keluarganya, Ayu aja gak tahu dimana,” ucap bunda ketus.
“Loh?! Ayu gak ada?”
Kami kompak menggelengkan kepala. “Ayu tadi pergi jogging, dan gak bawa ponselnya.”
“Dia sengaja ngehindar atau gimana?” Kak Baba mendudukkan dirinya di salah satu kursi kosong. “Padahal ini udah cukup siang loh.”
Aku menatap ke arah kak Baba, bagaimana aku tidak berpikiran hingga kesana. Sikap Ayu yang aneh akhir-akhir ini ditambah dia yang sengaja pergi tanpa kabar. Aku segera mengeluarkan ponselku. Mengirimkan pesan pada teman-teman yang mengenal Ayu, menanyakan apakah mereka bersama Ayu atau tidak.
Beberapa temanku yang mengetahui jika Ayu menghilang mulai membalas pesanku dengan penuh nada khawatir bahkan ada yang bersedia untuk melakukan pencariaan.
“Temen-temen Ayu lagi coba bantu nyari,” ujarku pada semua orang di ruang tamu.
“Kalo gitu ayah coba hubungin keluarga Ayu lagi, siapa tahu mereka menjawab.” Ayah mengeluarkan ponselnya. “Bunda istirahat aja di kamar.” Lanjut ayah.
Bunda bangkit dari duduknya dan melangkah lemas ke dalam kamar. Jelas dari raut wajahnya, bunda tengah khawatir.
Kak Baba juga ikut bangkit. “Han, kita cari Ayu juga. Pake motor kak Baba. Kamu ke atas ambil helm.”
Aku mengangguk dan pergi ke lantai dua untuk mengambil helm di kamarku. Sambil sesekali menatap ponsel mengecek apakah ada kabar tentang Ayu.
~
“Kalo dia jogging gak mungkin sejauh ini juga, tapi kita gak tahu kalo dia bawa uang atau enggak.” Kak Baba menghapus peluh di pelipisnya dan mengambil air minum yang baru aku beli. “Gimana temen-temen lo?”
“Belum ada yang nemu.” Jawabku tanpa mengalihkan perhatianku dari layar ponsel yang terus menunjukkan notifikasi dari beberapa pesan yang masuk.
‘Kalo Ayu berubah, dari kapan tepatnya? Atau ada kejadian apa gitu yang bikin dian berubah kayak gitu?’
Aku berhenti pada sebuah pesan dari Esti. Kejadian? Aku menggenggam ponselku erat, menata kea rah jalanan yang hari ini padat lancar. Aldi, bisa jadi dia.
“Kenapa muka lo?” Tanya kak Baba. Aku menghiraukan ucapan kak Baba dan memilih mengirim pesan pada salah satu temanku yang mengikuti ekskul badminton.
Iya, kenapa?
Lo tahu rumahnya Aldi?
Kak Aldi? Emang ada apa?
Gue ada urusan sama dia, buruan! Penting banget nih
Setelahnya sebuah alamat telah aku terima buru-buru aku memakai kembali helmku. “Kenapa? Udah ketemu?” Tanya kak Baba sambil bangkit berdiri.
Aku menganggukkan kepala sekilas dan berjalan menuju ke arah motor yang terparkir. Saat hendak mengambil alih tugas kak Baba untuk menyetir motor, kak Baba menahanku. “Lo lagi emosi, bisa bahaya kalo nyetir sambil emosi.”
Aku menghela napas dan mengalah karena memang aku sedang sangat emosi dan berniat melajukan motor dengan kecepatan tinggi.
“Dimana alamatnya?”
~
“Ayu?” Panggilku seraya menggoyangkan kakiku yang menggantung di kursi depan rumah Ayu.
“Ya?” Aku bisa merasakan jika Ayu tengah menatap ke arahku yang tengah menunduk.
“Ayu, gak kesepian gitu tinggal di sini sendiri?”
Ayu tak langsung menjawab. Ia memilih memeluk erat boneka usangnya itu. “Gak, kan ada Bebeb.”
Bebeb adalah panggilan Ayu untuk boneka usangnya itu. Perlahan aku menatap ke arah Ayu. Sekalipun tadi Ayu berbicara jika dia tidak kesepian tapi mata kosongnya yang kini menatap ke arah boneka usang itu sudah menjawab jika dia berbohong.
~
“Keluarga Ayu belum bisa ayah hubungi-“ ucap ayah begitu aku dan kak Baba turun dari motor.
“Mereka gak bakalan datang, sampai kapan pun.” Potongku sambil melengos pergi ke dalam rumah meninggalkan kak Baba yang pasti akan dituntut jawaban oleh ayah.
Begitu sampai di dalam rumah aku menemukan bunda tengah meminum teh hangat. “Ayu udah ketemu?”
Aku menggelengkan kepalaku singkat dan melanjutkan langkahku menuju kamar. Setelah sampai di dalam kamar, aku membanting helmku kelantai. Berjalan menuju ranjang, menjatuhkan tubuhku ke atasnya. Kuusap peluh di wajahku. Mengatur pelan napasku agar lebih tenang.
Kutatap photo aku dan Ayu yang berada di dekat nakas. Photo kami ketika pertama kali membelikan Ayu boneka baru. Kutatap wajah Ayu yang begitu bahagia sambil memeluk boneka barunya, juga boneka usangnya.
“Ayu, kenapa lo gak jujur?” tanyaku pada sosok Ayu pada photo tersebut.
~
Oleh Luthfita A.S.