Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sahara
MENU
About Us  

Pagi itu Yura bangun dengan semangat yang tidak menipis. Dia menguncir rambutnya yang sebahu, menatap cermin sekali lagi kemudian keluar dari kamar menuju ruang makan. Kedua orangtuanya tidak ada di rumah, seperti hari-hari sebelumnya. Tapi Yura nggak kesepian, dia punya kucing, teman, dan Hara.

            Gadis itu mengolesi roti dengan selai cokelat, kemudian memakannya dengan keheningan yang tidak ada artinya. Dia sudah nggak sabar untuk hari esok, pengumuman pemenang, penentu dari semua mimpinya yang sempat tenggelam.

            “WOIII SAYURRR!” teriakan dari luar membuat senyuman bahagia Yura surut. Gadis itu menyambar tasnya kemudian keluar dari rumah, tidak lupa mengunci pintu dan membuka gerbang untuk menemui sosok yang tumben sekali datang pagi.

            “Kesurupan, ya?” Yura memastikan, kalau saja jika Hara memang kesurupan.

            Hara menggeleng, wajahnya nampak biasa saja. “Kan gue ada latihan pagi, Ra,” Hara menjelaskan.

            Malas menanggapi, Yura pun mengunci gerbang rumahnya kemudian naik ke atas jok motor Hara. Gadis itu membiarkan rambutnya yang terikat dibawa angin pagi. Asap kendaraan belum terlalu mendominasi, membuat Yura merasa lebih rilex dibandingkan pagi sebelumnya.

            Sampai di sekolah, tidak ada percakapan di antara keduanya selain Yura yang sibuk mengecek ponsel dan Hara yang tiba-tiba langsung lari dengan menepuk bahu Yura sebagai pamitan. Lari lelaki itu mengarah ke lapangan voli indoor, Yura mengikutinya hingga dirinya berhenti di pintu masuk. Harum keringat serta nafas yang beradu langsung menguar kala Yura masuk lebih dalam. Pemandangan para laki-laki yang tengah latihan memukul membuat Yura menguk ludahnya dalam. Begini ya punya kekasih dengan ambisi yang tinggi, rasanya menyenangkan sekaligus sesak.

            Mengecek ponsel lagi, Yura sadar bahwa ini sudah pukul setengah 7, pasti Nita sudah datang. Gadis itu berbalik meninggalkan panggilan teman-teman Hara, seperti meledek karena Hara ditonton kekasihnya.

            “Dari mana?” tanya Nita ketika Yura masuk ke dalam kelas dan duduk di sampingnya. “Muka lo keknya asem banget,” Nita menggerutu, Yura cuman berdecak dan membuka novelnya.

            “Dari lapangan voli,” jawab gadis itu singkat.

            “Lah tumben,” Nita meledek. “Ada angin apaan, nih?”

            Yura menatap Nita dengan tatapan lo-mau-gua-tampol?

            Nita menyengir lebar, kemudian menghela napas. “Kok hubungan gua gak ada kemajuan ya , sama Taka?” gadis itu berubah sedih. “Gua udah coba chat dia, tapi balesannya singkat banget!”

            Yura menggeleng heran, kok temennya bisa genit gini sih?

            “Lo genit banget, deh, Nit. Jadi cewek tuh harus jual mahal, jangan mau lo yang deketin,” gadis itu berujar sembari terus membaca novelnya. “Lagian, ya, di pandangan gue si Taka gak suka sama cewek genit,” ucapnya membuat semangat Nita semakin anjlok.

            “Kok lo jahat, sih?” Nita cemberut.

            “Bukannya jahat,” Yura menghentikan aktivitas membaca. “Terkadang, ada saatnya kita buat berhenti berjuang. Udah tau kalau dia gak bakal respon, buat apa dilanjutin? Mendingan biarin dia sampai sadar dengan sendirinya, terus dia yang bakal balik buat memperjuangkan kita.”

***

“Langit berbintang tak selamanya indah, dia hanya—“

            “Itu si Laras lagi latihan?” tanya Nita ketika mereka memasuki kelas setelah dari kantin, membeli cemilan untuk di makan di kelas. Lagian, sekolah rasanya agak sedikit lebih ramai dan santai karena banyak anggota OSIS mondar-mandir membawa barang serta alat-alat untuk acara besok. Kelas Nita dan Yura juga ramai karena banyak teman sekelasnya yang berlatih untuk lomba besok, dilihat banyak orang.

            Yura melirik Laras sekali lagi, melihat bagaimana gadis sekecil Laras dan seimut Laras akan membacakan puisi di depan banyak orang yang akan menatapnya dalam. Pasti terlihat menakutkan, namun Laras tampak santai tak karuan. Dia sudah latihan membaca 10 kali, dan semuanya nampak sukses besar. “Kagak, Nit. Dia lagi berak!”

            “Ih, elo mah! Gua gak bercanda, ya!” Nita memukul Yura, kemudian duduk di kursinya. Membuka bungkus Chitato dan memakan isinya dengan rakus. “Duh, kok gua yang deg-degan, ya? Besok pengumumannya, loh!”

            “Iya, tau kok gue,” Yura meminum jus mangganya, kemudian mendesah. “Gue takut kalah lagi, Nit.”

            “Ayolah, Ra, come on. Jangan pesimis gitu, ah. Hidup itu harus terus optimis meskipun kadang, harapan tidak sesuai sama hasil,” Nita mulai berkata bijak. “Lagian, ya, Ra. Kita gak tau hari esok kayak gimana hasilnya. Meskipun lo bukan juara satunya, lo tetap masuk yang terbaik di sekolah ini.”

            Yura mengangguk-angguk, seolah paham kalimat Nita yang sangat membosankan. Yura bukannya belagak bodoh, dia hanya bersikap seolah tidak peduli. Dia ingin, untuk sekali saja, Tuhan memberikan satu langkan baiknya untuk Yura. Yura ingin menang, seperti Hara yang membawa kemenangan untuk timnya melalui loncatan tinggi dan pukulan keras dan cepat.

            “Heh, ngelamun bae lu!” Nita menyentil dahi Yura. “Udah, deh. Jangan mulai buat bersikap melankolis. Menang, menang, dan menang. Emang hidup lo cuman berpusat pada kemenangan, ya? Santai aja, sih. Nggak menang tahun ini, masih ada tahun depan. Nggak menang di lomba ini, masih ada lomba-lomba lain dari luar sekolah yang bisa lo ikutin, Ra.”

            “Iya, deh, iya.”

            “Eh, gue serius loh, ya,” Nita menatap gadis itu, lalu menyumpal mulutnya kembali dengan cemilan favoritnya itu. “Itu, tuh, cowok lo dateng,” katanya lalu tertawa membuat Yura menoleh dan menemukan Hara sambil membawa bola voli. Pakaian jersey volinya sudah berganti menjadi segaram putih abu-abu, tapi rambutnya acak-acakan penuh keringat. Membuat beberapa gadis dari teman sekelasnya sedikit menjerit, Hara terlihat keren.

            “Temenin ke kantin, yuk, say,” Hara duduk di kursi depan Yura, kebetulan pemiliknya sedang keluar. Entah ngapain.

            Yura menggeleng tegas, dia udah posisi wena. “Mager, Har. Serius dah,” ucap gadis itu, berpura-pura mengantuk.

            Namun Hara sama sekali tidak menyerah, dia menarik rambut Yura yang dikuncir, membuat pemiliknya risih dan berkata keras. “Yaudah, iya! Ayo ke kantin!” Yura langsung berdiri dengan membawa jus mangganya, dengan Hara yang menertawai wajah sebal gadis itu di belakang, mengikuti langkah cepat Yura menuju kantin.

***

Seperti layaknya kantin yang ramai dan dipenuhi oleh siswa-siswi yang bercengkrama, kantin di sekolah mereka juga terlihat ramai. Yura melihat sudut kiri di mana banyak anggota voli yang ngumpul di sana. Buat apa Hara meminta ditemani Yura? Mau ngajak Yura gabung sama teman-temannya? Ih, males!

            “Nggak, kok, Yur. Jangan negatif mulu ah pikirannya. Gue beneran mau berdua sama lo, kok, sumpah!” Hara memasang wajah melas dan penuh ampun saat Yura baru saja ingin berbalik pergi, makin sebal.

            “Yaudah, cepet! Mau beli apaan, sih?” gadis itu bertanya, nadanya selalu penuh emosi. Layaknya Yura yang tidak pernah lembut pada Hara.

            Hara tersenyum, dia menarik Yura menuju warung mi ayam, membeli 2 mangkuk mi ayam dan membawanya ke salah satu meja yang baru saja kosong. Keduanya duduk di sana dengan Yura yang menatap dua mangkuk mi ayam dan 2 jus mangga. Yura tidak merasa lapar, tapi Yura tidak pernah mengatakan bahwa dia akan menolak makanan gratis.

            “Jadi ceritanya mau traktir?” Yura bertanya sembari memakan mi ayam miliknya, dia merasa lapar.

            Hara menggeleng. “Nggak, emang pengin makan berdua. Jarang-jarang, kan?” lelaki itu menaik turunkan alisnya, membuat Yura terkekeh. Hara selalu bisa bersikap manis, tapi lebih sering paitnya.

            “Dih, tumbenan lu malih.”

            “Apa sih, yang gak bisa gua lakuin buat lu markonah.”

            “Bambang!” Yura gemas. “Nama gue Yura!”

            Hara tertawa.  “Iya maap, Sayur-a.”

            “Ish.”

           Lalu keduanya kembali makan dalam diam, sesekali Hara iseng dengan mengambil keripik dari mi ayam Yura, membuat gadis itu murka dan menyentil dahi cowok itu. Pemandangan keduanya tidak lepas dari tatapan banyak siswa yang berlalu lalang, juga anggota voli yang kini menjadikan Hara objek gosip mereka.

            “Hara gitu-gitu bisa romantis, gila,” Yugo berkata takjub, Kak Liam menyetujui sambil menilai keduanya. Terlihat serasi dan lucu.

            Kak Dino tertawa. “Udah kayak pasangan dari drama korea, njir. Manis manis kayak tai.”

            “Idih, sejak kapan tai jadi manis, bang?” Kemal bertanya. “Lo pernah nyobain, ya?”

            “Sialan lo!” Dino memukul Kemal. “Ya kan itu perumpamaan, malih,” lelaki itu gemas sama cowok yang kadang sok keren jika sudah menjadi setter di tim volinya.

            “Ya lagian perumpamaan lo aneh, No,” Kak Fino menyahut, kemudian menggigit bakpaonya lagi. “Tapi tentang hasil lomba nulis puisinya, beneran gitu, Mal?” kini lelaki itu memusatkan perhatiannya pada Kemal yang terdiam, sibuk mengaduk jus jeruknya yang hanya tersisa bongkahan es yang mulai mencair. Dingin.

            “Ya, gitu.”

            Seluruh anggota voli diam, hening menyertai mereka dengan tawa Hara dan Yura yang tampak menyatu dengan keramaian kantin. Terasa atmosfir antara kedua meja itu terasa berbeda.[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (13)
  • DekaLika

    Greget sama Hara. Btw itu kenapa namanya ngga Rezky aja ya :D

    Comment on chapter 2. Percakapan Aneh Kemal
  • wizardfz

    @Sherly_EF wkwkwk iya nih

    Comment on chapter 1. Telat Jemput
  • DekaLika

    Sensian amat Yura. Pms ya :v

    Comment on chapter 1. Telat Jemput
Similar Tags
Sekilas Masa Untuk Rasa
3964      1289     5     
Romance
Mysha mengawali masa SMAnya dengan memutuskan untuk berteman dengan Damar, senior kelas dua, dan menghabiskan sepanjang hari di tribun sekolah sambil bersenda gurau dengan siapapun yang sedang menongkrong di sekolah. Meskipun begitu, Ia dan Damar menjadi berguna bagi OSIS karena beberapa kali melaporkan kegiatan sekolah yang menyimpang dan membantu kegiatan teknis OSIS. Setelah Damar lulus, My...
Alvira ; Kaligrafi untuk Sabrina
14337      2597     1     
Romance
Sabrina Rinjani, perempuan priyayi yang keturunan dari trah Kyai di hadapkan pada dilema ketika biduk rumah tangga buatan orangtuanya di terjang tsunami poligami. Rumah tangga yang bak kapal Nuh oleng sedemikian rupa. Sabrina harus memilih. Sabrina mempertaruhkan dirinya sebagai perempuan shalehah yang harus ikhlas sebagai perempuan yang rela di madu atau sebaliknya melakukan pemberontakan ata...
Kelana
802      563     0     
Romance
Hidup adalah perjalanan tanpa peta yang pasti, di mana setiap langkah membawa kita menuju tujuan yang tak terduga. Novel ini tidak hanya menjadi cerita tentang perjalanan, tetapi juga pengingat bahwa terbang menuju sesuatu yang kita yakini membutuhkan keberanian dengan meninggalkan zona nyaman, menerima ketidaksempurnaan, dan merangkul kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Selam...
The watchers other world
2018      833     2     
Fantasy
6 orang pelajar SMA terseret sebuah lingkarang sihir pemanggil ke dunia lain, 5 dari 6 orang pelajar itu memiliki tittle Hero dalam status mereka, namun 1 orang pelajar yang tersisa mendapatkan gelar lain yaitu observer (pengamat). 1 pelajar yang tersisih itu bernama rendi orang yang suka menyendiri dan senang belajar banyak hal. dia memutuskan untuk meninggalkan 5 orang teman sekelasnya yang ber...
Black World
1696      799     3     
Horror
Tahukah kalian? Atau ... ingatkah kalian ... bahwa kalian tak pernah sendirian? *** "Jangan deketin anak itu ..., anaknya aneh." -guru sekolah "Idih, jangan temenan sama dia. Bocah gabut!" -temen sekolah "Cilor, Neng?" -tukang jual cilor depan sekolah "Sendirian aja, Neng?" -badboy kuliahan yang ...
Reach Our Time
10901      2539     5     
Romance
Pertemuan dengan seseorang, membuka jalan baru dalam sebuah pilihan. Terus bertemu dengannya yang menjadi pengubah lajunya kehidupan. Atau hanya sebuah bayangan sekelebat yang tiada makna. Itu adalah pilihan, mau meneruskan hubungan atau tidak. Tergantung, dengan siapa kita bertemu dan berinteraksi. Begitupun hubungan Adiyasa dan Raisha yang bertemu secara tak sengaja di kereta. Raisha, gadis...
Alumni Hati
527      234     0     
Romance
📘 SINOPSIS – Alumni Hati: Suatu Saat Bisa Reuni Kembali Alumni Hati adalah kisah tentang cinta yang pernah tumbuh, tapi tak sempat mekar. Tentang hubungan yang berani dimulai, namun terlalu takut untuk diberi nama. Waktu berjalan, jarak meluas, dan rahasia-rahasia yang dahulu dikubur kini mulai terangkat satu per satu. Di balik pekerjaan, tanggung jawab, dan dunia profesional yang kaku...
14 Days
989      686     1     
Romance
disaat Han Ni sudah menemukan tempat yang tepat untuk mengakhiri hidupnya setelah sekian kali gagal dalam percobaan bunuh dirinya, seorang pemuda bernama Kim Ji Woon datang merusak mood-nya untuk mati. sejak saat pertemuannya dengan Ji Woon hidup Han Ni berubah secara perlahan. cara pandangannya tentang arti kehidupan juga berubah. Tak ada lagi Han Han Ni yang selalu tertindas oleh kejamnya d...
BACALAH, yang TERSIRAT
10067      2092     4     
Romance
Mamat dan Vonni adalah teman dekat. Mereka berteman sejak kelas 1 sma. Sebagai seorang teman, mereka menjalani kehidupan di SMA xx layaknya muda mudi yang mempunyai teman, baik untuk mengerjakan tugas bersama, menghadapi ulangan - ulangan dan UAS maupun saling mengingatkan satu sama lain. Kekonyolan terjadi saat Vonni mulai menginginkan sosok seorang pacar. Dalam kata - kata sesumbarnya, bahwa di...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
136      115     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...