Read More >>"> V'Stars' (Masa-Masa SMP) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - V'Stars'
MENU
About Us  

Keesokan harinya, aku dan keempat anggota V'Stars' lainnya sengaja berangkat pagi-pagi untuk mengerjakan tugas bersama. Lebih tepatnya, menyalin jawaban dari tugas yang dikerjakan Nisa. Karena Nisa terlalu rajin, kita beruntung memiliki sahabat seperti Nisa. 

"Eh, kemana nih si Nisa kok belum datang sih? 'Kan kemarin kita udah janjian buat datang pagi-pagi," Aku berjalan mondar-mondir menunggu kedatangan Nisa. 

"Ya sabar dong, Nggi. Mungkin bentar lagi datang." Husna yang baru datang meletakkan tasnya di bangkunya. 

"Macet kali," Zela menambahi.

"Nggak mungkin lah. Pagi-pagi jalanan nggak mungkin macet," sahutku sambil mengeluarkan buku tulis. "Eh, kalian udah ngerjain tugas kemarin belum?" lanjutku bertanya pada mereka. 

"Belum lah. 'Kan kita rencananya mau nyalin jawaban Nisa. Secara, yang paling pinter pelajaran bahasa inggris 'kan cuman dia. Kita mah nggak tahu apa-apa, ya nggak?" Ucap Erlin sambil tersenyum.

"Iya juga sih, tapi kalo Nisa nya belum datang sampe sekarang, kita harus gimana? Ngerjain tugas sendiri?" tanyaku. Aku mulai mengambil bolpoin dan membaca soal yang tertera di dalam buku paket bahasa inggris. 

"Hahaha ... emang kamu bisa ngerjain sendiri? Ngerjain berkelompok aja susah, apalagi ngerjain sendiri," Husna meledekku. Mereka bertiga tertawa mendengar ledekan Husna.

"Ya 'kan namanya juga usaha. Daripada kalian, nggak usaha sendiri malah nyalin jawaban si Nisa," ucapku tidak mau kalah dengan Husna.

"Kita mah menyadari kemampuan kita, ya nggak? Kalo nggak bisa ya jangan dipaksa. Lagian kita 'kan masih kelas delapan." ucap Erlin mendukung Husna.

"Justru karena kita kelas delapan, kita harus terbiasa mengerjakan tugas sendiri. Jangan malah menyalin jawaban dari teman. Itu nggak baik loh, gaes." Tiba-tiba Nisa datang menghampiri kami.

"Nah, dengerin tuh, gaes! Btw, tugas kamu udah selesai, Nis?" Zela mengambil bukunya di dalam tas. 

"Udah sih, kenapa? Kalian mau nyalin lagi?" Nisa mengambil buku tugasnya di dalam tas dan meletakkannya di atas meja.

"Hehehe ... tahu aja sih kamu, Nis. Jadi, boleh nggak kita minjem buku tugas kamu? Bentar lagi masuk nih, masak jawaban kita kosong semua, 'kan nggak lucu," Zela mengambil buku tugas Nisa dan mulai menyalinnya bersama Erlin.

"Yaudah cepetan jangan lama-lama," kali ini Nisa memilih menunggu kita dengan duduk di bangkunya.

"Gaes, aku juga mau kali," Aku menyerobot di gerumbulan mereka.

"Hah? Nggak ah. Katanya mau ngerjain sendiri, yaudah kerjain aja sendiri." kali ini Husna benar-benar membuat emosiku memuncak.

"Ya nggak bisa gitu dong. Kita 'kan sahabat. Sahabat tuh harus mau berbagi sama sahabatnya. Siniin jawabannya, aku mau lihat!" Aku marah dan semakin menyerobot gerombolan mereka.

"Yaelah, kamu nggak lihat? Ini aja masih disalin Erlin sama Zela. Aku juga belum nyalin jawabannya. Tunggu mereka dulu, baru kita bisa nyalin. Soalnya cuman lima kok. Tenang aja." ucap Husna santai. Setelah Erlin dan Zela selesai menyalin jawaban, kini giliran aku dan Husna yang menyalin jawaban. Aku meminjam buku tugas milik Zela. Sedangkan Husna meminjam buku tugas milik Erlin. Buku tugas milik Nisa sudah dukembalikan ke pemiliknya.

Tak lama kemudian, bel masuk pun berbunyi. Aku dan Husna sudah selesai menyalin jawaban dan kami pun mengembalikan buku tugas kepada pemiliknya. Kemudian, kami kembali duduk di bangku masing-masing. 

Empat jam pelajaran sudah cukup menguras otak kami. Kini saatnya kami mengisi nutrisi agar bisa belajar dengan baik lagi. Bel istirahat pun berbunyi. Semua murid berlarian menuju kantin. 

"Gaes, mager nih, nggak usah ngantin ya...." hari ini entah kenapa aku sangat malas. Bahkan, untuk berjalan pun rasanya berat sekali. 

"Nggak laper kamu?" tanya Nisa sambil menaikkan alisnya.

"Nggak kok. Eh, tapi kalo kalian mau ngantin, aku titip ya, hehehe...." jawabku sambil menyengir.

"Hmm ... kebiasaan...." Husna yang memahami karakterku pun memajukan bibirnya pertanda bahwa dia sedikit kesal.

"Hehehe ... ayolah...." Aku merengek lagi. Alhasil, Husna pun semakin kesal dengan tingkahku.

"Nggak. Beli sendiri. Lagian kantin 'kan deket sama kelas kita. Yaudah tinggal jalan aja susah banget sih," ketus Husna.

"Ihh ... kok kalian gitu sih? Aku mager tauk. Aduh ... perutku juga sakit nih, bantuin dong! Katanya sahabat, tapi nggak mau bantuin." lagi-lagi Aku merengek kepada mereka.

"Yaudah, kamu mau makan apa biar aku bawain." Zela yang tidak tega pun akhirnya menawarkan diri untuk membantuku.

"Beneran nih? Oke deh, bawain bakso ya ... ini uangnya." Aku menyerahkan uangku ke Zela.

"Nggak-nggak. Zel, stop! Jangan manjain dia dong. Dia udah gede. Dia bisa beli sendiri." Husna kembali menghalangiku. 

"Kamu tega banget sih, Na. Perutku sakit tauk, aku nggak bisa jalan ke kantin." Aku memasang wajah melas di hadapan mereka agar mereka mau mengasihaniku dan berbaik hati membawakanku makanan.

"Hah? Emang perutmu ada hubungannya sama nggak bisa jalan? Nggak ada, 'kan?" lagi-lagi Husna membuatku emosi.

"Oke deh, kalo kamu nggak mau ikut yaudah kita duluan ya...." Erlin berjalan mendahului kami diikuti mereka bertiga.

"Lah? Kok? Woy, jangan tinggalin aku dong!" Aku berlari mengejar mereka yang sudah agak jauh dariku. 

"Lah katanya nggak mau ikut?" Nisa bertanya sambil menahan tawa.

"Yah ... kalo kalian nggak ada yang mau ngebawain makanan, yaudah aku ikut kalian." dengan terpaksa Aku mengatakan itu. 

"Hahahha ... nah, gitu dong! Kamu harus belajar mandiri. Jangan sekali-kali menggantungkan orang lain." ujar Husna sambil tertawa puas.

Dasar! Dari dulu Husna memang suka sekali mengerjaiku. Katanya, aku lucu kalau sedang marah. Apalagi kalau sedang kesal. Padahal aku tidak pernah mengerjai dia. Kenapa? Karena Husna sangat sulit untuk dikerjai. Tidak semudah Erlin dan Zela yang selalu kena jika aku kerjai. Lucu sih, tapi karena sering mengerjai mereka, aku jadi terkena kerjaan Husna. 

 

****

 

Sore hari adalah waktu dimana kami baru saja dipulangkan. Tepat pukul tiga sore kami pulang dari sekolah. Erlin dan Zela sudah pulang duluan karena mereka berdua membawa motor. Sementara aku, Nisa, dan Husna masih menunggu jemputan. Karena kita masih belum diizinkan untuk membawa motor sendiri. Lagipula, aku juga masih takut mengendarai motor sendiri.

"Gaes, kita jajan, yuk!" ajakku bersemangat.

"Tapi uangku tinggal 2000 doang. Uang segitu mau beli apa?" keluh Nisa sambil menatap uang di tangannya.

"Halah gampang, aku masih punya uang kok. Ntar pinjem uangku aja," Aku mengambil uang di saku kemeja.

"Loh? Kok? Yah ... tinggal 1000 doang. Gimana dong?" Aku lupa. Ternyata uangku tinggal seribu rupiah saja. Lalu mereka menertawakanku.

"Hahahah ... kamu sih, sok-sok-an minjemin uang, eh tapi malah nggak ada uang." Husna kembali mengejekku.

"Ya 'kan aku juga nggak tahu. Padahal tadinya masih 10.000, tapi kok sekarang tinggal seribu? Yang 9000 kemana? Masak jatuh sih? Ah elah ... padahal perut udah keroncongan gini tapi nggak ada uang," keluhku kesal sambil memegangi perutku yang keroncongan.

"Gini aja deh, aku punya uang 3000. Gimana kalo kita patungan aja? Ntar jajannya beli yang murah tapi dapat banyak biar bisa dibagi-bagi. Gimana? Setuju nggak?" Husna berinisiatif. 

"Wah, boleh juga tuh," sahutku kembali bersemangat.

"Ide bagus!" Nisa pun menyetujui ide Husna. Lalu dia dan Husna menyerahkan uang mereka untuk ku bawa.

Sambil nunggu jemputan, kami bertiga berkeliling untuk mencari kuliner yang murah tapi bisa mendapat banyak. Menurut hitungan matematika, jika kami patungan, kami mempunyai uang sebesar enam ribu rupiah. Dari uang tersebut, kami berusaha mencari kuliner yang harganya terjangkau. 

"Uang segini mau beli apa?" tanyaku sambil menatap uang yang ku bawa. 

"Cimol kuy?" usul Husna.

"Es tebu kuy?" usul Nisa.

"Tahu bakso kuy?" usulku.

"Lah? Kok beda-beda? Emang uangnya cukup?" tanya Husna sedikit takut kalau kalau uang kita tidak cukup untuk membeli jajan sebanyak itu.

"Belinya 2000-an aja. Cimol 2000, Es tebu 2000, dan tahu bakso 2000. Kita belinya mencar ya, ntar kalo udah beli, kita bagi bertiga jajan yang kita beli. Gimana?" Nisa berinisiatif. Lalu mengambil uang yang ku bawa dan membagikannya kepada kami secara rata.

"Oke kuy, aku beli cimolnya ya...." ucapku bersemangat.

"Yaudah deh, aku beli tahu baksonya. Nis, kamu beli es tebunya, oke?" pinta Husna kepada Nisa. Nisa pun mengangguk setuju.

"Oke. Kalo udah beli, kumpul di depan gerbang sekolah ya...." ucap Nisa mengakhiri.

"Siaap!!" sahut Aku dan Husna bersamaan.

Beberapa menit kemudian, kami selesai membeli jajan. Saat ini kami sedang berkumpul di depan gerbang sekolah. Husna membagi rata jajan yang kami beli untuk bertiga. Namun, belum sempat kami memakan jajan tersebut, ayahku sudah datang menjemputku. Alhasil, aku pun pulang dengan membawa jajan bagianku.

"Gaes, makasih ya untuk hari ini ... aku pulang duluan." ucapku sambil tersenyum. Mereka pun ikut tersenyum.

"Iya, hati-hati di jalan. Kalo ada semut jangan ditabrak, kasian ntar semutnya mati terus kamu digentayangi deh! Hahaha...." sahut Husna seraya meledekku. Aku hanya mengerucutkan bibirku lalu pergi meninggalkan mereka. Namun, sebenarnya aku sangat senang dengan kejadian hari ini.

Tidak mengapa, meski aku yang selalu menjadi bahan bully-an Husna, tapi aku sangat menyukai grup ini dan semua membernya. Aku sangat menyayangi mereka semua. Setiap hari aku berdoa agar kami akan selalu bersama selamanya. Karena akan sangat menyakitkan jika kami berpisah begitu saja. Kami bagaikan sebuah tubuh. Jika salah satu bagian tubuh ada yang hilang, maka tubuh tersebut tidak akan seimbang lagi. Sama halnya seperti V'Stars'. Jika salah satu dari kami menghilang, maka aku tidak tahu lagi apa yang terjadi dengan grup ini. Yang pasti, itu akan sangat menyakitkan. Dan aku berharap hal itu tidak akan pernah terjadi. 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Forget Me After The Rain
373      264     1     
Short Story
\"Kalau begitu, setelah hujan ini, lupakan aku, seperti yang aku lakukan\" Gadis itu tersenyum manis
LELAKI DENGAN SAYAP PATAH
7836      2511     4     
Romance
Kisah tentang Adam, pemuda single yang sulit jatuh cinta, nyatanya mencintai seorang janda beranak 2 bernama Reina. Saat berhasil bersusah payah mengambil hati wanita itu, ternyata kedua orang tua Adam tidak setuju. Kisah cinta mereka terpaksa putus di tengah jalan. Patah hati, Adam kemudian mengasingkan diri dan menemukan seorang Anaya, gadis ceria dengan masa lalu kejam, yang bisa membuatnya...
Premium
RARANDREW
15672      2929     50     
Romance
Ayolah Rara ... berjalan kaki tidak akan membunuh dirimu melainkan membunuh kemalasan dan keangkuhanmu di atas mobil. Tapi rupanya suasana berandalan yang membuatku malas seribu alasan dengan canda dan godaannya yang menjengkelkan hati. Satu belokan lagi setelah melewati Stasiun Kereta Api. Diriku memperhatikan orang-orang yang berjalan berdua dengan pasangannya. Sedikit membuatku iri sekali. Me...
A Day With Sergio
1080      523     2     
Romance
Inspektur Cokelat: Perkara Remaja
282      194     1     
Short Story
Elliora Renata, seorang putri dari salah satu keluarga ternama di Indonesia, hal itu tak menjamin kebahagiaannya. Terlahir dengan kondisi albinis dan iris mata merah tajam, banyak orang menjauhinya karena kehadirannya disinyalir membawa petaka. Kehidupan monoton tanpa ada rasa kasih sayang menjadikannya kehilangan gairah bersosialisasinya sampai akhirnya...serangkaian kejadian tak menyenangkan...
Breakeven
16935      2076     4     
Romance
Poin 6 Pihak kedua dilarang memiliki perasaan lebih pada pihak pertama, atau dalam bahasa jelasnya menyukai bahkan mencintai pihak pertama. Apabila hal ini terjadi, maka perjanjian ini selesai dan semua perjanjian tidak lagi berlaku. "Cih! Lo kira gue mau jatuh cinta sama cowok kayak lo?" "Who knows?" jawab Galaksi, mengedikkan bahunya. "Gimana kalo malah lo duluan ...
I'il Find You, LOVE
5327      1405     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
NI-NA-NO
1301      589     1     
Romance
Semua orang pasti punya cinta pertama yang susah dilupakan. Pun Gunawan Wibisono alias Nano, yang merasakan kerumitan hati pada Nina yang susah dia lupakan di akhir masa sekolah dasar. Akankah cinta pertama itu ikut tumbuh dewasa? Bisakah Nano menghentikan perasaan yang rumit itu?
CAFE POJOK
3109      1055     1     
Mystery
Novel ini mengisahkan tentang seorang pembunuh yang tidak pernah ada yang mengira bahwa dialah sang pembunuh. Ketika di tanya oleh pihak berwajib, yang melatarbelakangi adalah ambisi mengejar dunia, sampai menghalalkan segala cara. Semua hanya untuk memenuhi nafsu belaka. Bagaimana kisahnya? Baca ya novelnya.
Let it go on
1082      763     1     
Short Story
Everything has changed. Relakan saja semuanya~