Loading...
Logo TinLit
Read Story - DanuSA
MENU
About Us  

Enam siswa berharap-harap cemas menanti keputusan Pak Bambang sementara semua siswa sudah terlebih dulu memasuki hutan untuk mencari jejak. Termasuk Galih yang menjadi peserta pertama yang memasuki hutan bersama Luna.

Gisel, Andre, Doni, Ratna, Danu dan Sabina termasuk di dalamnya. Semua merapal doa di dalam hatinya agar mendapat pasangan sesuai keinginan. Gisel tentu saja berharap bisa bersama Danu sementara Andre dan Doni mengharap bisa bersama Gisel. Ratna pasrah karena ia yakin tidak ada yang menginginkan untuk bersamanya padahal Sabina berdoa agar dia bisa bersama Ratna. Semalam sudah cukup membuktikan jika satu tenda bersama Ratna tidaklah buruk. Ratna tidak banyak bicara. Sementara Danu tentu saja dia tidak ingin bersama Gisel dan juga Sabina, sejak kemarin mereka tidak bertemu. Sekalipun berpapasan mereka sama-sama membuang muka.

Pak Bambang mengamati jam di tangannya memastikan jika waktunya sesuai yaitu 15 menit setiap kelompok. "Selanjutnya, Doni dan ... Ratna."

Batin Doni mendesis tidak terima, sementara Sabina hanya pasrah, ia hanya bisa menunggu keputusan jika tidak bersama Andre pasti sama Danu atau Gisel

Ck neraka.

"Pak nggak boleh ganti pasangan?" Doni mengusulkan keberatannya.

"Ayo cepat jalan!" Pak Bambang tidak menggubris protes yang dilakukan Doni. Dengan terpaksa ia berjalan memasuki hutan disusul Ratna yang berlari kecil di belakangnya.

Menyusuri hutan sejauh 5 km sambil mencari bendera yang diletakkan di tempat tertentu.

"Selanjutnya Andre dan ... Gisel."

"Yah Bapak," keluh Gisel namun Pak Bambang memberi kode agar mereka cepat jalan. Tidak usah ditanya bagaimana Andre. Dia seperti baru saja memenangkan lomba makan es buah pak Larso. Terlihat semringah.

Udah seger dapet hadiah lagi. Rejeki nomplok.

Danu dan Sabina saling diam. Namun, dalam hati saling bersumpah serapah menyalahkan nasib.

"Nggak usah kesel gitu Sel, bedanya apa sih gue sama Danu?" Andre membuka percakapan dengan cewek yang terus saja menggerutu tidak jelas sejak memasuki hutan.

"Jelas beda lah, elo nggak punya kaca di rumah?" Cewek itu bersedekap angkuh.

"Elo nggak nyadar kalo Danu nggak ngerespon lu? Udah deh nyerah aja kenapa. Gue mau kok sama elo Sel."

Gisel memutar mata tanpa menanggapi Andre dengan perkataan ia mempercepat langkahnya menuju pertigaan di depannya, di sana ada anak panah tanda penunjuk jalan ke arah kiri.

"Sel gue serius!" Andre menarik tangan Gisel membuatnya berhenti tepat di dekat tanda itu. Andre mengubah posisinya menjadi di sampingnya.

"Apaan sih Ndre, gue nggak suka sama elo!" Gisel mendorong Andre kasar hingga membuatnya menabrak tanda yang terbuat dari papan kayu di belakangnya dan menyebabkannya tumbang. Raut wajah kecewa cowok itu tak terelakkan. Ia mengejar Gisel yang sudah meninggalkannya.

"Sel, kurangnya gue apa sih?"

"Banyak, gue cuma suka sama Danu. Titik."

"Ayo giliran kalian." Pak Bambang menginterupsi keduanya hingga akhirnya mereka memasuki hutan. Pak Bambang berbicara melalui handie talkie di tangannya memberitahu para pembimbing yang lain jika semua siswa sudah masuk hutan. Di setiap pos ada guru pembimbing yang berjaga memastikan semua siswa sudah melewatinya.

Tidak ada yang berbicara, hanya suara sepatu yang bergesekan dengan dedaunan kering yang terdengar saling bersahutan dari keduanya. Sabina memperbaiki tas gendongnya ia membawa keperluan yang mungkin saja akan berguna nanti. Termasuk roti sandwich dan susu kotaknya yang masih tersisa dua. Ia melihat Danu yang berjalan di depannya, cowok itu tidak membawa apapun.

"Belok mana, nih?" Danu berhenti di pertigaan ia tidak melihat tanda apapun. Hingga Sabi memutuskan mensejajarkan dirinya dengan Danu lalu melihat sekitar mencari-cari tanda.

"Kanan?" kata Sabina dengan nada bertanya ketika melihat tanda panah yang ambruk karena ulah Gisel dan Andre tadi. Mau tak mau ia harus bicara karena dalam kegiatan seperti ini memang dibutuhkan komunikasi juga kerja sama.

"Lo yakin?"

Sabina mengangkat kedua bahunya tak acuh membuat cowok itu menghela napas lelah.

"Itu kan tanda panahnya menghadap ke kanan."

"Ya udah kita ke kanan." Danu kembali memimpin di depan, menyusuri jalan setapak dengan tanaman belukar yang rimbun di samping kanan kirinya. Beruntung mereka berdua memakai celana panjang hingga tidak perlu khawatir kaki mereka tergores ranting atau daun yang mereka lewati. Mereka terus berjalan dalam diam sama sekali tidak curiga jika sebenarnya mereka sudah tersesat, jalan setapak sudah tidak terlihat sejak tadi. Hingga ketika Danu melihat jam di tangannya yang menunjukkan pukul 11 siang.

"Kayaknya kita salah jalan deh masak udah satu jam jalan nggak ada tanda apapun."

Sabina memutar tubuhnya, menjelajah sekitar dengan matanya, hanya ada pohon-pohon yang berdiri kokoh. Tidak ada tanda-tanda keberadaan pos penjagaan.

"Iya kayaknya."

"Balik lagi aja deh," ajak Danu.

Mereka kembali memutar jalan, namun tak kunjung menemukan jalan setapak yang mereka lalui tadi. Pohon-pohon tampak sama hingga membuat keduanya bingung. Mereka memutuskan beristirahat. Jamnya kini sudah menunjukkan pukul 12.

Danu menjambak rambutnya gemas, "Seharusnya tadi itu ke kiri!"

Sabina yang merasa disalahkan tidak terima. "Tadi tandanya mengarah ke kanan. Kamu kan lihat sendiri!"

Danu duduk di batang kayu yang tumbang ia mengambil ponsel di saku jaketnya.

"Nggak ada sinyal lagi. Coba liat HP lo ada sinyalnya nggak?"

Sabina yang masih berdiri menggelengkan kepalanya, "Nggak punya HP."

"Astaga Bi, hari gini elo nggak punya HP," ejek Danu kesal. Pertama dia kesal karena bersama Sabina, kedua ia kesal karena tersesat dan ketiga Sabin tidak bisa diandalkan.

Boro-boro buat beli hape, ada buat makan sama beli baju aja udah syukur.

Danu masih berusaha menangkap sinyal di ponselnya. Hingga berakhir pasrah kerena tidak ada hasil.

Cowok itu menghela napas, "Sekarang gimana?" Ia berusaha menurunkan egonya. Marah tidak akan menyelesaikan masalah.

Sabina duduk di atas tanah yang tertutupi dedaunan kering.

"Yang jelas nggak mungkin kita diem aja di sini, kan? Istirahat dulu nanti kita lanjut jalan."

Kalimat terpanjang yang pernah Danu dengar dari mulut Sabina.

"Jalan ke arah mana?"

Sabina mendongak ke atas melihat matahari yang tepat berada di atas kepala mereka, meskipun tertutup pohon-pohon yang menjulang tinggi. "Menurutku ke barat sih, kita kan bisa ngikutin arah matahari jadinya. Tapi belum kelihatan arah barat sebelah mana."

Danu mengangguk setuju, ia juga tidak begitu mengerti bagaimana cara bertahan hidup di hutan liar sepertinya ini. "Tunggu bentar lagi sampai matahari ke barat."

Hening, Danu masih mengecek ponselnya. Ia benar-benar menyerah dengan gadget itu dan memilih memasukkannya ke dalam saku jaketnya. Ia duduk di tanah bersandar batang kayu yang ia duduki tadi. Geriak perut Danu terdengar hingga membuat Sabina yang duduk di depannya menoleh ke belakang.

"Gue laper," ucap Danu ketika menyadari Sabina mendengar suara perutnya.

Cowok itu memejamkan matanya membayangkan aroma soto ayam pak Larso di kantin sekolahnya membuat air liurnya mengalir deras.

"Buat kamu." Sabina mengulurkan roti sandwich serta sekotak susu yang merupakan harta karunnya saat ini pada Danu.

"Elo nggak laper?" tanya Danu ketika menerima pemberian Sabina.

"Laper, tapi masih bisa tahan. Tinggal satu di tas buat nanti, habis itu nggak ada lagi." Sabina mengambil air mineral di tasnya yang ia bawa dari camp tadi dan meminumnya sedikit.

Ia harus berhemat air dan makanan.

"Bagi dua, ya?" tawar Danu, ia membuka kemasannya dan memotongnya menjadi dua bagian.

"Nggak buat kamu aja."

"Daripada elo pingsan nanti gue yang repot."

Sudut bibir Sabina berkedut ia ingin tersenyum tapi gengsi berkuasa atas segalanya jadi ia memutuskan untuk menerima sebagian roti itu. Danu sedikit merasa bersalah karena berpikir jika Sabina tidak bisa diandalkan, nyatanya ia bisa memperpanjang nyawanya meskipun hanya sebentar.

Sabina nggak sedingin yang gue bayangin, gue pikir dia bakalan sembunyiin bekalnya buat dia makan sendiri nyatanya dia rela menahan lapar buat gue.

"Sebenernya gue nggak suka rasa coklat, tapi lumayanlah daripada nggak ada." Danu berbicara sendiri hanya agar membuat suasana menjadi sedikit lebih cair. Sabina tidak menanggapinya ia memunggungi Danu dan asyik memakan roti kesukaannya.

Cowok itu memasukkan pipet ke dalam kotak susu kemudian meminumnya sedikit, ia benar-benar tidak begitu menyukai cokelat tapi mengingat susu bisa membuat kenyang maka ia memutuskan meminum setengahnya.

"Elo juga mau susunya?"

Sabina menoleh ke belakang, "Kamu aja yang habisin aku minum air putih aja."

"Gue nggak suka coklat Bi dan ini sisa setengah, nggak mungkin gue buang, kan?"

Sabina melirik susu kotak di tangan Danu ia menimbang-nimbang.

Dibuang sayang, tapi itu bekasnya Danu.

Akhirnya Sabina meraih susu itu, ia mencabut pipet dari sana dan membaliknya lalu memasukkannya lagi. Dengan santai ia meminumnya. Danu yang melihat Sabina hanya terkekeh dalam hati.

"Gue nggak penyakitan kok Bi."

Sabina mengangkat kedua bahunya sebagai respon, ia hanya tidak terbiasa meminum bekas orang lain. Apalagi bekas cowok, makhluk yang paling ia benci.

"Bi...-"

Sabina menoleh lagi ke belakang.

"Makasi, ya."

Cewek itu hanya mengangguk singkat.

.
.

Di sisi lain para guru dan panitia kemah tengah sibuk mencari keberadaan mereka berdua. Semuanya sudah kembali ke camp dan ketika diabsen mereka berdua tidak ada. Galih ikut masuk ke hutan mencari mereka sementara para siswa lainnya khawatir.

"Jangan-jangan dimakan singa," celetuk seorang siswi dengan wajah seperti ingin menangis.

"Jangan ngaco lo!" Gisel tidak terima seseorang berpikir buruk tentang cowok pujaannya. Andre dan Doni berusaha menelpon nomor Danu namun tidak aktif.

Sabi biarin dah ilang, asal bukan Danu.
.

.

"Kayaknya barat ke sana deh, ayo jalan keburu sore." Danu bangkit membersihkan menepuk-nepuk celananya yang kotor.

Danu berjalan lebih dulu dan Sabina menyusulnya. Tidak ada yang bicara hingga waktu yang cukup lama membuat Danu merasa sepi dan tidak nyaman.

"Bi, kok lo bisa beda gitu sih di sekolah sama di kedai?" Akhirnya coeok itu membuka suara.

Danu meraih sebatang kayu kering yang akan ia gunakan sebagai tongkat. Ia sedikit membersihkan ranting di sekitar kayu itu.

Sabina yang di belakangnya hanya diam, dia tidak mau berbagi urusan pribadinya dengan orang lain.

"Bi...,"

"Bukan urusanmu!"

"Yaelah Bi, kalo elo Sabi yang kayak di kedai kan lu bisa punya banyak temen nggak serem kayak biasanya."

"Kayak Gisel?" Sabina tergelak ringan "nggak makasih!"

"Ya nggak kayak Gisel juga, gue nggak suka sama dia. Minimal jadi yang normal-normal aja gitu. Lo nggak capek mainin dua peran?"

Capek kadang-kadang tapi kalo inget prinsip aku biasa aja.

Tidak ada tanggapan hingga waktu yang cukup lama, sesuatu yang mereka harapkan belum juga terlihat.

Berbagai pikiran buruk menghantui pikiran Danu.

Gimana kalo nggak bisa keluar dari hutan sampe malem?

Gimana kalo nggak bisa pulang?

Gimana kalo dimakan hantu?

Danu meraih kulit kayu yang tergeletak di atas tanah, seukuran dua jengkal telapak tangannya.

"Bi, lo nggak takut?"

"Takut apa?"

"Nggak bisa pulang trus hilang di sini."

"Takut ... aku takut ninggalin mamaku."

Sabina memejamkan matanya. Menyesal telah menjawab pertanyaan cowok di depannya. Ia merutuki dirinya sendiri.

"Mamamu di rumah itu juga? Gue nggak pernah lihat. Oh ya, gue tinggal di depan rumah kosong itu. Lo tinggal di situ?" Danu menoleh ke belakang sementara tangannya sibuk melobangi kulit kayu yang ia dapat tadi menggunakan batang kayu yang ia dapat sebelumnya.

"Nggak, di tempat lain!" jawab Sabina datar tanpa ingin memberitahu jika itu adalah rumahnya.

Jangan nanya lagi Nu, please. Sabina merapal doa.

"Di mana?"

Sialan!

"Bukan urusanmu!"

Danu mengangguk karena ia paham Sabina tidak ingin berbagi. Hening kembali membentang dan Danu tidak tahan akan hal itu. Ia meraih ponselnya lalu memutar lagu di playlist-nya kemudian memasukkan lagi kedalam sakunya. Sesekali ia ikut bersenandung sementara kedua tangannya kembali berkutat dengan ranting kayu.

Telah habis sudah, cinta ini tak lagi tersisa untuk dunia...

Sabina mendengkus remeh mendengar lirik yang Danu nyanyikan.

"Kenapa?" tanya Danu sambil mengeryit.

"Cinta itu cuma omong kosong. Awalnya doang manis ujung-ujungnya nyakitin," ujar Sabina sedikit menggebu, amarah terpencar di matanya.

"Pernah disakitin?"

Sabina diam. Tidak seharusnya ia membahas ini.

"Oke, kalo nggak mau jawab. Gue juga pernah disakiti. Gue pernah disakitin Clara, dia selingkuh sama sahabat gue, tapi gue yakin cinta itu bukan sekadar omong kosong belaka. Ada saatnya kita saling membutuhkan, tertawa bersama menangis bersama, saling mendukung,"

Sabina tergelak, "Ya, mungkin di awal emang manis gitu, tapi gimana kalo lama-lama berubah ujung-ujungnya nyakitin? Main fisik dan bikin cacat pasangannya? Apa itu namanya cinta? Semua cowok tu sama aja. Bullshit!"

"Kalem Bi, cepet tua ntar. Jangan dipukul rata gitu dong, gue lain kok nggak main fisik. Kalo gue udah cinta sama cewek gue bakal lindungi cewek itu, gue nggak bakal nyakitin dia kecuali dia yang memulai. Emang elo pernah dikasarin?"

"Udah nggak usah dibahas!"

Rasa penasaran yang sangat besar kembali mengusik hati Danu. Mengapa cewek itu seolah membenci laki-laki.

Akhirnya yang dibuat Danu selesai juga.

"Bi."

Danu memasang kulit kayu itu di wajahnya sembari menghadap ke arah Sabina secara tiba-tiba dan berteriak.

"I'm Groot!"

Ia mengacungkan ranting kayu di tangan kanannya ke atas. Sabina hanya menatapnya dengan tatapan cringe. Cukup lama hingga hanya suara daun yang saling bergesekan karena terkena embusan angin yang terdengar. Danu terlihat kikuk.

"Apaan sih?!" Sabina akhirnya mengeluarkan suara. Ia sama sekali tidak mengerti.

"Elo nggak tau?"

Gadis itu menggeleng.

"Astaga Sabi lo kemana aja? Lo nggak pernah nonton Guardian of the Galaxy?"

"Nggak!"

"Avengers?"

"Nggak!" Sabina melangkah mendahului Danu. "Cepetan keburu malem." Ia melihat matahari yang mulai condong ke barat.

Cowok itu membuang topengnya ke tanah, menatap hasil kerja kerasnya sejak tadi yang berakhir sia-sia. Ia berpikir jika mampu membuat Sabina tertawa nyatanya ia malah membuat dirinya sendiri terlihat konyol.

Danu melihat jam di ponselnya ketika ia mematika lagu yang sejak tadi berputar, sudah jam 4 gumamnya hampir tak bersuara. Sementara yang ia lihat di sekelilingnya hanya pemandangan yang sama sejauh mata memandang. Ia semakin gusar, kegusarannya bertambah ketika mendengar suara ribut di belakangnya hingga secara otomatis keduanya menoleh ke belakang dan terkesiap bersamaan.

"Sabina LARI!!"

Mereka berdua lari dengan kencang karena dikejar segerombolan babi hutan, seekor besar dan beberapa masih kecil. Suara guikan dari babi-babi tersebut terdengar semakin lama semakin dekat.

"Cepet, Bi!" seru Danu seraya sesekali melihat kebelakang.

Sabina melajukan kakinya sekencang mungkin.

"Naik pohon Bi!"

"Nggak bisa manjat!" Sabina terengah.

"Pokoknya harus bisa, lihat pohon di depan? Gue kanan lo kiri."

Dengan sigap Danu memanjat pohon sementara otak dan kaki Sabina tidak berjalan dengan sinkron ia tetap berlari dan para babi terus mengejarnya.

"Sabi, manjat pohon cepet!" teriak Danu kencang. Ia khawatir. Hingga tepat di depan Sabina jurang yang cukup curam, ada pohon besar yang condong ke arah jurang –hampir roboh. Tidak ada pilihan lain ia harus memanjat pohon itu. Namun, ketika ia menaiki batang pohon itu ia terpeleset dan terjerembab ke dalam jurang.

Gadis itu berteriak.

Danu yang masih berdiri di atas pohon terkejut jantungnya berdentum keras.

"SABI...!"

Jangan lupa vomment ????

Jangan lupa vomment ????

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • YulianaPrihandari

    @DanFujo itu awalnya blm ada adegan ngambil fotonya Danu buat jaga-jaga, tapi karena ada komen dari @drei jadi saya tambahin biar ada alasannya (sebab akibat).

    Nggak perlu jadi kakak atau adik, cukup jadi sahabat yang "peka" dengan sahabatnya hehe. Temen-temennya Danu pada nggak peka karena Danu cukup pintar menyembunyikan masalahnya hehe

    Comment on chapter Rasa 24
  • DanFujo

    @drei Menurutku itu biasa sih. Kan cuma curiga di awal doang, abis itu hapenya udah jadi hak dia juga. Kurang lebih bahasanya: udah kebukti ni anak lagi butuh. Lagipula dia bilang kayak gitu juga cuma akal-akalan biasa pedagang Wkwkwk

    Btw, @YulianaPrihandari Ini gue pengen banget jadi kakak atau adeknya Danu, biar dia gak sendirian gitu. Biar kalau ada masalah ada tempat curhat gitu. Kok rasanya sedih banget yah pas dia minta penjelasan dari ibunya. Membulir juga air mataku. Meski gak menetes :"

    Comment on chapter Rasa 24
  • YulianaPrihandari

    @drei si Abangnya terlalu kasian sama Danu wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 2
  • YulianaPrihandari

    @AlifAliss terimakasih sudah membaca :):)

    Comment on chapter Rasa 2
  • drei

    si abang konter ceritanya nuduh danu nyopet, tapi minjemin motor kok mau? ^^'a motor kan lebih mahal dari hape haha... (kecuali itu bukan motor punya dia)

    Comment on chapter Rasa 7
  • drei

    wah menarik nih... starting off well. will definitely come back. XDD

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Dukung banget buat diterbitkan, meskipun kayaknya harus edit banyak. Wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 21
  • AlifAliss

    Kok aku ikut-ikutan bisa logat sunda yah baca ini wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 6
  • AlifAliss

    Gue juga jatuh cinta ama Sabi, tapi gak apa-apa kalau keduluan Danu. ????

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Jatuh di hadapan siapa, Nu? Di hadapanku? Eaakk.. ????

    Comment on chapter Rasa 2
Similar Tags
Why Joe
1283      660     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
Kreole
142      128     1     
Romance
Apa harus ada kata pisah jika itu satusatunya cara agar kau menoleh padaku Kalau begitu semoga perpisahan kita menjadi ladang subur untuk benih cinta lain bertunas
Pensil Kayu
391      262     1     
Romance
Kata orang cinta adalah perjuangan, sama seperti Fito yang diharuskan untuk menjadi penulis buku best seller. Fito tidak memiliki bakat atau pun kemampuan dalam menulis cerita, ia harus berhadapan dengan rival rivalnya yang telah mempublikasikan puluhan buku best seller mereka, belum lagi dengan editornya. Ia hanya bisa berpegang teguh dengan teori pensil kayu nya, terkadang Fito harus me...
Tentang Penyihir dan Warna yang Terabaikan
7933      2212     7     
Fantasy
Once upon a time .... Seorang bayi terlahir bersama telur dan dekapan pelangi. Seorang wanita baik hati menjadi hancur akibat iri dan dengki. Sebuah cermin harus menyesal karena kejujurannya. Seekor naga membeci dirinya sebagai naga. Seorang nenek tua bergelambir mengajarkan sihir pada cucunya. Sepasang kakak beradik memakan penyihir buta di rumah kue. Dan ... seluruh warna sihir tidak men...
AMORE KARAOKE
18494      2964     7     
Romance
Dengan sangat berat hati, Devon harus mendirikan kembali usaha karaoke warisan kakeknya bersama cewek barbar itu. Menatap cewek itu saja sangat menyakitkan, bagaimana bila berdekatan selayaknya partner kerja? Dengan sangat terpaksa, Mora rela membuka usaha dengan cowok itu. Menatapnya mata sipit saja sangat mengerikan seolah ingin menerkamnya hidup-hidup, bagaimana dia bisa bertahan mempunyai ...
Van Leyden, Lagi
15      14     0     
Action
Ia mati di tangan bangsanya sendiri. Kini, ia bangkit di tubuh seorang gadis pribumi. Di tanah yang bangsanya ingin kuasai. Di tengah abu pasca Bandung Lautan Api, Raras van Leyden hanya punya satu tujuan: kembali ke Netherland, ke organisasinya, ke kekuasaan yang dahulu mengagungkannya. Tapi ini dunia 76 tahun setelah kematiannya. Dan Raras memilih masuk ke Akademi Mandala Rakyat di...
Contract Lover
12512      2659     56     
Romance
Antoni Tetsuya, pemuda mahasiswa kedokteran tanpa pengalaman romansa berusia 20 tahun yang sekaligus merangkap menjadi seorang penulis megabestseller fantasy komedi. Kehidupannya berubah seketika ketika ia diminta oleh editor serta fansnya untuk menambahkan kisah percintaan di dalam novelnya tersebut sehingga ia harus setengah memaksa Saika Amanda, seorang model terkenal yang namanya sudah tak as...
Babak-Babak Drama
471      326     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
Hidup Lurus dengan Tulus
199      177     4     
Non Fiction
Kisah epik tentang penaklukan Gunung Everest, tertinggi di dunia, menjadi latar belakang untuk mengeksplorasi makna kepemimpinan yang tulus dan pengorbanan. Edmund Hillary dan Tenzing Norgay, dalam ekspedisi tahun 1953, berhasil mencapai puncak setelah banyak kegagalan sebelumnya. Meskipun Hillary mencatatkan dirinya sebagai orang pertama yang mencapai puncak, peran Tenzing sebagai pemandu dan pe...
Miss Gossip
3789      1600     5     
Romance
Demi what?! Mikana si "Miss Gossip" mau tobat. Sayang, di tengah perjuangannya jadi cewek bener, dia enggak sengaja dengar kalau Nicho--vokalis band sekolah yang tercipta dari salju kutub utara sekaligus cowok paling cakep, tajir, famous, dan songong se-Jekardah Raya--lagi naksir cewek. Ini hot news bangeddd. Mikana bisa manfaatin gosip ini buat naikin pamor eskul Mading yang 'dig...