Hari istimewa yang selalu kita rayakan seperti tahun-tahun sebelumnya. Tempat ini sudah menjadi tempat yang spesial kita untuk tidak melupakan sebuah pertemuan. Tepat pada pukul 20.10 WIB, kita telah resmi menjalin hubungan. "Ini ada kado untukmu. Mungkin ini adalah kado teristimewa yang pernah kamu terima." Kamu melemparkan senyum untukku dengan raut wajah yang ceria. "Namun, jikalau kamu tidak keberatan, aku saja yang membuka kado ini agar kamu tidak repot-repot membukanya," lanjutku.
"Yasudah. Ayuk buruan dibuka, aku tidak sabar ingin melihatnya," ucapmu. Saat aku membukanya lalu kamu pun terkejut. "Hah? Cuma surat? Ngapain dibungkus indah jikalau cuma surat belaka?" lanjutmu.
Seketika harapan Desi, kekasihku pun terbunuh oleh selembar surat dariku yang lusuh. Kamu pun pergi meninggalkan meja makan, padahal dirimu belum tahu isi surat yang berasal dari lubuk hati ini. "Kamu mau kemana?" ucapku. Namun, ucapanku diabaikan begitu saja. Ia tetap pergi mengikuti apa kata hatinya. Aku pun mengejarnya.
"Kamu ngapain pergi meninggalkanku?"
"Aku tak meninggalkanmu. Namun aku hanya ikuti apa kata hati yang ingin pergi," jawabmu.
"Tapi, kamu harus tahu isi suratnya sayang."
"Apa yang harus kudengar dari surat lusuh itu? Kamu saja tidak menganggap hari ini, sesuatu spesial kita. Kita sudah pacaran lima tahun, namun kamu tidak kunjung menepati janjimu saat awal peresmian kita," kamu pun pergi. Langkah kakinya menuntunnya untuk pulang.
"Maukah kamu menikah denganku?" ucapku dengan suara lantang. Seketika itu pula, Desi menghentikan langkah kakinya. Dan mengurungkan diri untuk pulang lalu kembali ke hadapanku.
"Apa yang kamu ucapkan tadi?" tatapan serius.
"Maukah kamu menikah denganku?" ucapku. Namun tiba-tiba, kamu kembali pergi lagi dari hadapanku. "Itu kalimat yang ada di dalam surat lusuh ini," pungkasku. Ucapanku diabaikan begitu saja. Ia tetap kembali pergi. Aku pun mengejarnya lagi.
"Kamu kenapa lagi? Aku tulus mencintaimu. Kita sudah lewati semuanya selama lima tahun. Masa kamu mau pergi begitu saja!"
"Sudah waktunya kujelaskan. Cinta ini sudah tidak milikmu. Aku tidak butuh ribuan selembar kertas yang isinya Puisi, Sajak atau kata-kata indah. Aku tidak butuh itu semua! Setiap hari, bulan, bahkan tahun. Kamu tiada henti-hentinya mengirim itu semua. Tapi nyatanya? Lembaran kertas itu hanya tong kosong nyaring bunyinya. Kamu lebih senang bersembunyi di balik kata-kata, tetapi tidak mampu mewujudkan sesuatu yang pernah kamu tulis,"
"Satu hal lagi yang harus kamu ingat. Wanita butuh kepastian bukan rayuan. Jika kamu lelaki sejati, sudah sepatutnya kamu memberikan bukti," lanjutmu. Aku pun terdiam. "Nggak perlu kasih penjelasan lagi. Aku pergi dulu," pungkasmu. Kamu pun pergi dengan menggunakan transportasi umum, sedangkan kegelapan menemani kekesalanku hari ini.