“Mungkin kita bisa menemukan sesuatu di sini.”
Ben membuka ranselnya untuk mengeluarkan beberapa barang pribadi milik Billy dulu dan menaruhnya di atas meja mereka. Mereka memutuskan untuk bertemu lagi beberapa hari setelah mereka melabrak Max di Lunar, di mana Ben akan mencoba membawakan beberapa benda milik Billy dulu, begitu juga Julie, untuk mencoba mencari apapun yang bisa dikaitkan kepada kematian kedua saudara mereka.
Jamie datang membawakan pesanan mereka seperti biasa, dua botol bir dengan sekotak kentang goreng. Pria itu sudah tidak banyak berkomentar lagi mengenai mereka berdua, mungkin karena Lunar belakangan ini cukup ramai jika malam menjelang, sehingga ia dan stafnya pun jadi lebih sibuk dari biasanya.
Julie meraih beberapa buku tulis Billy yang terdiri dari catatan pelajarannya di sekolah, lembaran lirik musik di klubnya, tugas esai dan tulisan-tulisan lainnya yang berkaitan dengan kegiatannya di sekolah. Ia kemudian beralih kepada tumpukan kertas beragam bentuk dan warna yang lebih ke tuisan-tulisannya di rumah seperti catatan selamat hari raya, daftar belanja untuk keperluan ternak dan tanaman dan catatan bahwa ia akan pulang malam karena ada pertemuan klub dulu di sekolah.
“These are useless.”
Julie dan Ben saling memandang dalam keterkejutan ketika mereka menyadari bahwa mereka mengucapkannya bersamaan. Mereka pun tersenyum kecil.
“Jangan tersinggung, Julie, tapi aku tidak yakin jadwal latihan sepakbola Owen akan membantu kita menemukan bagaimana mereka ada di jembatan waktu itu.”
Julie mengangkat catatan selamat hari Natal milik Billy dengan pandangan meledek. “Atau bagaimana ucapan Billy membantu kita untuk tahu kebenaran di balik kecelakaannya waktu itu.”
Senyuman mereka berdua hilang sekejap, dan keduanya sadar bahwa mereka mungkin akan kembali ke titik awal jika tidak menemukan petunjuk apapun untuk apa yang sedang mereka cari. Mereka mungkin akan kembali ke square one.
“Apa kau sudah memeriksa laptop dan ponsel Owen?” tanya Ben.
Julie mengangguk. “Bila kusimpulkan, file di laptop Owen hanyalah kumpulan lagu, foto, video musik atau film, tugas sekolah, dan ekskul. Begitu juga dengan ponsel. Ada beberapa akun email yang tidak bisa aku ganti kata sandinya karena recovery email Owen adalah email pribadinya yang lain. Media sosial juga tidak mengindikasi soal hubungan Owen dengan Billy. Kecuali kau mau memeriksanya sendiri, aku tidak melihat ada hal yang relevan dengan investigasi kita. Bagaimana denganmu?”
“Sama,” jawab Ben lelah.
Julie memandangi catatan Billy di tangannya yang bertuliskan “Merry Christmas, Mom and Dad” dan merasakan kesedihan merayapi hatinya lagi.
He died so young, batin Julie getir.
“Bagaimana keadaan Billy, ngomong-ngomong?” tanya Ben, sedikit mengagetkan Julie.
“Billy baik-baik saja,” jawab Julie dengan senyuman tipis. “Belakangan ini ia suka berada di kamar Owen. Ia merasa ada yang familiar baginya soal Owen, dan jika ia berlama-lama di situ, menurutnya ia mungkin akan menemukan atau mengingat sesuatu.”
Ben memberinya pandangan penasaran. “Apa mungkin ia melihat roh Owen di situ?”
Julie menggeleng. “Aku juga menanyakan hal yang sama. Tapi kata Billy tidak.”
“Apa kau juga bertanya padanya apakah semua orang yang meninggal akan kehilangan ingatannya?”
“Kau kelihatan sangat tertarik dengan dunia akhirat,” balas Julie dengan senyuman kecil.
“Jika aku bisa melihat roh Billy juga, aku yakin kalau aku akan menanyakan banyak hal padanya,” kata Ben sambil memindai kertas-kertas di depannya.
“Aku tidak bertanya padanya soal itu. Mungkin siapapun yang berada di atas sana memiliki rencana untuk Billy dengan menghilangkan memorinya.”
“Siapapun itu, aku berterima kasih kepada mereka,” ucap Ben. “Kita mungkin tidak akan sampai di sini jika Billy tidak mendatangimu, Julie.”
“Dan untunglah aku bisa melihatnya.”
Ben menghentikan gerakannya dan menatap Julie lekat-lekat. “Belakangan ini insomniamu sudah membaik, bukan begitu? Jika kau benar-benar sembuh, apa mungkin kau juga tidak akan bisa melihat Billy lagi?”
Julie terpana mendengarnya. “Kau benar juga. Bila logikanya memang begitu, berarti kita harus lebih cepat menyelesaikan investigasi ini.”
Ben mengangguk, dan mereka pun kembali ke aktivitas mereka.
Julie kemudian memandang barisan kartu ucapan lainnya dari Billy, dan entah kenapa ia merasa tulisan tangan Billy terlihat sangat familiar.
Keningnya berkerut seraya ia mencoba mengingat-ingat di mana ia melihatnya, sementara Ben kembali menginspeksi benda-benda milik Owen.
Julie kemudian ingat.
Tulisan Billy sama persis dengan catatan bunuh diri yang ia temukan di dalam tas Owen.
Ia terkesiap, membuat Ben menoleh padanya dengan khawatir.
“Kenapa, Julie?”
“Astaga, Ben, aku sepertinya tahu siapa pemilik catatan bunuh diri yang ada di tas Owen waktu itu,” ucap gadis itu dengan ekspresi terperangah. “Aku yakin itu milik Billy.”
Ben langsung kaget. “Apa?”
“Damn it, aku tidak punya salinan catatan itu, tapi aku ingat jelas, Ben,” ujar Julie was-was. “Aku sangat yakin kalau tulisan tangan yang ada di sana adalah tulisan Billy,” lanjutnya sambil menunjukkan sebuah ucapan hari raya dari Billy kepada Ben.
“Aku... aku tidak bisa mempercayai ini,” balas Ben ragu. “Billy tidak mungkin berpikir untuk membunuh dirinya sendiri, Julie. Dia tidak punya alasan untuk itu.”
“Tapi aku yang menemukan catatan di tas Owen, dan aku masih sangat ingat dengan tulisannya,” kata Julie. “Ben, pikirkan baik-baik. Apakah kau ingat apapun dari Billy yang mungkin dapat mengarahkannya kepada keputusan seperti itu?”
Ben berpikir untuk beberapa saat, tetapi kemudian ia menggeleng. “Tidak ada yang aneh atau berbeda dari Billy. Aku mungkin sibuk dengan kuliahku di universitas sehingga aku tidak tahu bagaimana keadaannya di sekolah dulu, tetapi setiap kali kami berada di rumah, aku tidak yakin ia bahkan merencanakan untuk melakukan itu. Ia sangat positif dan ceria, dan terlebih, ia juga menyayangi keluarganya. Ia tidak punya alasan untuk melukai dirinya sendiri.”
“Ben, aku juga awalnya tidak percaya ketika mereka bilang padaku kalau Owen membunuh dirinya sendiri,” kata Julie sambil menggenggam sebelah tangan Ben. “Jadi aku mengerti perasaanmu.”
“Oh, apa benar?” tanya Ben geram. “Keluarga kami tidak seperti keluarga kalian, oke? We still have humanity.”
Julie mengerutkan keningnya karena bingung, tetapi ketika ia hendak membuka mulutnya lagi, seseorang datang ke booth mereka dan memanggil namanya dengan keras.
“Julie Stone!”
Gadis itu terlonjak dan segera menoleh kepada siapapun yang mengganggu pertemuan mereka saat itu, dan ternyata itu adalah Max. Pria itu berjalan ke arah mereka seakan-akan ia adalah sahabat keduanya, dan hal itu membuat Julie muak.
“Apa yang kau inginkan, Max?” tanyanya kesal. “Apa sekarang kau membuntuti kami secara terang-terangan?”
“Selamat, Julie,” jawab Max yang sama kesalnya. “Kau tidak hanya membuatku berhenti mengintai kalian. Tapi kalian juga berhasil membuatku dipecat dari kepolisian Dalevoux.”
Julie dan Ben menjadi kaget.
“Oh, kalian tidak perlu berpura-pura terkejut. Aku tahu kalau Clint mengatakan sesuatu kepada Chief Lee untuk mengeluarkanku dari sana. Ketika aku dibayar Clint untuk mengikuti kalian berdua, aku sama sekali tidak menyangka bahwa aku akan menghadapi ini jika aku gagal menjalani tugasnya.”
“Jadi kau ingin kami meminta maaf, begitu?”
“Aku tidak butuh maafmu, Julie,” jawab Max murka. “Yang kubutuhkan adalah untuk tidak bertemu dengan kalian lagi. Sekarang aku bisa pindah ke Applepond untuk mencari pekerjaan baru, yang kuharap tidak akan membuatku dipertemukan dengan orang semengerikan Clint Stone.”
Ben mengerutkan alisnya. “Lalu kenapa kau menemui kami di sini?”
“Karena aku sebentar lagi akan menghilang dari kota ini, kurasa aku juga tidak punya alasan untuk menyimpan-nyimpan kebenaran di balik kematian Billy Easton dan Owen Stone. Jadi aku temui saja kalian berdua.”
“Apa kami bisa mempercayaimu?”
Max tertawa hambar. “Aku tidak peduli kalian percaya atau tidak. Aku hanya tidak ingin diganggu oleh kalian berdua setelah aku pergi dari sini.”
Julie memutar bola matanya. “Just sit, Max.”
Max menaruh tas hitamnya yang terlihat berat itu di bawah meja dan mengambil tempat duduk di sebelah Julie sambil memanggil Jamie untuk membawakannya dua botol bir.
“Aku sebenarnya ingin membeli tiga botol bir sebagai cadangan, tapi tasku tidak muat lagi,” ucap Max pada mereka berdua.
“Max, spill. Now,” kata Julie tajam.
“Baiklah, baiklah,” balas Max sambil mengangkat kedua tangannya. “Pihak kepolisian menemukan bahwa kurang dari 24 jam sebelum kecelakaan itu, Billy mengirimkan pesan teks kepada Owen untuk bertemu di coast bridge sebagai “kesempatan terakhir untuk menyelamatkan seseorang”.”
Julie dan Ben saling memandang dalam kebingungan. “Apa maksud pesan teks itu?”
“Kami sudah tanya kepada orang tuamu, dan mereka tidak tahu-menahu maksudnya,” jawab Max. “Tapi bukan itu saja yang aneh. Pesan teks itu tidak pernah ada di dalam kotak masuk ponsel Owen, karena sepertinya ada yang menghapusnya.”
Julie menjadi kaget sekarang. “Apa kalian tahu siapa yang melakukannya?”
Max menggeleng.
“Apa kau ingat tanggal pesan teks tersebut dikirimkan?” tanya Ben.
“Tanggal 3 September, dua tahun yang lalu.”
Julie dan Ben sadar bahwa mereka akhirnya mendapatkan sebuah petunjuk baru di sini.
“Apa kau punya informasi lain yang bisa membantu investigasi kami?”
“Aku tidak ingin menghancurkan motivasi kalian, tetapi sebenarnya investigasi kepolisian juga tidak banyak memiliki petunjuk dan ilham. Apalagi dengan catatan bunuh diri yang ditemukan di dalam tas Owen, dan juga fakta bahwa coast bridge tempat mereka bertemu adalah tempat yang sering dilewati kendaraan roda empat dalam kecepatan tinggi, pihak kepolisian pun mengambil konklusi seperti yang semua orang tahu sampai sekarang.” Max mengangkat bahunya. “Bukti-bukti itu sendiri cukup kuat untuk menutup kebenaran apapun yang ada.”
“Bagaimana dengan pesan teks yang kau bilang tadi?” tanya Julie. “Jika memang Billy mengirimkan pesan itu kepada Owen untuk mengindikasikan sesuatu, bukankah itu bisa membantu setidaknya?”
“Masalahnya adalah pada keluarga kalian berdua,” jawab Max. “Kedua orang tua kalian berdebat selama berjam-jam di kantor polisi, saling menyalahi pihak lain alih-alih membantu kami menemukan jawaban dari pesan teks itu. Hal berikutnya yang kami tahu adalah, orang tua kalian berdua menolak untuk mengakui keberadaan pesan teks itu, dan mereka berdalih bahwa mungkin Billy hanya salah mengirimkan pesan teks, sementara Owen tidak ingin membaca pesan teks Billy dan menghapusnya.” Max kemudian menghela napas. “Dan aku tahu, kalian pasti berpikir bahwa kepolisian seharusnya lebih berinisiatif untuk mencari tahu, tetapi kalian tidak tahu betapa sulitnya kami menjalani tugas kami di tengah-tengah perang keluarga kalian berdua. Sedikit saja kami berusaha membantu salah satu pihak, pihak lainnya akan menganggap kami tidak menjalankan tugas dengan profesional dan pada akhirnya menyerang kepolisian.”
Julie dan Ben saling berpandangan dengan sedih, dan mereka tidak berkata apa-apa.
“Poinku adalah, mungkin kalian berdua bisa mencari tahu apa yang Billy maksud dari pesan teksnya waktu itu,” kata Max lagi. “Kalian berdua adalah epitom dari perdamaian yang mungkin bisa terjadi di antara keluarga Stone dan Easton setelah perang dingin ini. Jika kalian bisa sampai sejauh ini, aku tahu kalian akan menemukan jawaban yang kalian cari.”
Julie menggigit bibir bawahnya sebelum berucap. “Terima kasih, Max.”
Ben memberikan anggukan singkat pada Max, sebelum pria itu beranjak dari duduknya untuk mengambil dua botol bir pesanannya dari konter, membayar Jamie dan kemudian berjalan pergi dari sana.
Julie membuka ponselnya untuk mengecek kalender ke dua tahun lalu, tanggal 3 September. “Aku sepertinya ingat apa yang terjadi pada hari itu.”
“Benarkah?” tanya Ben kaget.
“Iya, aku ingat. Itu adalah hari di mana Owen berada di pertandingan sepakbola sepanjang hari. Aku ingat karena aku datang untuk mendukungnya, dan aku mengenakan kaus putih dengan tulisan “Dalevoux University Football Championship, September 3” yang dijual oleh panitia pertandingan waktu itu.” Julie kemudian ingat lagi. “Owen tidak pernah membawa ponselnya jika ia sedang berada dalam pertandingan. Dia bilang kalau dia tidak suka diganggu dengan tumpukan pesan dan panggilan dari teman-temannya yang selalu memberinya selamat di media sosial.”
“Apa kau ingat di mana Owen meninggalkan ponselnya?”
“Owen berangkat dari rumah hari itu, jadi ia pasti meninggalkannya di kamar. Lagipula, ia tidak pernah menaruh ponselnya di manapun selain rumah, karena ia takut menghilangkannya.” Julie kemudian terkesiap. “Apa yang menghapus pesan Billy adalah salah satu dari orang tuaku?”
“Tapi jika pesan itu memang dihapus, bagaimana Owen masih mendatangi coast bridge untuk menemui Billy?”
“Mungkin Billy menaruh catatan bunuh diri itu di dalam tas Owen sebelumnya sebagai semacam peringatan jika saja Owen tidak membaca pesan-pesan teksnya nanti. Dan Owen membacanya pada detik-detik terakhir, sehingga ia pun segera pergi ke sana untuk menyelamatkan Billy.”
“Oh, jadi sekarang Owen adalah pahlawan di dalam cerita ini?” tanya Ben sarkastik, sehingga Julie pun memberinya tatapan tidak percaya.
“Really, Ben?” balas Julie kesal. “Itu yang kau permasalahkan sekarang? What’s wrong with you?”
Ben menyenderkan punggungnya ke sofa dengan wajah mengeras. “Aku hanya masih tidak percaya bahwa Billy berencana untuk merenggut nyawanya sendiri.”
Julie menghela napas. “Tapi semua bukti mengarah pada itu, Ben. Aku harap ada skenario lain yang masuk akal di sini, tapi kau dengar apa yang Max bilang. Pesan teks itu bertuliskan “kesempatan terakhir untuk menyelamatkan seseorang”. Mungkin Billy merujuk kepada dirinya sendiri, agar Owen bisa segera menyelamatkan dirinya sebelum semuanya terlambat.”
Pandangan Ben menjadi menerawang. “Tapi... kenapa, Julie?” tanyanya terluka. “Aku tidak pantas menjadi kakaknya. Seharusnya aku...”
“Yang berada di posisinya?” sambung Julie.
Ben terdiam.
Julie menangkup tangan cowok itu lagi. “Ketika mamaku datang kepadaku untuk memberitahukan bahwa Owen membunuh dirinya sendiri, aku juga tidak bisa mempercayainya. Aku juga pikir kalau Owen tidak mungkin berpikiran seperti itu. Owen adalah orang paling optimis dan ceria yang pernah kukenal di dunia ini, dan aneh rasanya jika ia memiliki motif apapun untuk mengakhiri hidupnya begitu saja. Aku menyalahi diriku sendiri dan bertanya kenapa bukan diriku yang berada di posisinya. Tapi apa kau tahu bagaimana aku menghadapinya?”
Ben tidak menjawabnya.
“Aku mengubah diriku sendiri,” lanjut Julie dengan suara bergetar. “Aku pikir jika dunia bisa mengubah salah satu orang yang paling aku cintai begitu saja, aku pun bisa melakukannya. Lagipula, aku sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya menjalani hidup ini tanpa Owen. Dia adalah salah satu orang yang menopangku kapan saja, di mana saja dan bagaimanapun keadaanku. Rasanya sangat tidak adil, dan aku berharap bahwa aku bisa menyusulnya.”
Gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya yang mulai berair, dan ia melanjutkan.
“Dan mungkin doaku terkabul, in a way, ketika aku mulai mengidap insomnia karena tidak bisa tidur setiap malam karena memikirkan Owen. Insomniaku semakin parah, dan aku mendapat prediksi dari Dokter Okta bahwa kemungkinan aku tidak punya waktu banyak lagi di dunia ini jika insomniaku tidak sembuh-sembuh.”
“Aku turut menyesal, Julie,” ucap Ben sedih.
Julie tersenyum hambar. “Yeah, aku seharusnya menyesal dengan semua itu, dan berhenti menambah api di dalamnya. Tetapi aku pikir jika aku sebentar lagi juga akan mati, kenapa aku tidak berubah saja sepenuhnya? Kenapa aku harus terus menjadi seorang gadis manis di hadapan semua orang ketika aku tahu kalau perasaanku sudah tidak kuat menahan semua luka yang kualami? Aku pantas mendapat penyakitku itu, dan aku pantas untuk mengubah diri menjadi seseorang yang dibenci oleh semua orang,” katanya getir. “Tapi semenjak aku bertemu dengan Billy dan kau, aku punya harapan baru untuk melanjutkan hidup ini. Dan aku belajar untuk tidak menyalahi diriku sendiri. Dan aku ingin kau tahu.”
Ben terdiam memandanginya.
“Apapun latar dan kebenaran yang ada di balik kematian kedua saudara kita, Billy dan Owen sudah membuat keputusan mereka. Aku juga sudah mengambil keputusanku sendiri. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan dirimu sendiri hanya karena rasa bersalahmu itu. Karena aku sudah pernah melewatinya, Ben. Dan aku tidak akan membiarkanmu melakukan kesalahan yang sama.”
Ben mengangguk pelan. “Kau tidak tahu betapa berharganya ucapanmu itu. Terima kasih banyak.”
Julie mengusap sudut matanya dari air mata yang hendak mengalir. “Kalau begitu, kita tahu apa yang akan kita lakukan setelah ini. Aku akan menanyai mamaku mengenai pesan teks itu, sementara kau akan mengunjungi wali kelas dan guru konseling di sekolah Billy dulu. Cari tahu informasi apapun yang mungkin mendorong Billy untuk merencanakan kepergiannya.”
x-x-x
Sesuai dengan apa yang mereka rencanakan, keesokan harinya Ben menyempatkan waktu pada pagi hari sebelum berangkat ke kantor untuk mengunjungi SMA lama Billy.
Menurut wali kelas Billy, ia tidak melihat adanya indikasi bahwa Billy mungkin di-bully oleh teman-temannya di sekolah. Billy memang bukan siswa terpopuler atau terpintar di sekolah, tetapi ia memiliki karir akademis yang cukup bagus, teman-teman sekelas dan satu klub yang terlihat dekat dan perilaku yang tenang dan tidak mencari masalah.
Ketika Ben melewati lapangan sepakbola untuk berjalan ke parkiran, ia menangkap beberapa mahasiswa dari Dalevoux University sedang memberikan pelatihan kepada murid klub sepakbola, dan ia kemudian teringat bahwa Owen dulu juga pernah berada di klub sepakbola universitas Julie.
Apa mungkin Billy dan Owen bisa bertemu karena ini? pikirnya dalam hati. Memang, Dalevoux University datang mengunjungi SMA Billy untuk mempromosikan murid-murid senior mengenai klub sepakbola mereka yang sudah sering menjuarai pertandingan antar universitas. Kadang-kadang ada juga pelatihan dan pertandingan kecil, biasanya untuk melihat murid-murid potensial yang bisa bergabung ke dalam klub sepakbola di tahun ajaran baru nanti.
Setibanya di kantornya, Ben pun langsung terlarut ke dalam tumpukan pekerjaan, dan untuk sesaat, seluruh pikirannya yang tadinya untuk Billy, sampai-sampai semalam ia tidak bisa tidur, seakan menguap untuk saat itu.
Ketika malam menjelang, ia pun bersiap-siap untuk pulang ke rumah setelah membereskan pekerjaannya untuk hari itu. Setibanya di halaman rumahnya, ia melihat mobil Karen terparkir di bawah barisan pohon cemara, dan ia jadi bingung kenapa kekasihnya ada di rumahnya hari ini.
Tetapi setibanya di rumah, ia malah melihat kedua orang tuanya berdiri di ruang tengah, menunggunya dengan ekspresi murka. Seperti dugaannya, ada Karen juga di situ, yang segera berdiri dari duduknya dengan pandangan khawatir.
Ben menjadi bingung dengan keadaan itu.
“Ben, apa kau mau menjelaskan kenapa Clint Stone datang lagi ke rumah kita hari ini untuk memperingatkan kita, terutama dirimu, untuk tidak mendekati Julie Stone lagi?” tanya ayahnya dengan kemarahan yang ia tahan.
“Apa kau berselingkuh dengannya?” tanya mamanya lagi, diikuti tatapan Karen.
“Apa? Tidak, tentu saja tidak, Mom.”
“Kami dengar dari penduduk kota dan bahkan Karen kalau kalian berdua sangat sering bersama belakangan ini,” ucap mamanya lagi. “Untuk apa kau mengenalnya, Ben? Dan kapan kau berencana untuk memberitahu kami?”
“Sebelum aku menjelaskan itu, apa maksud ayah kalau Clint Stone datang kemari?” tanya Ben super bingung.
“Jawab saja, Ben,” balas ayahnya tajam. “Untuk apa kau bertemu dengan putrinya?”
Ben sadar bahwa ia tidak bisa menyimpan semua ini lagi dari kedua orang tuanya, jadi lebih baik ia jujur saja kepada mereka berdua mengenai apa yang ia dan Julie lakukan selama ini.
“Aku dan Julie sedang menginvestigasi kematian Billy dan Owen Stone, karena kami yakin kematian mereka saling berhubungan.”
“Apa?!” tanya ayahnya dengan kemarahan yang menjadi-jadi, sementara mamanya sekarang terduduk di sofa dengan lunglai, diikuti Karen yang cepat-cepat memegangi kedua sisi tubuhnya.
“Kenapa kalian begitu marah?” tanya Ben. “Aku sekarang benar-benar bingung dan curiga kepada kalian. Ini tidak mungkin hanya karena perang dingin semata, bukan begitu? Aku tahu jelas apa yang terjadi di antara kedua keluarga ini, dan sebenarnya perang ini bisa berakhir jika salah satu dari kedua keluarga kita berhenti bersikap angkuh.”
“Son, kau tidak tahu apapun,” kata ayahnya tajam. “Jangan pernah kau temui gadis itu lagi, kau dengar kami?”
“Apa kau tidak memikirkan perasaan Karen?” tambah mamanya.
“Kami hanya teman, dan Karen mengerti, Mom, Dad,” jawab Ben sambil menatap Karen dengan penuh harap.
Karen berdiri dari sofa dan meraih sesuatu dari tasnya. Berikutnya ia memegangi sebuah amplop cokelat berukuran sedang dan memberikannya kepada Ben. Betapa kagetnya Ben ketika ia membukanya dan mengeluarkan beberapa lembar cetakan foto dirinya dan Julie, yang sepertinya merupakan diambil oleh Max. Di situ bahkan ada fotonya dengan Julie di Lunar kemarin malam.
Ben mencoba menahan kemarahannya yang naik ke ubun-ubun. Ia tahu bahwa Clint akan melakukan cara apapun untuk menghancurkan keluarganya, apalagi setelah ia menolak kesepakatan yang ditawarkan olehnya waktu itu.
Namun ia tidak menyangka bahwa Clint akan memulai dari hubungannya dengan Karen dulu.
“Karen, ini tidak seperti yang kau kira,” kata Ben.
Karen meraih tasnya lagi, tetapi kali ini ia berjalan keluar dari ruangan itu. Ben cepat-cepat mengejar langkahnya dan menahan tangannya ketika mereka mencapai halaman rumah.
“Karen! Dengarkan aku dulu. Aku tidak berbohong.”
Karen menatapnya dengan tidak percaya. “Oh ya? Bertemu dengan Julie malam-malam di Lunar mungkin terasa normal bagimu. Tapi tidak untukku dan orang tuamu.”
“Dia mengidap insomnia, Karen. Karena kami berusaha menginvestigasi tanpa menarik perhatian banyak orang, kami memutuskan untuk bertemu pada malam hari.”
“Kapan kau akan menjelaskan ini padaku, Ben?” tanya Karen sedih. “Aku sudah beberapa kali menanyaimu, tapi kau tidak menjawab. Aku ingin mempercayaimu, tapi semua foto itu mengatakan sebaliknya.”
“Karen, aku bersumpah bahwa tidak ada apa-apa di antara aku dan Julie.”
Karen melepas pegangan tangannya. “Entahlah, Ben. Aku bisa melihat bagaimana kau menatap gadis itu, dan aku tidak menyukainya.”
Ben tidak tahu harus berkata apa-apa lagi ketika Karen melanjutkan langkahnya untuk membuka pintu pagar rumahnya. Gadis itu naik ke mobilnya dan berikutnya ia pun pergi dari situ.
Ben mengusap wajahnya dengan frustrasi, dan dengan marah ia melemparkan amplop cokelat di tangannya tadi ke tanah, menghamburkan seluruh isinya. Ia ingin mengejar Karen, tetapi kemudian ia teringat bahwa percakapannya dengan kedua orang tuanya belum selesai.
“Apa ada sesuatu yang lebih dari ini?” tanya Ben langsung ketika langkahnya membawanya kembali ke ruang tengah. “Apa kalian menyimpan sesuatu dariku? Kenapa semua orang sangat tidak menyukai pertemananku dengan Julie?”
Mama Ben beranjak dari duduknya untuk mencengkeram kedua bahunya. “Ben, kumohon jangan terlibat lagi dengan keluarga Stone, oke? Dan tolong berhentilah melakukan... apapun yang sedang kau lakukan ini. Biarkan Billy pergi dengan damai.”
Ben memberinya pandangan tidak percaya. “Aku sudah lama mengikhlaskan Billy. Yang tidak kuikhlaskan adalah kenapa Billy memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.”
Kedua orang tuanya memandanginya dengan keterkejutan yang kentara, sehingga Ben pun sadar bahwa mereka berdua juga sudah tahu soal itu.
“Kalian tahu... soal Billy?”
Ayahnya mendekatinya untuk memberi tatapan tajam. “Ben, hentikan semuanya sekarang juga—”
“We’re ashamed, okay?!”
Ben dan ayahnya langsung menoleh kepada mamanya yang sekarang telah menangis setelah mengucapkan kalimat mengagetkan tadi.
“Mom, apa maksudmu?”
Ben melihat mamanya terduduk ke sofa lagi dengan lunglai, sementara ayahnya sudah mengusap wajahnya dengan ekspresi lelah.
“Kami... kami melihat catatan bunuh diri itu,” jawab mamanya pelan. “Ketika kami mengunjungi kepolisian untuk memberikan keterangan kepada Detektif Braighton, kami tidak sengaja melihat barang bukti berupa sebuah catatan kematian milik Owen Stone. Tapi aku tahu jelas bahwa itu adalah tulisan adikmu.”
“Lalu kenapa kau tidak mengatakan apapun kepada Max?” tanya Ben bingung.
“Karena... aku dan ayahmu tidak ingin mengakui bahwa adikmu yang baik dan manis itu merencanakan untuk membunuh dirinya sendiri,” jawab mamanya yang masih terisak. “We’re ashamed to admit that he thought about suicide, Ben.”
“Jadi kami diam dan membiarkan Detektif Braighton menetapkan catatan itu sebagai milik Owen Stone. Lagipula kedua orang tuanya juga tidak tahu apa itu tulisan putra mereka atau bukan. Tidak ada siapapun yang tahu bahwa catatan bunuh diri itu adalah milik Billy,” lanjut ayahnya.
Sekarang Ben yang menjadi murka. “Apa kalian pikir semua alasan itu bisa membenarkan tindakan kalian?”
“Kami tidak punya pilihan, Ben,” jawab ayahnya. “Keluarga Stone selalu menginjak-injak keluarga kita, dan—”
Ben mengerang kesal. “Jadi kalian memutar-balikkan fakta?”
“Agar mereka berhenti menyalahi Billy dan keluarga Easton di seluruh penjuru kota, Ben,” balas ayahnya frustrasi. “Apa kau tahu apa yang akan terjadi jika mereka tahu soal ini? Mereka akan kembali menyalahi Billy sebagai pembawa pengaruh buruk untuk Owen Stone, apalagi dengan pesan teks terakhir yang ia kirimkan kepada Owen Stone. Kami tidak ingin Billy dianggap sebagai itu.”
“Bahkan meskipun catatan bunuh diri itu ditetapkan sebagai milik Owen, mereka masih menyalahkan Billy ketika kecelakaan itu terjadi,” tambah mamanya dengan marah. “Clint dan istrinya menganggap bahwa Billy hanya berpura-pura berteman dengan Owen untuk mendorongnya melakukan bunuh diri. Kau tahu seberapa terhinanya kami ketika mendengar adikmu direndahkan seperti itu?”
Kepala Ben rasanya benar-benar mau pecah berkat semua ini.
Ia akhirnya memutuskan untuk mendudukkan dirinya di sebuah kursi kayu di samping televisi, mencoba menahan semua gejolak emosinya agar ia tidak meledak saat itu juga.
Selama ini ia menganggap keluarga Stone sebagai orang-orang paling mengerikan di dunia ini, tetapi ia sekarang tidak yakin lagi.
“Jika kalian setidaknya memikirkan Billy, kalian pasti tidak akan melakukan semua itu,” ucap Ben pelan tapi tajam.
Mereka bertiga terdiam di tempat masing-masing.
Malam ini terasa sangat berat dan panjang bagi Ben.
“Menjelang saat-saat terakhirnya, Billy membutuhkan perlindungan kalian sebagai orang tuanya. Tetapi yang kalian pedulikan hanyalah reputasi keluarga ini dan menjatuhkan keluarga Stone. Apa kalian tahu apa yang akan Billy rasakan jika ia tahu soal ini?”
“Ben... kami minta maaf...,” ucap mamanya sedih. “Kami tidak ingin kau tahu kebenarannya dengan cara seperti ini.”
“Oh, jadi kalian menutup ini dariku selama dua tahun?” tanya Ben balik dengan marah.
“Ben, jangan pernah menggunakan nada itu kepada mamamu, kau dengar?” bentak ayahnya keras.
“Whatever. Aku sangat kecewa dengan kalian.”
Ben pun beranjak dari duduknya untuk berjalan keluar dari rumahnya, masuk ke dalam mobilnya, dan kemudian pergi sejauh-jauhnya dari rumahnya sendiri.
mampir juga di ceritaku yaa...
Comment on chapter Introduction