Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bukan Kamu
MENU
About Us  

       Malam minggu yang indah untuk muda-mudi yang memadu kasih satu sama lain, ada yang dinner, jalan bareng dan masih banyak lagi yang mereka lakukan. Tapi tidak untuk Muti, ia hanya berdiam diri di rumah sambil menonton acara televisi yang kurang menarik. Fey lagi jalan sama temen-temennya. Aldi, dia pergi juga sama temen-temenya padahal Muti juga sudah di ajak tapi malah ia menolaknya. Ya sudah ia sendiri di rumah sekarang.

            Mutipun memutuskan untuk tidur di malam minggu ini. Lagi-lagi Muti tertidur sangat pulas, ia terlalu mudah untuk tidur. Tak lama kemudian, pesan singkat menghampirinya.

08.15 P.M.

            "Jangan salahin gue, kalo suatu saat entah itu besok atau kapan lo ketemu sama gue dan gue bukan Tama yang waktu itu lagi tapi Tama yang pertama kali ketemu sama lo yang jauh dari kata baik, urak-urakkan dan engga bermoral. Gue capek Mut sama semuanya, terutama sama lo gue capek sama sikap lo yang aneh sekarang. Gue fikir lo cewek yang berbeda dari kebanyakkan cewek lain yang gue kenal tapi ternyata lo sama aja kaya mereka, yang melihat orang dari luarnya aja. Oke fine, gue terima itu dan seharusnya lo tahun gara-gara lo juga gue suka sama lo. Detik inipun perasaan gue masih sama. Detik ini juga gue pengen bebasin semua itu, gue pengen seneng-seneng nikmatin dunia gue tanpa lo yang engga jelas. See you." Kira-kira seperti itu pesan singkat yang di kirim Tama kepada Muti.

            Tepat setengah 9 malam Tama pergi ke diskotik buat muasin segala hasrat yang ada di dalam dirinya, dari pada frustasi memikirkan Muti ia lebih suka bersenang-senang di sana bersama cewek-cewek yang bisa muasin hasrat gue. Tomy merasa aneh dengan sikap Tama belakangan ini, kenapa ia terlalu sering ke tempat ini dan mabuk-mabukkan engga jelas. Sudah terlalu banyak alkohol yang diminum olehnya.

            Semenjak dia mengenal Muti, Tama enggan untuk datang ke sini malah lebih sering di rumah bersembunyi di dalam kamar. Sekarang malah lebih frontal. Tomy menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi pada Tama, ia meminta penjelasan dari Fey tapi tak ada keterangan yang memuaskan. Fey tidak tahu apa-apa tentang Tama dan Muti, yang hanya Fey tahu Tama pernah menanyakan Muti dan ternyata Muti tertidur pulas, ia tak pergi kemana-mana.

            Tomy mencoba menghubungi Muti dan tak kunjung diangkat. Sudah 10 kali  panggilan tak terjawab bersarang di handphone Muti. Tomy pun memutuskan memberi pesan singkat untuknya.

            "Lo ada masalah apa sama Tama? Dia parah banget sekarang !! Lo cepet dateng ke sini, ke diskotik yang waktu itu. Bujuk dia buat engga kaya gitu lagi, gue takut dia kenapa-kenapa. Gue kasih tahu sama lo, gue takut kalo Tama udah kaya gitu dia berbuat macam-macam."

            Di diskotik, Tama sudah mabuk berat dia abis make obat itu. Tanpa di ketahui Tama, Liona juga ada di sana dengan pakaian yang WOW BANGET bikin cowok meleleh melihatnya tapi buat Tama. Sejak tadi Tama di temani oleh Liona dan gadis-gadis diskotik tak ada percakapan diantara Liona dan Tama.

            Liona mencuri kesempatan dengan memeluk Tama dari sisi kanannya dan menempelkan wajahnya ke dada bidang milik Tama. Tama hanya diam saja karena pengaruh alkohol dan obat tubuhnya sudah sangat-sangat bau.

            "Sebentar lagi lo bakalan jadi milik gue selamanya. Muti good bye."

            Saat sedang mabuk Tama tak pernah menghiraukan siapa wanita yang berada di dekatnya apalagi yang memeluknya saat ini. Tama sudah terlena dengan semuanya.

            Waktu menunjukkan 11.30 malam. Tiba-tiba saja Muti terbangun dari tidurnya karena merasa lapar, sejak tadi ia belum sempat makan tetapi Muti memutuskan untuk sholat tahajud dulu sebentar sebelum ia membeli nasi goreng untuk makan malamnya yang tidak tersedia makanan apapun di kostannya.

            Tahajudpun sudah ia laksanakan, kemudian ia menengguk segelas air putih untuk menghilangkan dahaga sambil membuka beberapa pesan yang masuk. Ia sangat-sangat tercengang mendapatkan pesan singkat dari Tama. Apa maksudnya? Ia tak mengerti dan Muti baru paham benar ketika ia membuka pesan yang ia terima dari Tomy. Bergegas saja Muti mengenakan jaket dan memakai jilbabnya membawa handphonenya dan membawa beberapa uang lima puluh ribuan. Ia masih mengenakan piyama tidurnya.

            Tanpa pikir panjang Muti menyetop taxi yang kebetulan lewat di depan kostannya. Setiap malam minggu, ibu kost membuka pintu gerbang kost putri sampai jam 12.00 malam untungnya ini baru jam 12 kurang. Di dalam taxi, ia menekan nomor telphone yang ia kenal. Siapa lagi kalo bukan Tomy.

            "Tut.. Tut..",tak ada jawaban. Untuk yang kedua kalinya ada terdengar suara dari sana.

            "Hallo."

            "Tom, Tama masih di sanakan? Dia engga kenapa-kenapakan?", tanya Muti dengan paniknya.

            "Iya sih, dia engga kenapa-kenapa. Dia lagi sama Liona gue takut Tama bisa nekad buat ngelakuin sesuatu sama Liona, dengan kondisi dia yang kaya gini pasti dia engga sadar. Liona bakalan manfaatin situasi kaya gini. Lo cepet ke sini cegah dia buat berhenti kaya gitu."

            "Iya... Iya... Gue lagi di perjalanan kok, bentar lagi juga nyampe."

            "Oke. gue tunggu."

            Banyak kekhawatiran yang bersarang di sum-sum otak Muti. Ia takut Tama berbuat kaya gitu sama Liona. 

            Handphonenya bergetar, ternyata pesan gambar yang tak jelas siapa pengirimnya. Terlihat Tama benar-benar mabuk, ia tak dipeluk-peluk oleh Liona dan wanita penghibur itu, foto yang tak pantas di lihat oleh Muti, foto yang teramat menjijikan dan anehnya ada gambar di mana Liona akan membawa Tama pergi dari tempat itu.

            "Astagfirullah, jangan-jangan." Fikiran negatif sudah merasuk dalam dirinya. Muti meneteskan air matanya.

Muti sudah membayar argo taxi itu. Dia tak suka untuk menginjakkan kakinya ke tempat laknat itu untuk yang kedua kalinya, tanpa sengaja ia berpapasan dengan seorang pria yang sudah tak asin lagi bagi dirinya.

            "Loh Muti, ngapain lo di sini?", tanya pria itu yang kaget dengan kedatangan gadis berjilbab ke tempat seperti ini. Pria itu menggandeng seorang wanita yang berbeda ketika ia bertemu di sebuah restoran tapi masih dalam keadaan sadar tanpa terpengaruh oleh alkohol.

            "Eh,lo Ali. Gue mau susulin Tama." Ucapnya tergesa-gesa.

            "Oh Tama, dia noh di dalam. Susulin aja, parah banget mabuknya", ucap Ali yang tahu kondisi Tama.

            "Oh iya, thanks ya?" ucap Muti berterima kasih.

            "You are welcome." Balas Ali sekenanya.

            Terlalu banyak pria dan wanita yang jauh dari kata sholeh dan sholehah. Muti tidak ingin membuang-buang waktu untuk mengurusi itu, ia hanya fokus pada Tama.

            "Di mana Tama?" tanya Muti pada Tomy.

            "Dia lagi di kamar, baru aja ke sana sama Liona."

            "Kamar? Mau ngapain?" tanyanya semakin resah.

            "Gue engga tahu, kayanya mau itu kali." ?Ucap Tomy tanpa mau menyebutkannya.

            "Kamar nomer berapa?" ujar Muti.

            "Gue engga tahu. Coba aja di cari nanti."

            "Gue engga tahu tempatnya." Keluhnya.

            "Biar gue yang nemenin lo ke sana, kita cari bareng-bareng".

            Muti dan Tomypun bergegas menuju tempat itu, tempat dimana Tama dan Liona berada. Karena terlalu banyak kamar dengan nomor kamar yang bervariasi, Muti memilih membuka kamar nomor 7. Mengapa ia memilih nomor 7 karena angka itu adalah angka kesukaannya.

            Ternyata yang punya kamar itu tidak mengunci pintunya, otomatis saat gagang pintu itu dibuka. Betapa terkejutnya Muti melihat kejadian yang tak terduga, mereka sedang berpelukkan dan bercumbu di ranjang tempat tidur itu mereka tak melakukan apa-apa tapi tidak tahu nanti bagaimana jika tidak ada Muti dan Tomy yang masuk ke kamar itu.

            "Tama !!", panggil Muti berlinangan air mata. Liona melirik ke arah Muti dan tersenyum licik.

            "Liona, lo bener-bener engga nepatin janji lo. Busuk !!" Dengan nada yang marah Muti berucap, matanya sudah berlinangan air mata.

            Tama hanya menoleh dan melanjutkan cumbuan kepada Liona. Tomy hanya terpaku melihat sikap Tama padanya. Muti mulai mendekati Tama, dalam hatinya Muti harus mencegah hal yang dilarang dalam agamanya.

            "Tam, lo sadar. Ini engga baik buat lo, gue mohon sama lo berhenti ngelakuin itu di depan gue."

            Muti menarik tangan Tama yang akan mencumbunya. Ia sudah bercucuran air mata.

            "Ahh awas (Tama mengibaskan tangannya sampai-sampai Muti tersungkur ke sudut kamar dengan pipi kanan yang agak memar), ini bukan urusan lo. Mending lo pulang terus tidur. Jangan ganggu gue." Peringatnya tanpa memberhentikan aksinya.

            Tomy tak menyangka Tama akan bertindak kasar sama Muti. Tomy membantu Muti untuk berdiri.

            "Lo engga apa-apa? Sorry gue engga bisa bantu lo tadi !!".

            "Iya, engga apa-apa kok." Ucap Muti yang membangunkan dirinya.

            "Tapi Mut, pipi lo kok agak merah sedikit bengkak!” Muti memegang pipinya.

            "Agak sakit sedikit."

            "Lo pasti ke pukul nih, waktu dia dorong lo barusan."

Muti hanya diam saja.

            "Tam, berhenti Tam. Kasian Muti. Lo lihat dia, pipinya itu bengkak gara-gara lo. Kalo lo ada masalah selesaikan baik-baik. Jangan maen kasar."

            "Banyak bacot lo Tom." ucap Tama mendorong tubuh Tomy.

            "Tam, udah Tam. Gue mohon sama lo, gue engga pengen lo kaya gini." mohonnya.

            Liona hanya menikmati cumbuan Tama.

            Dengan keadaan mabuk, Tama berjalan mendekati Muti yang berada tempat di belakangnya dan meninggalkan Liona di atas ranjang tempat tidur. Liona langsung ditarik oleh Tomy untuk keluar kamar dengan kasarnya.

            "Awas Mut, gue bakalan bikin perhitungan sama lo. Lo udah hancurin semuanya." Ujar Liona yang diseret-seret oleh Tomy.

            Muti hanya meliriknya saja. Lionapun membanting pintu dengan kerasnya sehingga tertutup rapat.

            Tama mulai berjalan menuju dirinya dengan tatapan menyeramkan, Muti merasa takut. Ia memundurkan langkahnya dan tak berani mendekati Tama.

            "Lo mau ngapain Tam?" Tanya Muti mulai takut. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya.

            Muti sudah terpojok di depan pintu, Tama semakin lama semakin dekat. Tepat di hadapannya.

            "Tam, sadar ini gue Muti. Lo mau ngapain gue!!" Muti semakin takut.

            Tama mendekatkan wajahnya ke wajah Muti.

            "Lo engga boleh gini Tam. Gue takut sama lo.” Ucap Muti bergetar.

            Tama langsung mengunci pintunya sebelum tangan Muti memegang gagang pintu itu.

            "Cuma dengan cara kaya gini doank, gue bisa milikin lo Mut buat selamanya." Ucap Tama dengan tatapan gaharnya.

            Dengan teguhnya Muti, walau aku tahu dia takut.

            "Oke kalo mau lo kaya gitu. Gue bakal lepas semua baju gue di depan lo atau lo yang bakal lepas semua baju gue, itu terserah lo dan cuma itu yang bisa gue lakuin ke lo. Percuma gue teriak atau minta tolong ke orang lain engga bakal ada yang nolongin." Ucap Muti menatap lekat mataku.

            "Bener itu mau lo? Lo engga malu cewek kaya lo hamil di luar nikah?" Tama berujar dan menatap balik matanya.

            Muti tersenyum miris.

            "Udah terlanjur kaya gini, mau gimana lagi." Muti pasrah.

            Tamapun mulai memegang kancing jaket pertamanya, beralih ke nomor dua, ke nomoer tiga.

            Muti hanya terpejam dengan menyodorkan dirinya, tak berfikir bahwa ini akhir dari segalanya. Aku sudah membuka kancing jaket dia yang terakhir tapi tiba-tiba air mata menetes dari mata Muti yang jatuh tepat di tanganku. Jaketnyapun sudah hampir ku buka, tapi...

            "Arghhhh." Tama menggeram, ia menjambak rambutku sendiri. Lalu menonjok dinding tembok.

            Tiba-tiba aku tersadar dari mabukku, entah ada angin apa yang membisik kepadaku bahwa apa yang aku perbuat itu salah. Aku sudah melukai wanita yang aku cintai.

            Tama langsung mendekap tubuhnya, sontak Muti kaget bukan kepalang. Muti membuka matanya dan menangis sejadi-jadinya dalam dekapanku. Muti juga memelukku, dia meremas jaket ku.

            "Sebegitu takutnyakah dia terhadapku?"

            "Apakah aku begitu kejam kepadanya? Sampai ia seperti ini?"

            "Gue engga mungkin ngelakuin itu sama lo Mut", ucapku pada Muti.

            Ia hanya diam saja, tak bergeming masih dalam dekapan Tama karena merasa takut.

            "Sekarang lo harus tenang, gue engga bakal sakitin lo !!" Tama mempertegas ucapannya

            Muti mulai merenggangkan pelukannya, ia tahu bahwa perbuatan seperti ini tidak diperbolehkan tapi mau gimana lagi, ia sedang dalam ketakutan. Muti langsung melepas pelukannya.

"Maaf." Ucap Muti menyeka air matanya.

            Kemudian membereskan pakaiannya, dan mengancing semua jaketnya seperti semula. Muti terduduk di depan pintu, ia masih terlihat shock akan kejadian barusan.

            "Lo kenapa? Lo masih takut? Maaf gue engga bermaksud bikin lo kaya gitu !!" ucapnya penuh penyesalan.

            "Engga kok, gue engga kenapa-kenapa. Kita saling memaafkan aja." Ucap Muti yang diselingi oleh senyuman.

            "Senyuman itu yang pengen gue lihat dari lo Mut, tapi lo engga tahu. Gue suka senyum itu." Ucapnya dalam hati.

Dalam keheningan keduanya. Tanpa sengaja.

            "Krukkk,, kriikkk,, krukk.” Terdengar suara cacing-cacing di perut yang meronta untuk makan malam.

            "Aduh." umpat Muti yang memegang perutnya, sangat malu.

            "Lo laper ya? Lo belom makan malem?" tanya Tama terhadapnya.

            "Enng. Nnggak kok.” Ucap Muti mengelak.

            Tapi... "Kruuukkk,, kriiikkk,,.

            Cacing itu meronta lagi.

            "Udah lo jangan bohong sama gue, lo laperkan?".

            "Sedikit doank." ucapnya polos.

            "Sekarang kita keluar dari tempat ini, kita cari makan. Gue tahu lo engga suka tempat ini.” Mengajaknya.

            "Engga usah deh, gue mau langsung pulang aja." Tolaknya.

            "Urusan perut lo lebih penting dari pulang, kalo lo sakit gimana?".

            "Tttapi.. (Drrrrtt... Drrrttt)

            Getaran handphone Muti memberhentikan perkataannya.

            Fey. Nama Fey tertera di sana.

            "Hallo."

            Terdengar suara yang berbicara dari sana.

            "Gue lagi cari makan tadi engga sempet makan, guekan tidur." Keluhnya.

            "Dih, apaan sih masa iya gue cari-cari sampe ke Bogor. Ini tuh baru jam... (Melihat jam tangan merah yang sering ia kenakan).

            Muti langsung memelototkan matanya.

            "Ya ampun jam 01:00."

            "Terus gue pulang ke rumah siapa kalo di kunci?"

Fey berbicara dari sana.

            "Gue lagi di.. (Sambungan telphonenya terputus tanpa Muti sadari)." Muti meliriknya sebentar.

            "Gue lagi di Cempaka Putih sebentar. Terus gue harus gimana?", ucap Muti memasang wajah bad mood.

            "Hallo Fey? Kok engga ngomong-ngomong Fey. Fey." Ucapnya terus.

            Muti melihat layar handphonenya, dan ternyata sudah battrey sangat-sangat lowbat jadi tak bisa menyala lagi.

            "Yah mati." Muti menyesal.

            "Udah engga bisa balik, mana laper, di tempat kaya gini sama Tama lagi, terus handphone mati." Gerutunya dalam hati sambil memegang keningnya.

            Ia hanya memperhatikan tingkah laku Muti saja.

            "Ya sudah kita keluar, gue tau lo engga mau berlama-lama di tempat kaya ginikan?" Muti hanya mengangguk dan mengekoriku dari belakang.

            "Ladies first." Tama menyuruhnya untuk berjalan di depanku.

            Muti hanya menurut saja apa yang diperintahkan. Ia melihat-lihat sekelilingnya, banyak orang yang tak seperti dirinya.

            "Eh, lo jalan yang bener." Ucap Tama merangkul dari samping saat ada temanku yang mabuk hampir menabrak Muti.

            "Sorry bos, gue engga sengaja", ucap pria itu setengah sadar.

            "Lo engga apa-apakan?” Padanya.

            "Engga apa-apa kok."

            Mereka kembali ke posisi semula. Muti di depan dan aku di belakangnya. Banyak yang membicarakan Muti di dalam diskotik.

            "Kok bisa ya, cewek kaya dia ke tempat ini? Abis ngapain dia? Sama Tama lagi." ucap salah satu hostes di sana.

            Muti hanya meliriknya dengan tatapan harimau ingin memakan buruannya.

            "Meskipun dia berjilbab, yang namanya cewek murahan tetep aja murahan. Secantik apapun dia pake jilbab, itu cuma menutupi kebusukkannya doank." Cewek yang satunya lagi buka suara.

            "Ihh, enak aja tuh orang." Ucap Muti keceplosan.

            Karena sudah terlanjur Muti langsung menghampiri kedua hostes tersebut dan menghakiminya abis-abisan.

            "Lo berdua?" ucap Muti menunjukkan keberaniannya.

            "Lo panggil kita?" ucap mereka yang masih tak berhenti membicarakan kita.

            "Iya lo, siapa lagi !!"

            "Ada urusan apa sama kita?, tanya mereka.

            "Urusan apa urusan apa.  Pura-pura belaga engga tahu lagi !! Maksud lo apa bilang gue cewek murahan, busuk lah ini lah. Lo tahu apa tentang gue, lo kenal sama gue? Lo punya otak engga? Bisa-bisanya ngomongin gue, kalo engga tahu apa-apa mending lo berdua diam. Kalo lo berdua mau ngomongin gue langsung di depan muka gue nih, biar lo berdua bisa gue jotos. Gue peringatin sama lo, gue sama Tama engga ngapa-ngapain." Jelasnya penuh ketegasan. Hostes itu langsung cengo.

            "Tapi, tadi lo sama Tama abis dari salah satu kamar yang di belakang itukan?" tanya salah satu dari mereka.

            "Kalo iya emang kenapa? Masalah? Lagian kalo gue ke sana, urusan sama lo apaan? Hah? Gue ke sana bukan berarti ngelakuin sesuatu sama Tama. Gue ingetin sama lo, lo harus hati-hati sama omongan lo terkadang penafsiran yang ada di otak lo berdua sama kenyataan itu beda. Lebih baik diam dan engga ikut campur sama urusan orang lain. Lo catet di kamus lo !!" ucap Muti dengan lantang.

            "Mut.. Mut.. Tambah kagum gue sama lo, tanpa gue bela lo udah bisa lindungin diri lo sendiri." ucap Tama dalam diam di sampingnya.

            "Prokk.. Prokk.. Prokk..".

            Muti mendapat tepuk tangan dari beberapa kawan-kawan Tama. Tamapun juga bertepuk tangan buat keberanian Muti. Muti membenarkan posisi tubuhnya dan memasukkan kedua tangannya ke dalam jaket dan berkata,

            "Lo cewek baik-baik Mut. Tunjukkin bahwa lo cewek yang engga bisa ditindas.” Ucap Muti yang bangga sama dirinya sendiri dan berlalu pergi diikuti olehku di belakangnya.

            "Kita cari makan dulu !!"

            "Langsung pulang aja!!"

            "Gimana mau pulang? Kostan aja udah di kunci."

            Muti hanya diam. Dan Tama mendorongnya untuk masuk ke dalam mobi. Mutipun terpaksa ikut mencari makan.

            "Lo bisa nyetirkan? Gue takut !!" eluhnya.

            "Bisalah, masa iya gue bawa mobil dari rumah engga bisa nyetir. Ada-ada aja.”

            "Maksud gue bukan gitu, lokan abis (ucapnya menggantung)."

            "Tenang aja gue udah bener-bener sadar karena lo, lo lihat aja muka gue engga kelihatan abis mabuk."

            "Iya.. Iya.. Sorry, gue engga bisa lihatin muka cowok gue engga suka."

            "Oke.. Oke.. Tapi kenapa?".

            "Stop to talk and we have to search food oke?"

            "Oke, fine. Let's go."

            Tanpa banyak berbicara lagi sambil menjalankan mobil Ferrariku.

            Tak ada pembicaraan dengannya, diam dan diam. Muti fokus pada sudut jalan dan Tama masih fokus melirik wajahnya.

            "Tam. Tam. Kita makan di situ aja, malam-malam kaya gini enaknya makan nasi goreng."

            Tama menurutinya dan meminggirkan mobilku di pinggir badan jalan.

            "Pak, nasi gorengnya 2 ya? Yang satu telur nya didadar pake sambel sedikit timun sama tomatnya yang banyak engga usah pake acar. Yang satu lagi terserah orang ini (menunjukku)!!" ucap Muti dengan mulut cerewetnya.

            "Kalo mas gimana?", tanya tukang nasi goreng itu yang sudah paruh baya.

            "Samain aja pak.”

            "Ikut-ikutan aja lo. Lo kalo mau pesen yang lain pesen aja jangan sama-samain kaya gue, pasti selera orang itu beda-beda."

            "Udah engga apa-apa."

            Acara makan malam nasi goreng di pinggir jalanpun sudah selesai. Muti tak punya tujuan pulang, ia bingung harus bagaimana. Muti masuk ke dalam mobil begitupun aku, dia akan ikut kemana aku pergi.

            Dirinya dan Muti hanya keliling-keliling kota Jakarta saja. Tanpa disadari Muti sudah tertidur pulas saat mengajaknya berbicara dan memutuskan untuk membawanya ke rumah, dia tidak bisa pulang dari pada tidur di jalanan lebih baik dia tidur di rumah Tama. Hampir sampai, di dalam mobil aku terus saja memandanginya. Tak bosan untuk tetap melihatnya seperti itu. Apapun yang terjadi gue punya lo sekarang Mut.

            Di depan rumah, sudah ada yang membukakan pintu. Tama gendong dia dari halaman sampai ke dalam rumah, terus memandanginya. Wajah yang setiap hari yang dirindukannya.

            Semua lampu menyala, ternyata kedua orangtuanya sudah datang dari Jepang dan kaget melihat anaknya membopong seorang perempuan.

            "Dari mana aja kamu Tam? Jam segini baru pulang? Siapa yang kamu bawa itu? Jadi gini kelakuan kamu setiap hari di rumah, keluar masih membawa perempuan." Ibu Nora menginterogasi.

            "Hmmm, anu mah dia temen aku. Engga, engga kaya gitu mah. Sekarang mamah engga usah banyak tanya besok Tama jelasin. Tama mau bawa dia ke kamar Tama kasian dia kecapekan gara-gara Tama."

            Tama membaringkannya di atas ranjang tempat tidurku, sungguh pulas wanita ini tidur. Sempat mengelus wajah manisnya beberapa kali. Aku membuka jaketnya dan menyelimutinya. Akupun mengikuti ia tidur karena akupun ngantuk. Aku tidur di sofa, sayangnya aku tidak bisa tidur karena gadis ini. Sekitar pukul 2.30 A.M. Muti mengigau.

            "Fey, ACnya matiin kek!! Dingin tahu. Lo kan tahu gue engga kuat dingin AC, gue engga bisa tidur nih !!"

            Kira-kira seperti itulah bunyi igauan Muti. Muti masih dalam mata terpejam membenarkan selimutnya.

            Ia baru mengtahui fakta kalau Muti engga kuat pake AC, akupun mematikan AC yang ada di kamarku. Aku takut dia kedinginan, biarkan aku yang kepanasan.

            Pukul 04.00 pagi, Muti terbangun dari tidur lelapnya.

            "Aduh, gue di mana nih?", ucapnya sesaat bangun tidur.

            Di lihatnya, sekeliling kamar. Dari dekorasi kamar saja sudah terlihat bahwa ini adalah kamar laki-laki. Terlihat pula di sudut sana, Tama tertidur tanpa menggunakan selimut hanya kaos dan celana levis saja. Selimut itu tergeletak di lantai.

            "Baru juga jam masih bisa mandi dulu sebentar (sambil mencium badannya), ah engga bau alkohol untung tadi pake jaket. Oh iya (melihat bajunya), jaket gue ke mana ya?" ucapnya kebingungan.

            Jaket itu tengah bertengger di kursi belajar milikku. Setelah mengetahui jaketnya di mana, Muti bergerak mendekati.

            "Dasar aneh, selimut di mana tidur ke mana", ucap Muti menyelimutiku.

            "Eh, tapi kok dia keringetan sih. Padahalkan pake selimut." Ucap Muti saat melihat keringat bercucuran di kening dan leherku.

            Muti menyeka keringatku dengan menggunakan handuk kecil yang ada di atas meja dekat sofa. Muti juga melihat remote AC tergeletak di lantai. Muti baru sadar.

            "Oh jadi ini penyebabnya. Kasian nih anak, tidur engga pake AC jadi gerah gitu." Ucap Muti yang tak tega.

            Ia pun menyalakan AC dengan derajat yang sesuai dengan tubuh manusia. Tidak terlalu dingin dan tidak juga terlalu rendah. Mutipun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

            Sebenarnya Tama tidak tidur tapi hanya pura-pura mana mungkin disaat seperti ini bisa tidur. Akupun mematikan AC itu dan mencoba mencari kesibukan dengan memainkan handphonenya.

            10 menit kemudian keluarlah Muti dari kamar mandi. Ia tengah melihatku memainkan handphone.

            "Udah bangun Tam?" tanyanya.

            "Iya." Dijawab dengan angukan.

            "Ini ACnya mati ya, padahal tadi udah di nyalain !!", ucapnya yang merasakan suhu udara yang tak begitu dingin. "Ini ACnya rusak Tam?" lanjutnya.

            "Engga kok, tadi gue matiin." Ucap seadanya.

            "Kok dimatiin? Nanti lo kepanasan?" Muti sedikit khawatir.

            "Engga apa-apa, dari pada lo kedinginan mending gue yang kepanasan. Gue tahu lo engga bisa pake ACkan? Jadi ya udah gue matiin." Jelasnya

            "Loh (Muti berfikir, kok dia tau gue engga bisa pake AC) !!"

            "Pasti lo lagi mikir kenapa gue bisa tahukan?"

            "Iya." Ucap Muti singkat.

            "Tadi lo mengigau", ucapku yang membuat Muti malu.

            "(Malu-maluin, tau deh dia)." Ucapnya dalam hati.

            "Tapi itu cuma kalo lagi tidur doank, pake AC itu bikin gue masuk angin terus pilek deh gue tapi kalo lagi santai kaya gini engga apa-apa. No problem." Jelas Muti.

            "Oke... Oke..." Tama meniyakan.

            "Jadi nyalain aja ya?" pinta Muti.

            "Engga usah deh, engga apa-apa !!" ucapku.

            "Engga bisa gitu donk, kalo gue gerah gimana? Remotenya mana?" tantangnya.

            Ia hanya menggeleng, tanda bahwa tidak tahu keberadaan remote itu. Muti melirik-lirik mencari keberadaan remote itu ternyata remote itu berada di dekatku. Aku hampir akan menyembunyikan remote itu tetapi malah kelihatan oleh Muti.

            Dengan cekatan, Muti langsung mengambil remote itu dan saat akan mengambil remote itu.

            "Kasian deh lo keduluan sama gue.” ucap Muti mengejek.

            "Siniin? Itukan punya gue !!" gertaknya.

            "Eiiittt, engga bisa." Ledeknya kembali.

            Dirinya melangkah mendekati Muti.

            "Eh eh eh, lo mau ngapain?", tanya Muti kaget.

            "Mau ngambil remote itu !!"

            "Lo jangan deketin gue, gue udah wudhu. Jangan sampe wudhu gue batal cuma gara-gara remote ini." Ucap Muti memperingati.

            Tama menghentikan langkahku.

            "Yah." Eluhnya.

            "Mending sekarang lo mandi abis itu wudhu terus kita sholat bareng. Selagi masih ada waktu 15 menit lagi nih adzan subuh." Ajaknya.

            "Kok harus mandi dulu?" dirinyapenasaran.

            "Badan lo itu bau tau. Lo harus mandi besar dulu, karena apa? Karena lo tadi malem abis minum alkohol kalo  mau menghadap Allah lo itu harus suci dari najis maksudnya harus bersih dari segala apapun yang bisa membuat sholat tidak sah dan juga harus rapih. Allah itu cinta kebersihan." Jelasnya panjang lebar.

            "Jadi gitu, ya udah gue mandi deh."

            "Makanya tadi gue mandi juga, gue takut tubuh gue itu kena najis yang engga gue sadari. Ya udah sana, gue tunggu di sini." Muti berkomentar.

            "Terus, pas lo engga pake handuk waktu abis mandi?"

            "Pertanyaan yang ga jelas banget. Tam... Tam... Ya pakelah di kamar mandi lo itu udah tersedia beberapa handuk di dalam laci kecil di sana." jelasnya.

            "Emang iya setahu gue kayanya engga ada!!" Tama yang tak tahu.

            "Inikan rumah lo, masa iya engga tahu. Lo cek aja sana kalo engga percaya !!"

            "Iya deh, gue mandi dulu."

            Dari dalam kamar mandi, Tama berteriak.

            "Lo bener Mut, ada 3 handuk di sini."

            Muti hanya tersenyum.

            Ia mencari-cari handphone miliknya yang berada di saku jaketnya. Handphone itu tidak bisa menyala karena sangat sangat low dan Muti mencari charge milikku, ia tahu charge yang aku gunakan itu sama seperti miliknya. Handphone kita itu hampir sama, sama-sama samsung cuma beda warna doang. Punya dia warna putih dan aku hitam. Benar-benar berjodoh.

            Ada sepuluh sms yang Fey kirim, kira-kira sekitar jam 1 selepas ia menelphone Muti.Muti membalasnya, ia mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja bersamaku.

            Muti sangat asik memainkan ponsel miliknya, hingga ia tak tahu bahwa aku sudah selesai mandi. Aku berdeham.

            "Udah Tam?" ucap Muti menoleh kepadaku. Tapi...

            "Astagfirullah." Ucap Muti mengalihkan pandangannya.

            "Kenapa Mut?", tanyanya bingung.

            "Itu, lo bukannya pake baju di kamar mandi", Muti memperingatkan.

            "Oh iya gue lupa, lagian juga baju gue itu ada di lemari".

            "Lo pake baju sana, gue mau ke kamar mandi dulu sebentar." Ucapnya beranjak pergi.

            "Lo mau ngapain ke sana?", tanyaku kepo.

            "Wudhu lagi."

            Setelah wudhu. Mereka sholat berjamaah bersama. Tama sebagai imam dan Muti sebagai makmum. Sempat ada keraguan untuk menjadi imam gadis ini, tetapi Muti merengek memintaku untuk menjadi imam sholat berjamaah karena sholat berjamaah pahalanya lebih besar dari pada munfarid (sholat sendiri). Muti menyakinkanku untuk menjadi imam, akhirnya aku memutuskan untuk menjadi imamnya.

            “Di saat hatiku penuh keraguan, ia selalu meneguhkan hatiku untuk tetap bisa melakukan apapun. Itulah alasanku menyayanginya sebagai seorang gadis bukan sebagai teman biasa.”

            “Inget niatnya ujungnya pake imaman, kalo lo engga hafal doa qunut engga apa-apa. Engga usah pake aja, itu tidak wajib.” Ucap Muti mengingatkannya.

            “Tapi gue hafal kok, cuma jarang dipake aja.” Tama berucap penuh keyakinan.

            “Oke, bagus deh.” ucap Muti.

            Dimulailah sholat berjamaah itu, Muti mengenakan mukena yang disediakan oleh Tama. Aku mengambil mukena itu dari ruang pakaian, di sana ada beberapa mukena yang sering digunakan ibuku. Dan aku menggunakan baju koko dan mengenakan peci ayah.

            Dari luar kamar terdengar suara wanita paruh baya yang memanggil-manggil namaku, siapa lagi kalau bukan ibuku.

            “Tam.. Tama.. Kamu lagi ngapain nak? Ayo keluar kamu ngapain aja semaleman sama gadis itu. Jangan macam-macam !!”

            Karena merasa tidak ada yang merespon, di bukalah pintu itu dan apa yang terjadi sontak membuat ibuku tercengang. Tama sedang sholat bersama gadis itu, kejadian langka yang pernah Ibu Nora lihat.

            Ditutupnyalah pintu itu dan ibuku kembali ke kamarnya.

            "Lo mau tidur lagi?", tanya Muti melipat mukenanya.

            "Engga tahu deh", ucapku sambil menguap.

            “Tidur aja lagi sana !! Gue tahu lo masih ngantuk.” Ucap Muti menyudutkanku.

            “Engga deh.”

            “Jangan gitu, gue tahu lo capek bangetkan? Jadi tidur aja lagi !!” paksanya.

            “Iya deh.” ucapku sambil berjalan ke arah lemari tinggi dekat meja belajarku.

            “Mau ngapain Tam? Ganti baju?” ucap Muti aneh dengan kegiatan yang aku lakukan di lemari.

            “Engga kok. Eh ini ambil terus pake!” ucapnya mengeluarkan jaket sweeter kesayanganku yang dulu sering aku gunakan.

            “Buat apaan? Jaket gue masih ada !!" tanyanya bingung.

            “Buat dipakelah, masa iya buat keset. Jaket lo itu bau alkohol yang tadi malem.” Ucap Tama seadanya.

            “Iya gue tahu. Makanya engga gue pake tuh ada di kursi belajar lo !!” ucap Muti menunjuk jaketnya.

            “Ya udah lo pake jaket itu, jaket punya lo tinggalin di sini biar nanti pembantu gue yang cuciin.” Ungkapnya.

            “Jaket lo gede Tam!!” keluh Muti.

            “Emang gede. Gue tahu badan lo imut, tapi tenang itu jaket engga terlalu gede kok. Itu jaket udah agak kecil di gue, jadi engga terlalu gedelah kalo buat lo.” Celotehnya

            “Iya gue tahu, badan gue engga segede lo apa lagi setinggi lo. Sadar diri gue !!” ucap Muti jutek.

            “Engga segitunya juga, bercanda gue. Tapi lo manis kok jadi cewek pinter lagi.” Tama memujinya.

            “Haha... Haha... Modus banget lo, modus engga usah segitunya. Apa lo masih mabuk, gara-gara tuh minuman?”  ucap Muti tertawa.

            “Sadar 100% gue. Kalo kenyataannya kaya gitu gimana? Mau menghindar dari kenyataan?” tanyanya.

            “Engga, selama ini gue engga menghindar dari kenyataan. Gue udah biasa nikmatin hidup gue dengan kenyataan, no pura-pura.” Ucapnya tegas.

            Tak lama kemudian aku tidur kembali di atas ranjangku dan Muti, ia masih berkutat dengan ponselnya. Sangat amat serius.

            “Sudah ku bilang di saat seperti ini aku mana bisa tidur sedangkan Muti ada di dekatku sekarang. Aku rindu wajah itu, wajah yang mampu membuatku melawan lingkungan sekitarku yang tak baik. Aku bersyukur dia hadir dalam hidupku. Aku bersyukur, wanita seperti dia mau berteman dekat denganku. Aku bersyukur dia tidak seperti kebanyakan wanita yang hanya mengincar hartaku. Dia adalah wanita yang tulus.” Hati Tama berbisik..

            “Gue tahu, lo belom tidurkan? Ngapain lihatin gue mulu. Kenapa sama muka gue?” ucapnya tanpa disadari dia melihat memandangi Muti.

            “Engga kok, iseng aja.”

            Muti masih tetap memandang layar ponselnya.

            “Lo tidur deh Tam!” peringatnya.

            Setelah berkutat cukup lama dengan ponselnya. Muti mengenakan jaket sweeter yang diberikan oleh Tama, setelah itu mengaca sebentar. Apakah jaket itu pantas atau tidak jika ia kenakan. Pergi keluar kamar, entah ke mana. Tapi tidak mungkin jika pulang karena ponselnya ia tinggal di kamarnya sambil dicharge.

            Tanpa mengurangi rasa kesopanannya, Tama membuka sedikit apa yang berada di dalam ponsel Muti. Tak di locked dengan password, hanya tinggal di sentuh layar ponselnya juga sudah terbuka. Tak ada yang patut dicurigai dari Muti, sms mesrapun tidak ada. Kebanyakan pesan singkat dari Aldi, biasalah. Sempat cemburu, namun mau gimana lagi namanya juga teman karib.

            Tama membuka folder galeri foto yang terdapat di ponsel itu. Banyak foto Muti yang lucu, sungguh ia benar-benar imut walaupun ia tak begitu cantik tapi mampu menenangkan dan mendamaikan. Tapi ada hal yang membuatnya bersedih pula, di sana terlalu banyak foto antara Muti dengan Aldi. Begitu akrabnya mereka, always together. Tama iri padanya, bisa sedekat itu dengannya sedangkan dirinya harus bersusah payah untuk bisa bersamanya. "I have to survive to could with her.”

            Tak mau melewatkan kesempatan langka seperti ini, aku mengirim semua foto dirinya ke dalam ponselku. Foto tanpa Aldi. Akan Tama koleksi fotonya untuk dipandangi everynight. "I hope her is my sweet dream everday. Thank you so much after coming for my life.”

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • nanisarahhapsari

    @ReonA masih baru bngt ini hehe. Makasih :)

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    Ceritanya keren kok kak, diksinya lumayan, cuma harus memerhatikan Puebi aja. Semangaaattt

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
ENAM MATA, TAPI DELAPAN
591      369     2     
Romance
Ini adalah kisah cinta sekolah, pacar-pacaran, dan cemburu-cemburuan
That Snow Angel
12901      2595     4     
Romance
Ashelyn Kay Reshton gadis yang memiliki kehidupan yang hebat. Dia memiliki segalanya, sampai semua itu diambil darinya, tepat di depan matanya. Itulah yang dia pikirkan. Banyak yang mencoba membantunya, tetapi apa gunanya jika dia sendiri tidak ingin dibantu. Sampai akhirnya dia bertemu dengannya lagi... Tapi bagaimana jika alasan dia kehilangan semuanya itu karena dia?
Cintaku cinta orang lain
349      288     0     
Romance
"Andai waktu bisa diulang kembali ,maka aku gak akan mau merasakan apa itu cinta" ucap Diani putri dengan posisi duduk lemah dibawah pohon belakang rumahnya yang telah menerima takdir dialaminya saat merasakan cinta pertama nya yang salah bersama Agus Syaputra yang dikenalnya baik, perhatian, jujur dan setia namun ternyata dibalik semua itu hanyalah pelarian cintanya saja dan aku yang m...
Who Is My Husband?
14117      2596     6     
Romance
Mempunyai 4 kepribadian berbeda setelah kecelakaan?? Bagaimana jadinya tuh?! Namaku.....aku tidak yakin siapa diriku. Tapi, bisakah kamu menebak siapa suamiku dari ke empat sahabatku??
Someday Maybe
10552      1999     4     
Romance
Ini kisah dengan lika-liku kehidupan di masa SMA. Kelabilan, galau, dan bimbang secara bergantian menguasai rasa Nessa. Disaat dia mulai mencinta ada belahan jiwa lain yang tak menyetujui. Kini dia harus bertarung dengan perasaannya sendiri, tetap bertahan atau malah memberontak. Mungkin suatu hari nanti dia dapat menentukan pilihannya sendiri.
Story Of Me
3658      1361     6     
Humor
Sebut saja saya mawar .... Tidaak! yang terpenting dalam hidup adalah hidup itu sendiri, dan yang terpenting dari "Story Of me" adalah saya tentunya. akankah saya mampu menemukan sebuah hal yang saya sukai? atau mendapat pekerjaan baru? atau malah tidak? saksikan secara langsung di channel saya and jangan lupa subscribe, Loh!!! kenapa jadi berbau Youtube-an. yang terpenting satu "t...
He Used to be a Crown Prince
2883      936     3     
Romance
Pacar Sera bernama Han Soo, bintang instagram terkenal berdarah campuran Indonesia-Korea. Han Soo hidupnya sederhana. Setidaknya itulah yang Sera kira hingga Xuan muncul di kehidupan mereka. Xuan membenci Han Soo karena posisinya sebagai penerus tunggal kerajaan konglomerat tergeser berkat ditemukannya Han Soo.
Panggil Namaku!
8341      2142     4     
Action
"Aku tahu sebenarnya dari lubuk hatimu yang paling dalam kau ingin sekali memanggil namaku!" "T-Tapi...jika aku memanggil namamu, kau akan mati..." balas Tia suaranya bergetar hebat. "Kalau begitu aku akan menyumpahimu. Jika kau tidak memanggil namaku dalam waktu 3 detik, aku akan mati!" "Apa?!" "Hoo~ Jadi, 3 detik ya?" gumam Aoba sena...
Mengejarmu lewat mimpi
2044      805     2     
Fantasy
Saat aku jatuh cinta padamu di mimpiku. Ya,hanya di mimpiku.
Reminisensi Senja Milik Aziza
847      446     1     
Romance
Ketika cinta yang diharapkan Aziza datang menyapa, ternyata bukan hanya bahagia saja yang mengiringinya. Melainkan ada sedih di baliknya, air mata di sela tawanya. Lantas, berada di antara dua rasa itu, akankah Aziza bertahan menikmati cintanya di penghujung senja? Atau memutuskan untuk mencari cinta di senja yang lainnya?