Waktu telah menunjukan pukul 12.20 siang, Muti sudah menunaikan ibadahnya.
Tak lama hpnya bergetar. "Drrrttttt".
To Muti : Mut lagi di mana?
To Aldi : Lagi di depan musholah.
To Muti : Tungguin gue, gue ke sana.
To Aldi : Iya, gue tunggu.
Datanglah Aldi menghampirinya.
"Lo udah sholat?" tanya Aldi.
"Udah donk. Lo?" Muti.
"Baru juga mau nih, tungguin gue ya?" pintanya.
"Iya gih sana." Titah Muti.
Dari kejauhan selalu seperti itu, Tama melihatnya. Melihat Muti dengan Aldi. Tamateramat cemburu. Muti duduk termenung di serambi mesjid sambil menunggu Aldi selesai shalat. Ia berfikir, apakah dirinya salah mengingatkanku? Atau aku yang terlalu sensitif terhadapnya? Entahlah? Hanya dia yang mengetahuinya.
Setelah Aldi sholat. Mereka menuju kelas bersama-sama, masih dengan hal yang serupa aku mengintainya dari pandangan yang sangat jauh. Perbincangan yang mereka lakukan tak terdengar sedikitpun.
“Mut, nanti pulang bareng ya?” ucap Aldi sebelum masuk ke kelas masing-masing.
“Siap, bos.” Muti dengan tangan menghormat.
“Engga usah segitunya kali.”
“Hahaha.” Muti hanya nyengir kuda.
***
Mereka, mengikuti masing-masing mata kuliah yang mereka geluti. Kelas berbeda, selalu bersama. Itulah yang bisa ku katakan pada Aldi dan Muti. Ada gula ada semut.
“Gue tunggu lo di parkiran.”
Kira-kira seperti itu pesan yang dikirim Tama untuk Muti. Tak ada balasan, setelah 15 menit.
To Tama : “Mau ngapain?”
To Muti : “Pulang bareng.”
To Tama : “Gue pulangnya sama Aldi.”
Jleb. Sakit. Ya. Ada sakit yang menembus sum-sum tulang rusuk yang belum sempurna. Aku fikir ia mau pulang bersama denganku bahkan Muti say NO.
“Kita jadi pulang bareng?” Aldi mengingatkan.
“Jadi. Sekarangkan gue udah sama lo.” Sahut Muti, saat sampai di parkiran.
“Tapi kita jalan-jalan dulu ya?” pintanya.
“Jalan ke mana?” tanya Muti.
“Lunch aja. Kitakan udah lama engga makan bareng. Maukan?” Aldi.
“Haha, gue mau deh. Tapi tempatnya gue yang nentuin. Gimana?” Muti.
“Iya deh. Gue sih, nurut-nurut aja.”
“Gimana kalo kita, makan nasi bebek aja di deket Cempaka Putih itu loh? Lo tahukan?” usulnya.
“Oh, yang deket RS. Islamkan?” tebaknya.
“Iya bener. Lo udah pernah ke sana sebelumnya?” Muti bertanya.
"Belom sih, cuma temen gue pernah bilang kalo nasi bebek di situ itu enak banget".
“Masa belom? Gue aja udah pernah.”
“Guekan sibuk. Lo sama gue aja sekarang sibukan gue.” Eluhnya.
“Iya deh yang sibuk. Karena sibuk jarang makan bareng sama gue deh. Hahaha.” Ejeknya.
Berangkatlah mereka ke tempat tujuan tersebut. Kebersamaan mereka sudah tidak aneh bagi mahasiswa-mahasiswa yang melihatnya. Ada yang mencibir ada juga yang memuji.
***
“Serasi banget ya Aldi sama Muti. Envy deh gue.”
“Udah barengan mulu kaya perangko sama suratnya, tapi engga pacaran. Di PHP-in kali tuh sama Aldi, apa Aldinya yang di PHP-in sama Muti.”
“Heran deh, kenapa Muti sama Aldi engga coba jalanin hubungan serius dari pada cuma jadi temen deket doang?”
“Udah cantik, pinter, baik, sopan, humble, engga sombong, aktif di kampus, apa lagi Muti pake jilbab. Mana mungkin Aldi engga suka. Punya banyak kesamaan kok!”
“Apa mereka udah punya pasangan masing-masing? Tapi kok kaya orang pacaran?”
“Kasian Aldi ditolak terus sama Muti.”
Nah. Kenapa ditolak? Nembak aja engga pernah.
Kira-kira seperti itu opini dari kebanyakan orang.
***
Mereka menyantap nasi bebek yang sudah di pesan tadi. Seperti biasa Muti memesan 1 porsi nasi bebek dan 1 gelas jus alpukat sedangkan Aldi 1 porsi nasi bebek dan jus lemon, dengan memesan minuman favorit mereka.
Tanpa sengaja dan tidak disengaja. Sosok pria yang pernah berpapasan di tempat laknat itu, melihat Muti sedang makan bersama seorang pria yang di selingi bincang-bincang anak kampus. Anehnya, kenapa pria itu bukan aku? Tapi siapa? Siapa lagi kalau bukan Aldi.
Sempat ingin menyapa, dengan banyak keraguan. Ia memberanikan diri untuk menyapa wanita itu.
“Hai Mut?” sapa Alan.
“Ya. Siapa?” ucap Muti dengan wajah menerka-nerka wajah Alan sambil menghentikan makannya.
“Gue Alan. Lo masih ingetkan?” ucapnya.
“Hmm. Oh iya iya gue inget sekarang, lo temennya Tamakan?”
“Tuh lo inget. Lagi ngapain? Ke sini sama siapa nih?” tanya Alan.
“Lagi makan donk, lo bisa lihat sendiri. Sama temen gue nih.” ucap Muti.
“Kirain gue lo sama dia.” Ceplosnya.
“Ya enggalah.” Muti sambil mengibaskan tangannya
“Oh iya Di, kenalin ini Alan. Alan ini Aldi.”
“Gue Aldi.”
“Gue Alan.”
Ucap mereka saling berkenalan satu sama lain sambil mengulurkan tangannya.
“Eh, udah kelamaan nih gue di sini. Gue duluan ya?” pamit Alan.
“Loh mau kemana? Baru juga sebentar. Engga mau makan bareng nih?” tawarnya.
“Engga deh lain kali aja, gue udah dari tadi di sini.”
“Oh, lo sama siapa ke sini?” tanya Muti.
“Tuh, sama pacar gue. Dia lagi nungguin gue, soalnya gue abis dari toilet.”
“Oh gitu. Ya udah kalo lo udah mau pulang.”
“Iya Mut. Gue duluan ya!”
Pergilah Alan ke tempat di mana pacarnya menunggu. Aldi hanya diam melihat perbincangan antara Alan dan Muti. Tak banyak bicara.
“Lo kenal di mana Mut?” tanya Aldi.
“Siapa? Alan?”
Aldi hanya mengangguk.
“Gue kenal sama dia waktu gue di ajak sama Tama jalan. Engga sengaja ketemu sih. Terus kenalan deh.” jelas Muti.
“Oh gitu. Kirain gue dia temen lo.” ucap Aldi.
Muti hanya nyengir kuda.
Selesai makan nasi bebek, mereka memutuskan untuk pulang. Saat di lampu merah, aku melihat dia dengan dirinya. Hanya selang satu mobil sedan di mana aku berada, tak jauh dari mereka di sana.
Merekapun sampai ke tempat tujuan. Aldi ke rumahnya dan Muti pulang ke kostannya.
“Dari mana aja Mut?” tanya Fey yang ternyata teman sekamar Muti.
“Abis lunch sama Aldi.” jawabnya singkat sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur.
“Lo dari kemarin sama dia terus deh? Curiga gue? Apa jangan-jangan kalian?” ucap Fey menggantung.
“Jangan bilang gue itu pacaran sama Aldi.” sergah Muti. Fey hanya senyum salting.
“Enggalah Fey, gue sama dia cuma temen aja kok. Tapi gue engga tau gimana ke depannya deh, kalo lagi bareng yaa dijalanin aja.” jelas Muti.
“Oh gitu.” Ucap Fey sambil manggut-manggut.
@ReonA masih baru bngt ini hehe. Makasih :)
Comment on chapter Prolog