Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bukan Kamu
MENU
About Us  

Selesailah acara makan sore antara Tama dan Muti.

"Baby, I'm praying on you tonight. Hunt you down on you alive. Just like animals, animals, like animals mals."  Bunyi suara ponsel Tama yang berjudul lagu Maroon 5 Animals.

"Hallo bro?" ucapnya.        

"Iya tenang aja, nanti barangnya gue ambil." ucapku santai.

"Hah? Sekarang? Gue engga bisa. Gue lagi ada urusan. Nanti malem baru gue bisa !!" ucapku mengluh.

"Kok engga bisa bro? Kenapa sih? Gue sibuk nih." ucapnya gelisah. Muti hanya memperhatikan yang sedang bercakap dengan seorang pria di sebrang sana.

"Oh yaudah gue ke sana sekarang. Tunggu, lo jangan kemana-mana dulu." usai percakapan itu.

"Kenapa? Lo ada urusan?" tanya Muti.

"Hmm, guee." ucap ku tergagap.

"Kalo lo ada urusan, kita pulang aja sekarang. Kayanya telpon tadi penting deh buat lo !!" ucap Muti dengan wajah santainya.

"Gue anterin lo pulang dulu deh?" ucapnya menawarkan.

"Engga usah, gue pulang sendiri aja. Lo pergi aja, gue bisa naik taxi. Emangnya gue bocah yang dianterin pulang ke rumah." ucap Muti menolak.

"Kok gitu? Kita dateng berdua, pulang juga harus berdua?" ucapku menentang.

"Engga usah segitunya deh, tenang aja. Udah gih, temuin orang yang yang nelpon lo tadi kasian kalo dia lama nungguin!” ucap Muti yang sudah sampai di parkiran bersama Tama.

"Bener nih engga apa-apa? Gue jadi engga enak." ucapnya khawatir.

"Iya bener. Serius malah." ucap Muti tersenyum.

Tak lama kemudian Muti melambaikan tangannya di pinggir jalan untuk memberhentikan taxi.

"Gue duluan ya Tam. Bye", ucap Muti melambaikan tangan sambil tersenyum.

Tama pun membalas senyum itu dan mengangkat tangan sedikit untuk melambai kepadanya.

Saat di perempat jalan. Muti memberhentikan taxi dan meminta pak supir untuk mengikuti motor ninja warna merah yang sebentar lagi akan melewati jalan ini.

Jalan yang tadi Tama dan Muti lewati. Muti tahu pasti ia akan melewati jalan ini. Motor Tama melintas.

"Pak, ikuti motor itu."

                                                ***

Dari kaca sepion motor, Tama melihat taxi yang sedari tadi mengikuti perjalanan Tama, hingga ia berhenti di sebuah diskotik yang biasa dikunjungi. Dan ia pun tahu seseorang yang mengikutinya dari dalam taxi. Seseorang itu adalah Muti, yang sedari tadi mengikuti.

Masuklah Tama ke dalam diskotik itu, yang di susul Muti yang baru saja keluar dari taxi kemudian membayar argo taxi tersebut. Dengan diiringi doa di dalam hatinya, Muti sangat hati-hati dan was-was karena untuk pertama kalinya menginjak tempat laknat ini.

"Ya Allah lindungi hambamu di tempat ini. Aku hanya ingin tahu. Tama itu ngapain di tempat ini, semoga langkah awal ini bisa aku ambil hikmahnya."

Bismillahirrahmanirrahim." Muti melangkahkan kakinya.

"Masih ada aja cewek kaya lo yang masuk tempat beginian." celetuk salah satu PSK yang akan masuk ke diskotik itu juga bersamaan dengan datangnya Muti.

"Kenapa masalah buat lo?", ucap Muti dengan tatapan menantang pada cewek itu.

"Ihhh." ucap PSK itu dan langsung pergi meninggalkan Muti di dekat pintu utama diskotik itu.

Di dalam diskotik, Tama mengkhawatirkan Muti. Pasti dirinya akan masuk ke sini dan melihat apa yang sedang Tama lakukan saat ini. Langkah demi langkah Muti lalui sampai pada pintu terakhir. Ia sekarang sudah benar-benar masuk ke dalam tempat manusia-manusia penghuni neraka.

Beribu pasang mata memperhatikan dirinya. Wanita cantik berjilbab yang tiba-tiba datang ke tempat seperti itu. Sungguh "LUAR BIASA."

Muti melihat-lihat sekitarnya. Banyak kaum hawa yang kekurangan bahan pakaiannya hingga lekuk buah dadanya terlihat sangat jelas. Ada yang berpelukan bahkan sedang bercumbu, mabuk, dugem dan masih banyak lagi.

Tanpa sengaja pundak Muti tersenggol oleh pria tampan yang habis dugem bersama teman wanitanya.

"Aduh, kalo jalan hati-hati dong?" sewot Muti.

"Uppss sorry gue engga sengaja. Gue Muhammad Alan, lo?" ucap pria itu dengan menghisap rokok di mulutnya yang hampir membuatku marah.

"Bisa lo engga usah merokok di depan gue. Jijik tau ga!" ucapku sombong.

"Eh, cewek muslimah kaya lo ngapain di sini? Mau ngejual diri lo? Hah? Udah engga punya duit buat biaya hidup lo? Jadi lo dateng ke tempat ini? Lo cantik pake jilbab, tapi sayang harga diri lo sama aja kaya cewek-cewek di sini!" ucap Pria itu.

"Jaga mulut lo! Gue sadar, kalo gue berjilbab. Gue ke sini cuma mau ketemu temen gue. Sebenernya gue ogah harus menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Tempat laknat kaya gini." Ucap Muti dengan berani.

Alan mulai mendekatkan diri pada Muti. Namun ..

“Bugh.” Satu pukulan mendarat di wajah kanan miliknya.

"Lo rasain tuh." ucap Muti dengan wajah gaharnya.

"Dan satu lagi gue bilangin sama lo (menunjuk pada Alan), cowok kaya lo itu sebenernya engga pantes di tempat kaya gini. Malu sama kekayaan bokap lo, duit dia lo pake cuma buat beginian doang. Emangnya lo engga bisa apa bergaul sama yang berkelas? Hah? Bergaul sama kelas rendahan, payah lo! Nama lo aja yang bagus MUHAMMAD ALAN tapi tingkah lo kaya kucing liar." Ucap Muti dengan tegasnya tanpa ia tahu jika Alan dari anak orang kaya atau bukan.

Wanita yang berada di sisi kanan  Alan hanya memperhatikan Muti yang sedang berbicara, saat bola mata Muti menatap wanita PSK itu ia langsung tertunduk.

Setelah adu mulut terselesaikan. Dan apa yang dikatakan Muti benar, langsung saja Alan tak menghiraukan perkataanya.

"Lo ke sini mau cari siapa?" ucap Alan tiba-tiba tanpa menghiraukan ucapan Muti.

"Mau cariiii.." Muti terlihat tampak bingung.

"Ditanya bukannya jawab." Alan bertanya kembali.

"Gue cari Tama, iya Tama." ucap Muti dengan kurang menyakinkan.

"Oh dia. Biasanya dia di situ tuh (menunjuk sebuah tempat yang terhalang oleh orang-orang yang bergelayap di sekitar tempat itu)." jawab Alan santai.

"Thank's bro." ucap Muti antusias.

"Lo pacarnya dia?" sergah Alan.

"Gue? Bukan bukan. Enak aja lo!" bantah Muti.

"Tapi ngapain lo ke sini?", Muti di pojokkan dengan pertanyaan Alan.

"Gue sih, pengen tahu aja dia. Gimana kehidupannya yang kaya gini. Lo kenal sama dia?" ungkap Muti.

"Jadi gitu. Kenalah. Dia temen gue, gue suka make barang sama dia dan temen-temen yang lainnya juga. Oh ya, nama lo siapa?" Alan.

"Gue, Mutia Aqila. Panggil aja Muti." jawab Muti singkat.

"Ya udah deh, gue duluan ya." ucap Alan dengan menggandeng geisha itu ke luar diskotik. Muti hanya meratap melihat orang yang baru dikenalnya.

"Miris banget gue lihat dia. Apa lagi kalo lihat Tama kaya gitu." umpatnya dalam hati.

                                                ***

Muti menyusuri tempat di mana Tama berada. Semua mata tertuju pada Muti, banyak yang bergunjing, berbisik , bahkan menatap sinis ke arah dirinya. Tapi Muti tidak menghiraukannya, Muti terlalu cuek dan masa bodo  untuk menanggapi mereka semua.

Berjalan dan berjalan sampai akhirnya Muti mendapati keberadaan Tama yang tengah di apit oleh dua wanita penghibur ditemani vodka, minuman yang biasa ia minum sambil menyicip barang haram tersebut, tempat di mana yang Alan beri tahu.

Di samping wanita itu juga ada beberapa anak muda yang seumuran dengan Tama. Iya, mereka teman-teman Tama di tempat ini.

Dari kejauhan, Tomy melihat wanita yang tak asing baginya. Wajah yang sering terlihat di kampus, dengan samar-samar Tomy menghampirinya. Wanita itu. Muti.

Muti menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Tama di sana sangat jauh tak bermoral, jauh dari kata baik, dan sangat-sangat jauh dari agama. Mulai dari penghibur itu membelai pipi, membelai rambut, mengelus dada sampai memeluk Tama.

Mata indah Muti melihatnya. Muti hanya diam mematung, dari sisi kanannya tanpa Muti sadari sudah ada Tomy yang sama-sama melihat ke arah yang dilihat oleh Muti.

"Tam? Ini?" ucap Tomy memanggilnya dengan menunjuk ke arah Muti.

Tama melihat gadis itu, gadis yang ia sayang. Dia hanya mematung melihat Tama.

"Aduh." Muti mengernyitkan kening dan matanya, karena Muti melihatnya. 

Segera saja Tama menjauh dari wanita-wanita malam itu dan melepaskan pelukannya.

Muti lalu menundukan kepala dan sedikit melihat ke arah Tomy. Langsung saja Muti pergi dari tempat di mana Tama berada. Sebelumnya dia melontarkan senyum.

Dengan cepat Muti pergi dari tempat laknat itu. Tama pun bergegas mengejar Muti. Sesampainya di depan pintu laknat itu tiba-tiba.

“Lo mau ke mana?” Tanya Tama pada Muti dengan menarik tangannya.

"Hhhh" Muti menoleh.

"Gu..gu..gue, mau pulang.” Ucap Muti tergagap.

"Lo udah lihat semuanya kan?" ucap Tama padanya.

"Hmmm. Lihat apa?" Muti pura-pura tak melihat.

"Jangan pura-pura. Gue udah tahu, pasti lo bakal ikutin guekan?"

Muti hanya menyengir kuda.

"Terus?" tanya Tama.

"Gue engga bermaksud ikutin lo. Gue cuma pengen tahu gimana pergaulan lo aja kok !! Makanya gue ikutin lo, lagian lo engga ngomong pengen ke mana. Masa gue mau nanya lo pergi ke mana." Muti menjelaskan.

"Jadi lo udah lihat semuanyakan? Gue tahu, abis ini lo pasti bakal ngejauhin gue. Apa lagi lo lihat gue sama hostes-hostes itu? Pasti lo jijikkan sama kepribadian gue yang kaya gitu?"

Tangan Muti memegang dan menepuk-nepuk pundak Tama. Ia melihat mata itu lagi, mata yang membuatnya tenang dan damai bersamanya.

"Tama, denger ya! Siapa bilang gue mau ngejauhin lo? Sorry gue bukan orang yang sombong. Kalo tau gue, lo ga akan mungkin bilang kaya gitu sama gue. Meskipun, yaa emang gue lihat lo kaya gitu !! Tapi itukan emang udah jadi kebiasaan lo begitu. Itu privasi lo, lo bebas ngelakuin apapun yang lo mau. Itu juga hak lo kenapa gue harus ikut. Gue engga jijik sama lo kok!! Santai aja." jelas Muti.

"Lo engga takut dosa berteman sama cowok kaya gue? Cowok yang suatu saat menjadi penghuni neraka?" cemasnya.

"Enggalah, yang penting gue engga ngelakuin hal-hal tercela. Gue punya Allah, iman gue masih kokoh. Insyaallah" Muti.

"Gue tahu, lo orangnya baik. Cuma keadaan aja yang buat lo kaya gini."

"Makasih ya Mut. Lo masih mau temenan sama gue, dengan kondisi gue yang sekarang. Masih perduli sama gue."

"Makasih apa sih? Gue perduli sama lo karena lo temen gue." Muti tersenyum

Tama membalas senyuman itu.

"Gue pulang dulu ya? Ini udah sore. Gue takut di cariin Aldi." ucap Muti dengan nada cemas.

"Lo engga mau gue anterin?" tawarku dengan wajah yang agak merunduk setelah Muti mengatakan nama lelaki itu.

"Engga usah deh, makasih. Lo pasti masih banyak urusan di sini." tolaknya.

"Ya udah kalo lo engga mau. Engga apa-apa." dengan nada lesu.

"Gue boleh minta no hp lo?"

"Buat apaan?"

"Takut ada perlu aja."

"Emang penting?"

"Iyalah mut."

"Hmmm." Muti berdeham.

"Ini cepet catet." ucapnya menyodorkan ponsel

Dengan terpaksa Muti menuliskan nomor handphonenya di ponsel Tama. Muti tidak suka nomor hpnya tersebar, tapi mau gimana lagi.

"See you."

"See you too."

Tama melihat kepergian Muti, sampai dirinya mehilang dari pandangan.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • nanisarahhapsari

    @ReonA masih baru bngt ini hehe. Makasih :)

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    Ceritanya keren kok kak, diksinya lumayan, cuma harus memerhatikan Puebi aja. Semangaaattt

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Carnation
444      319     2     
Mystery
Menceritakan tentang seorang remaja bernama Rian yang terlibat dengan teman masa kecilnya Lisa yang merupakan salah satu detektif kota. Sambil memendam rasa rasa benci pada Lisa, Rian berusaha memecahkan berbagai kasus sebagai seorang asisten detektif yang menuntun pada kebenaran yang tak terduga.
AILEEN
5691      1241     4     
Romance
Tentang Fredella Aileen Calya Tentang Yizreel Navvaro Tentang kisah mereka di masa SMA
Abay Dirgantara
6295      1438     1     
Romance
Sebenarnya ini sama sekali bukan kehidupan yang Abay inginkan. Tapi, sepertinya memang semesta sudah menggariskan seperti ini. Mau bagaimana lagi? Bukankah laki-laki sejati harus mau menjalani kehidupan yang sudah ditentukan? Bukannya malah lari kan? Kalau Abay benar, berarti Abay laki-laki sejati.
Dear Diary
491      304     1     
Fantasy
Dear book, Aku harap semoga Kamu bisa menjadi teman baikku.
Di Bawah Langit
3056      964     1     
Inspirational
Saiful Bahri atau yang sering dipanggil Ipul, adalah anak asli Mangopoh yang tak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Namun, Ipul begitu yakin bahwa seseorang bisa sukses tanpa harus memiliki ijazah. Bersama kedua temannya Togar dan Satria, Ipul pergi merantau ke Ibu Kota. Mereka terlonjak ketika bertemu dengan pengusaha kaya yang menawarkan sebuah pekerjaan sesampainya di Jakarta. ...
The Reason
10019      1847     3     
Romance
"Maafkan aku yang tak akan pernah bisa memaafkanmu. Tapi dia benar, yang lalu biarlah berlalu dan dirimu yang pernah hadir dalam hidupku akan menjadi kenangan.." Masa lalu yang bertalian dengan kehidupannya kini, membuat seorang Sean mengalami rasa takut yang ia anggap mustahil. Ketika ketakutannya hilang karena seorang gadis, masa lalu kembali menjerat. Membuatnya nyaris kehilan...
Shinta
6090      1781     2     
Fantasy
Shinta pergi kota untuk hidup bersama manusia lainnya. ia mencoba mengenyam bangku sekolah, berbicara dengan manusia lain. sampai ikut merasakan perasaan orang lain.
Lentera
824      575     0     
Romance
Renata mengenal Dimas karena ketidaksengajaan. Kesepian yang dirasakan Renata akibat perceraian kedua orang tuanya membuat ia merasa nyaman dengan kehadiran lelaki itu. Dimas memberikan sebuah perasaan hangat dan mengisi tempat kosong dihatinya yang telah hilang akibat permasalahan kedua orang tuanya. Kedekatan yang terjalin diantara mereka lambat laun tanpa disadari telah membawa perasaan me...
ENAM MATA, TAPI DELAPAN
591      369     2     
Romance
Ini adalah kisah cinta sekolah, pacar-pacaran, dan cemburu-cemburuan
Princess Harzel
16160      2398     12     
Romance
Revandira Papinka, lelaki sarkastis campuran Indonesia-Inggris memutuskan untuk pergi dari rumah karena terlampau membenci Ibunya, yang baginya adalah biang masalah. Di kehidupan barunya, ia menemukan Princess Harzel, gadis manis dan periang, yang telah membuat hatinya berdebar untuk pertama kali. Teror demi teror murahan yang menimpa gadis itu membuat intensitas kedekatan mereka semakin bertamba...