Sesungguhnya Aldi pun mengajak Muti pulang bersama dirinya, namun Muti dengan sangat halus menolaknya. Muti berterus terang jika ia memiliki keperluan bersama Tama. Aldi yang mengetahuinya menjadi sangat khawatir jika Muti bersamanya. Aldi selalu mengingatkan untuk tetap hati-hati terhadapmya. Muti sebagai seorang wanita mengerti WARNING yang Aldi tujukan untuk dirinya.
“Lo udah lama nungguin gue di sini?” ucap wanita yang datang dari belakang tubuhnya.
“Engga juga sih, paling udah ada 10 menitanlah.” Tama yang melirik jam tangannya yang berwarna coklat itu.
Muti hanya mengangguk-anggukan kepala. Tama menstarter motor ninja merah yang dirinya bawa ke manapun.
“Cepatlah naik. Pakai helm ini!” titahnya pada Muti.
Muti tidak banyak bertanya dan langsung menaiki motor ninja merah itu, di dalam lubuk hatinya Muti bertanya, sebenarnya kita mau kemana? Membuatku penasaran saja dengan tingkah pria yang satu ini. Muti hanya dia tidak mengeluarkan suaranya.
Tama sedari tadi memperhatika wajah Muti melalui kaca sepion yang bertengger di sana, melihat wajah itu kembali membuat hatinya begitu tentram dan nyaman. Tak sedikit pun Tama memalingkan wajah Muti yang terlihat bingung.
“Jangan memasang wajah seperi itu, membuatku selalu saja memperhatikanmu. Tenang saja aku hanya membawamu untuk berjalan-jalan sebentar, tak perlu khawatir aku tidak akan berbuat yang kurang ajar terhadapmu karena kamu adalah gadis yang aku sayang.” Jelasnya datar menatap Muti melalui kaca sepion.
“Hah? Apa? Sayang? Maksudnya?” ucap Muti yang tidak terlalu mendengar ucapan terakhir yang Tama ucapkan terhadap gadis itu.
“Hmmm.” Tama hanya berdeham saja untuk menghindari pertanyaan Muti.
“Apa yang dia katakan? Aduh, aku tidak terlalu mendengarnya. Tadi apa katanya, sayang? Apa benar itu? Atau telingaku yang gangguan? Kenapa dia selalu saja diam dan memasang wajah datarnya seperti itu, membuatku gelisah saja.” Rutuknya dalam hati.
“Ternyata mereka berangkat ke sebuah rumah makan. Di sana tertera.
“Restoran Pempek Palembang.”
"Hah? Pempek?" jawab Muti sedikit kaget.
"Kenapa? Lo engga suka?" tanyak Tama.
"Kenapa engga suka? Pempek itu makanan favorit gue. Gue suka banget."
"Hah? Lo suka? Gue juga suka, pempek itu makanan favorit gue juga." ungkapku.
"Kok bisa ya samaan gini?" ucap Muti.
"Mungkin kita berjodoh." celetukku.
"Apaan sih Tam." ucap Muti.
Masuklah mereka ke dalam restoran itu. Mereka duduk di bangku nomor 7. Mereka memesan Pempek Kapal Selam 2 porsi yang jumbo sama Pempek Lenjer 2 porsi.
Suasana hening sejenak, tidak ada suara apa pun.
"Pasti lo mabuk beratkan tadi malam gara-gara omongan gue ke lo itu?", Muti memulai percakapan.
"Kata siapa? Engga juga deh!” tanyaku.
"Tomy. Lo jangan bohong deh sama gue. Maaf ya?" ucap Muti lagi.
"Kalo iya emang kenapa? Lo perduli sama gue?" ucapku menantang.
"Perdulilah, lo kaya gitu gara-gara guekan? Lagian aneh banget mabuk berat cuma gara-gara gue. Emang gue siapa lo?" ucap Muti tanpa bersalah.
"Lo? Orang yang bisa buat gue tenang." ucapku singkat.
"Hah? Engga ngerti gue", ucap Muti yang agak sedikit bingung.
"Lupain ajalah. Engga penting." ucapku.
Tak lama kemudian pesanan datang ke meja yang di singgahi oleh ku dan Muti.
"Makasih mba." ucapnya berbarengan.
"Iya sama-sama", ucap pelayang dengan ramah.
Mereka melahap hidangan yang ditunggu-tunggu, tak ada rasa kecangguan di antara mereka bak sepasang merpati yang yang sedang bercengkrama di atas pohon yang rindang, di bawah kolong langit yang teduh ditemani angin yang menyapa.
"Eh tunggu-tunggu." (Muti sambil meletakkan garpu dan pisau di piringnya.
"Kenapa?" tanya Tama aneh.
"Itu...tu..." menunjuk sudut bibir.
"Itu apa sih?" memegang yang di tunjuk Muti.
"Sini deh", Muti mengelap sudut bibir Tama yang terkena kuah pempek.
"Hmmm. Makasih ya?"
"Iya, sama-sama." Ucap Muti tersenyum.
"Tangan lo jadi kotor donk?"
"Udah engga apa-apa kok nanti juga cuci tangan." Muti.
Tama hanya mengangguk saja, tanda bahwa ia mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Muti.
@ReonA masih baru bngt ini hehe. Makasih :)
Comment on chapter Prolog