Muti berlalu menuju kelas untuk mengikuti perkuliahan, meninggalkan Tama begitu saja seorang diri dengan perasaan yang campur aduk.
“Gue tunggu lo di parkiran ya Mut!” teriaknya dari kejauhan.
“Jangan lupa setengah tiga sore ini dan lo harus dateng. Inget itu.” Teriaknya sekencang mungkin sampai punggung gadis itu sudah tidak terlihat di balik tembok putih yang menjulang sanggat tinggi.
Wajah sumgringah ditunjukan oleh Muti setelah teriakan Tama yang semakin lama, semakin mengecil. Tak henti-hentinya senyum itu mengembang di wajahnya yang tak dapat ditutupi dari siapapun.
Ada rasa khawatir dan takut mendapat tawaran seperti itu dari Tama. Rasa di mana ketika Muti mulai sedikit membuka hatinya untuk seorang pria, dirinya akan tersakiti dengan rasa yang tumbuh di dalam hatinya. Rasa yang ia bangun sendiri dan pengharapan yang selalu saja ia bangga-banggakan. Namun jauh di dalam lubuk hatinya Muti bahagia dan senang terhadap ajakannya itu.
Sedangkan pria itu, apakah memiliki perasaan yang sama terhadapnya? Atau hanya Muti yang memiliki perasaan yang terlalu berlebihan? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu bagaimana perasaan yang dimiliki Tama sesungguhnya. Semoga saja, rasa yang dimiliki oleh Muti hanyalah ketertarikan sesama teman yang baru ia dikenal.
Muti mengikuti perkuliahan dengan dengan fokusnya, telti , tekun, dan telaten. Ia sangat memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut lelaki paruh baya itu yang menjelaskan mengenai perhitungan-perhitungan iterasi pada matakuliah Metode Numerik. Di mana sebagian mahasiswa hanya menguap saja ketika matakuliah itu sudah tiba pada waktunya.
Jam menunjukan hampir pukul setengah tiga kurang lima menit, Fey sudah menunggu di depan kelasnya sambil mengutak-ngutik handphone kesayangannya.
“Akhirnya lo keluar juga.” Fey dengan wajah yang sumringah.
“Setia banget sih lo nungguin gue.” Muti dengan seringaian kata-katanya.
“Pulang bareng yuk Mut?" ajak Fey memohon.
“Hmmmm. Gue mau ada urusan sama Tama abis ini Fey dan kayanya sih penting. Jadi gue mau ketemu dia.” Ucap Muti dengan penekanan bahwa ia benar-benar tidak bisa.
Fey hanya menatapnya dengan penuh ketekejutan.
“Sorry ya !!" Lanjutnya dengan penuh penyesalannya terhadap Fey karena sedari tadi sudah menunggunya hingga keluar kelas.
“Hah? Tama? Sejak kapan lo ada something sama dia?” selidik Fey dengan mata yang menyiratkan Gue ga salah denger Mut? Atau telinga gue yang salah dengar? Sejak kapan lo mau diajak jalan bareng Tama? Are you kidding me? Apa Tama bener-bener punya perasaan sama lo?
“Something apaan sih Fey? Mana mungkinlah.” Elaknya dengan begitu cepat.
“Jangan bohong deh sama gue?” Fey menyelidik kembali.
“Gue engga bohong kok, mungkin gara-gara kemarin itu loh yang gue bilang hampir ketabrak makanya dia mungkin ingin menyampaikan sesuatu.” Jawab Muti.
“Mungkin dia pengen deket sama lo.” Jawabnya enteng dengan senyum penuh arti.
“Jangan ngaco kalo ngomong.” Ucapnya dengan mengibaskan tangannya.
“Semoga lo bisa jadi penyembuh bagi Tama, Mut. Dengan adanya lo di dalam kehidupannya dia setidaknya bisa mengurangi kesendirian Tama selama ini, mengurangi sifat buruk yang dimilikinya dan menuntunnya lebih dekat dengan Tuhannya, membuat Tama jauh lebih baik lagi, dan yang terpenting dia bisa memperlakukan lo lebih mulia dari wanita yang lainnya.” Kata hati Fey berbicara yang bersamaan dengan senyum indah yang terukir di wajah lamunan Fey.
Muti yang merasa aneh ketika Fey tertawa sendiri seperti itu membuatnya menyenggol tangan Fey.
“Lo ngga apa-apakan Fey?” ucapnya merasa khawatir dengan apa yang dialaminya barusan.
“Oh iya, kenapa Mut?” tanya Fey kembali yang tidak memperhatikan pembicaraan Muti.
“Aneh lo senyum-senyum sendiri.” Ucap Muti yang akan bergegas akan pergi.
“Gue lagi ngebayangin lo sama Tama.” Fey menyeplos asal.
“Hah? Apa lo bilang? Jangan berpikir kejauhan degh Fey.” Muti memperingati kawan yang berada di sampingnya ini.
Fey hanya tertawa kuda.
“Udah ah, ngga usah dibahas lagi. Lama-lama gue takut ketularan anehnya sama lo.” Ucap Muti melirik jam tangannya.
“Cepat sana temuin Tama, takutnya dia nungguin lo lama lagi. Tenang aja yaa Mut, dia tidak akan berbuat yang kurang ajar. Lo aman sama dia.” Ucap Fey menyuruhnya pergi dan menepuk-nepuk pundaknya.
Muti tersenyum membalas ucapan kawannya itu dan pergi meninggalkannya.
Seandainya Muti tahu yang sebenarnya, tiga tahun lalu kehadiran Muti sudah menarik perhatian Tama dan entah kenapa dia baru menunjukan ketertarikannya terhadap Muti sekarang-sekarang ini. Secara diam-diam Tama selalu saja memperhatikan gadis manis itu dari jauh, seperti halnya sejauh Tama mengenal Muti.
Ketika Tama dan Muti dipertemukan kembali, Tama melihat sesuatu yang berbeda dari dirinya. Lebih menawan, lebih bercahaya, lebih indah, dan yang jauh lebih penting adalah membuat hatinya bergetar lebih cepat dari biasanya. Harapan mulai muncul di dalam hatinya, semoga pertemuan ini bukanlah akhir cinta dalam hati Tama, semoga akan ada pertemuan-pertemuan selanjutnya.
@ReonA masih baru bngt ini hehe. Makasih :)
Comment on chapter Prolog