“Aku mohon...tolong selamatkan dia!” ucap seorang wanita yang bersimbah darah sembari sujud sembah di depan seorang wanita tua berpakaian gelap yang memakai banyak batu cincin di seluruh jarinya. Wanita itu tak henti-hentinya menangis meminta belas kasihan kepada lawan bicaranya.
“Sudah kubilang ribuan kali. Aku tidak bisa membantumu!”
“Aku mohon! Anda seorang dukun kan? Anda pasti bisa membangkitkan orang yang sudah meninggal!”
“Sekalipun aku ini dukun yang hebat, seumur hidup belum pernah aku membangkitkan orang yang sudah meninggal.”
“Kalau begitu gunakan mantra, ilmu hitam atau apapun asal Anda bisa membangkitkan—”
“Nyawa taruhannya.” potong kalimat dari nenek dukun itu seketika membungkam mulut ember milik wanita yang bersimbah darah tersebut. Nenek dukun itu bisa melihat ekspresi terkejut lawan bicaranya. “Temanmu bisa hidup kembali asalkan nyawa yang menjadi taruhannya.” sambungnya lagi membuat suasana yang sempat ricuh berubah menjadi ketegangan. “Bagaimana?”
Glek!
Wanita itu menelan ludahnya ragu.
“Nyawa...taruhannya?” beo wanita itu tak percaya.
Nyalinya yang semula begitu semangat menggebu-gebu ingin membangkitkan temannya yang mati di medan pertempuran, tiba-tiba langsung menciut. Nampak nenek dukun itu tersenyum geli memperhatikan mimik wajah ketakutan, terkejut, tidak percaya, dan putus asa dari kedua matanya.
“Jika kau tidak ingin membangkitkan temanmu kembali, sebaiknya kau—”
“Bagaimana caranya?” tanya wanita itu gantian membuat nenek dukun tersebut terkejut.
Di-Dia...dia serius?!
“Aku tanya, bagaimana caranya membangkitkan temanku lagi?” tanya wanita itu usai merenungkan pilihan terberat yang ada didepan matanya.
“Kau serius?” tanya nenek dukun itu membalikkan pertanyaan.
“Asal dia hidup, asalkan dia kembali hidup...” jawab wanita itu tertunduk, menyembunyikan air matanya dibalik tirai rambut disekelilingnya. Nenek dukun itu malah tersenyum tanpa malu mendengar gumaman lawan bicaranya.
“Caranya gampang. Kau tinggal memanggil namanya sampai dia membuka matanya.”
Bagai terkena sengatan petir disekujur tubuhnya, wanita yang bersimbah darah itu menatap nenek dukun itu dengan mulut menganga.
“A-A-Anda...berbohong kan?”
“Kalau kau tidak percaya, ya sudah.”
Nenek dukun itu segera bangkit berdiri dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan wanita itu dikediamannya. Tapi langkah kakinya terhenti mendapati wanita itu mencengkeram kaki si nenek dukun tersebut.
“Hei, apa yang kau—”
“Kalau caranya seperti itu, taruhan nyawa yang Anda maksud tadi itu apa? Bualan semata?!”
“Itu aturannya.” balas si nenek dukun santai.
“Apa maksud Anda?”
“Jika kau memanggil nama orang yang sudah mati dan orang itu hidup kembali, untuk seterusnya kau tidak boleh memanggil nama orang itu lagi. Jika kau melakukannya, orang itu akan mati.”
“Ke-Kenapa...bisa...?”
“Karena kau memaksa orang yang harusnya ditakdirkan oleh Tuhan untuk mati jadi bangkit kembali! Dan itu melawan takdir Tuhan, kau tahu!”
“Jadi, aku seperti memberikan tumbal pada setan agar temanku bisa hidup kembali, begitu? Dengan mengorbankan nyawa temanku sendiri?”
“Ya, itu ben—”
Braak!
Wanita itu menarik salah satu kaki milik nenek dukun dengan keras hingga jatuh tersungkur ke lantai.
“Kenapa...kenapa bukan nyawaku saja yang jadi taruhannya?!” tanya wanita itu geram.
“Mana aku tahu! Dari dulu aturannya sudah seperti itu!”
“Ti-Tidak mungkin...” gumam wanita bersimbah darah itu tak percaya. “Kenapa bukan nyawaku saja yang menjadi taruhannya...”
“Harusnya kau bersyukur malaikat maut masih mau menolongmu. Jika tidak, malaikat di surga pasti akan ikut campur dan permintaan gilamu tidak akan terkabulkan!”
Wanita itu hanya bisa mengepalkan tangannya menahan emosi yang hampir dikeluarkannya. Sekuat tenaga wanita itu menstabilkan emosinya agar tidak terjadi pertumpahan darah dimana-mana. Nenek dukun yang berhasil lepas dari genggaman tangan lawan bicaranya segera berbenah diri untuk menyelamatkan dirinya.
“Jadi, bagaimana? Sudah kau putuskan?” tanya nenek dukun itu lagi.
“Tinggal memanggil namanya saja kan? Itu terdengar mudah.” balas wanita itu mendadak percaya diri. Walau dirinya tahu jika hal ini tidak boleh dilakukan namun, demi orang yang dicintainya, dia harus melakukannya. Sekalipun itu dengan terpaksa.
“Baiklah, karena kau yang memaksa.” jawab nenek dukun itu tersenyum sinis. “Aku juga harus terlibat sedikit dalam hal ini. Dia tidak akan bisa mendengar suaramu jika jiwanya terputus dari dunia ini.” jelasnya panjang lebar. Karena mendapat tatapan tajam dari lawan bicaranya, segera saja nenek dukun itu memulai ritualnya. “Sepertinya kau tidak sabaran sekali.” gumamnya tertawa miris. “Kalau begitu, tunjukkan padaku dimana teman yang ingin kau bangkitkan itu sekarang!”
**********
“Gede Wira Pratama.” panggil seorang wanita lembut padanya. Samar-samar orang yang dipanggil itu mendengar suara yang sangat familiar dikedua telinganya.
Suara ini...
“Hei, kau mendengarku kan, Wira?” tanya wanita itu bersuara lagi.
Jangan-jangan—
“Wira!”
“Howaa!!”
Tiba-tiba Wira berteriak histeris, seolah-olah baru bertemu dengan hantu ditengah jalan. Setelah dilihat disekelilingnya, ternyata baru disadari jika sejak siang sampai sore hari, dirinya terlalu asyik tidur diatas ranjang milik rumah sakit.
“Kampret, aku ketiduran!” umpatnya kesal pada dirinya sendiri. Tak lama, dirinya teringat akan halusinasi yang didapatkannya barusan.
“Jadi, tadi itu cuma mimpi ya...”