12 tahun yang lalu, bu Rasti Komala -ibunya Yara- membawa Rayyan ke rumah. Yara menerima Rayyan sebagai anggota baru keluarga, sebagai kakak angkat Yara lebih tepatnya, dengan antusias. Sebelumnya Yara sudah diperlihatkan foto Rayyan, tapi setelah melihatnya secara langsung Rayyan lebih tampan dan bersih dibandingkan difoto rupanya. Saat itu Rayyan dan Yara sama-sama berumur 13 tahun. Ibu mengadopsi Rayyan dari panti asuhan. Umur 13 tahun sudah cukup besar untuk Rayyan tetap tinggal di panti.
Sebelumnya Rayyan sudah tiga kali direkomendasikan untuk diambil asuh kepada tiga pasang suami-istri namun Rayyan selalu kabur pulang ke panti, sehingga pihak panti kesulit dan khawatir untuk kembali mencarikan orangtua angkat. Sejak awal bu Rasti berusaha meyakinkan pihak panti menyanggupi untuk merawat Rayyan. Di panti ibu bilang ke Rayyan, gak apa kalo nanti Rayyan gak betah bilang aja, nanti ibu akan antar lagi Rayyan. Karena hal itu Rayyan langsung mau dibawa ibu ke rumah.
Rumah bu Rasti berlantai dua, dindingnya bercat putih, rumahnya terlihat sederhana namun terlihat cantik dengan taman bunga kecil di halaman rumahnya. Ibu membelokkan mobil ke sebelah kanan rumah untuk parkir. Terdengar derap langkah gadis mungil dari dalam rumah. Ibu yang baru keluar dari mobil langsung dipeluk antusias oleh gadis kecil tersebut. Rayyan masih tetap duduk di dalam mobil, tertegun melihat adegan di depannya. “Gadis kecil itu lincah sekali. Siapa dia? Apakah anak ibu Rasti? Umur berapa dia?” Pertanyaan itu yang bolak-balik saat itu memenuhi kepala Rayyan.
“Rayyan, sini keluar. Sini, kenalan dulu sama adikmu.”
Rayyan dengan langkah pelan keluar dari mobil. Rayyan menyodorkan tangan kanannya.
“Aku Rayyan” Kata Rayyan lirih sambil menunduk. Seketika Rayyan tersentak kaget dengan perlakuan Yara yang menjabat tangannya dengan kencang, antusias, dan dengan suara yang lantang.
“HI... AKU YARA! AKU SENANG PUNYA KAKAK! Sini deh, aku punya mainan bagus-bagus”
Yara sudah mulai menarik-narik tangan Rayyan.
“Yara... abangnya capek, mending makan siang dulu.”
Namun Yara tak menghiraukan ucapan ibu. Yara mulai kembali menarik paksa, sekarang mulai memaksa denganmenggapai-gapai lengan Rayyan. Rayan hanya tertawa, Yara terlalu pendek untuk bisa meraih lengannya.
“Nama kakak siapa? Kakak nanti ajarin PR aku ya? Oh iya, kakak kelas berapa? Asyik! Yess... aku punya kakak...”
Yara memegangi pergelangan tangan kanan Rayyan sampai ke lantai 2, dimana banyak sekali mainan punya Yara tersimpan. Belum pernah ada yang memperlakukan Rayyan seantusias Yara sebelumnya. Bahkan Rayyan berlari menyeimbangin langkah lincah Yara dengan tersenyum lebar. Sementara ibu di lantai satu sibuk membongkar mobil membawa masuk tas-tas Rayyan dengan senang.
Dalam hitungan bulan saja tubuh kurus Rayyan jadi lebih berisi. Rayyan betah tinggal bersama ibu dan Yara. Walaupun lama-kelamaan jadi lebih sering berantem bahkan membuat Yara nangis tapi Rayyan tetap sayang kepada ibu dan Yara. Setelah kepindahannya Rayyan disekolahkan di satu SMP yang sama dengan Yara. Awalnya Yara memanggil Rayyan dengan ‘kakak’ namun setelah tau seumuran dan sekolah ditingkat kelas yang sama hanya berbeda kelas Yara memutuskan memanggil Rayyan dengan Eray, panggilan kesayangan dari ibu dan Yara.
Rayyan tumbuh jadi pemuda yang tampan dan baik walaupun pembawaannya yang pendiam membuat dia terlihat misterius, apalagi dirinya yang seperti menarik diri dari menjadi populer di sekolah tambah membuat penasaran. Berapa kali club basket mengajak Rayyan buat gabung karena tinggi tubuhnya yang pas buat masuk tim, tinggal dilatih aja, namun ditolak. Club jurnalistik sekolah juga kerap kali mengajak Rayyan buat gabung, karena Rayyan murid yang paling rajin baca ataupun pinjam buku di perpustakaan sekolah, tapi ditolak. Klub drama sekolah nih yang paling pantang menyerah ngajak Rayyan gabung, udah ditolak berapa puluh kali masih aja ngajak. Buset! The Real Of Anti Patah Hati Club Club.
Yara tak habis fikir kenapa anak-anak perempuan di sekolah banyak yang penasaran dengan Rayyan, padahal Rayyan biasa aja, gak ada yang misterius. Mau dijelaskan berapa ratus kalipun anak-anak perempuan yang sengaja bertanya kepada Yara tetap gak akan percaya kalo Rayyan bersikap anti sosial gitu karena dia: pemalas.
Kalo pengen tau tuh ya, Rayyan itu gak suka keringatan, justru karena dia mudah berkeringat. Yang kaum hawa di sekolah tau tuh kalo pas lagi olah raga apalagi futsal Rayyan kelihatan ganteng maximal dengan keringat yang membanjiri tubuhnya. Trus Rayyan gak suka naik mobil, karena Rayyan yang bilang dia lebih kelihatan keren kalo naik motor. Helloww... bukan karena down to earth seperti yang dikira. Rayyan juga rajin kan ke perpus, anak-anak gak tau aja kalo di rumah Rayyan lebih suka jatah uang sakunya dibeliin komik, jadi dia sering ke perpus buat minjam buku yang gak kebeli. Para guru juga senang kalo nyuruh Rayyan, ya iyalah Rayyan mau aja karena masa aja ke guru nolak kan gak enak. Terus, para mantan Rayyan juga pasti gak tau kalo Rayyan selalu nerima yang nembak dia cuma gara-gara kasihan aja, jadi seenak jidat dia buat kapan mutusin para pacarnya. Kalo disebutin, bendaharawati aibnya Rayyan itu ya Yara. Tapi walaupun begitu Yara tetap sayang ke Rayyan, secara Rayyan sebenarnya baik kok, hidupnya gak kriminalitas-kriminalitas amat, cuma banyak orang yang pada salah paham aja. Salah paham yang menguntungkan.
Banyak sisi positif yang bisa didapat Yara juga dari adanya Rayyan dihidupnya. Selain jadi bendaharawati aibnya Rayyan, Yara juga petugas pengumpul hadiah yang sering tiba-tiba ada di loker, laci meja, tas, bahkan yang dikasih secara langsung melalui Yara kalo mau ngasihin sendiri tapi malu. Sesampainya di rumah hampir semua barang itu Rayyan kasihin buat Yara. Siapa yang gak mau coba, lumayan.
Sering Yara berfikir, mungkin karena Rayyan sebenarnya anak yatim-piatu dari panti asuhan jadi bawaannya Rayyan hidupnya lucky. Saking seringnya dapet hadiah dari snack yang dibeli di toko, Yara suka kepikiran hal yang kurang ajar: Kalo beli lotere lewat Rayyan kemugkinan besar bakal menang nih!
Rayyan juga cerdas, sering bisa ngejelasin mata pelajaran yang Yara gak ngerti. Belum lagi Rayyan jarang marah, mau senyebelin apapun Yara pasti Rayyan jarang marah. Karena hal inilah -terutama kalo di sekolah- Yara bakal bersikap manis ke Rayyan.
Saking seringnya Rayyan dan Yara bareng-bareng kalo di sekolah makanya Yara juga akrab sama teman-teman Rayyan. Pun sebaliknya, teman-teman Yara juga walaupun gak akrab-akrab amat sama Rayyan tapi lumayan sering disapa Rayyan.
Hidup Yara lebih berwarna dengan adanya Rayyan, Rayyan juga merasa dia sudah benar memilih ikut dengan keluarga bu Rasti. Rayyan sangat bersyukur memiliki keluarga baru yang baik, walaupun tak lengkap dengan kehadiran ayah -karena ayah Yara sudah meninggal sejak Yara balita- tapi keluarga ini sudah terasa hangat. Karena itu Rayyan berjanji kepada dirinya sendiri bahwa sampai kapan pun Rayyan akan memberikan pula kebahagiaan bagi keluarga ini.
BERSAMBUNG...
@mugi.wahyudi Wuhuuu,,, Makasih buat pujiannya. Lanjutin nih menyebalkannya. :D
Comment on chapter Ide Gila