Saat keadaan sudah kembali tenang dan semua anak-anak kembali ke kelas masing-masing. Kamipun menolong Fresla untuk bangkit. Aku, Cici, maupun Tono hanya bisa saling pandang. Tak tahu harus berkata apa, namun kami memikirkan hal yang sama.
Kami sama-sama tak berdaya. Kami ingin berubah namun, keadaan sepertinya memaksa kami harus berdiam diri ditempat sejenak. Kami juga tidak mau beasiswa yang kami dapatkan selama ini dicabut begitu saja hanya kerena masalah yang sepele. Bunda akan sedih mendengar hal itu. Dan kami tahu kami tidak akan bisa membayar biaya sekolah yang begitu mahal di tempat ini.
Jam pulangpun berdenting. Kami pulang. Di dalam angkot suasananya begitu suram. Tak ada yang berbicara dan tak ada yang berani memulai pembicaraan. Haruskah kami bercerita pada Bunda atau memilih bungkam lagi. Karena selama ini kami tidak pernah bercerita tentang masalah yang kami alami. Mulai dari Fresla, uang sakuku, Cici yang tidak punya teman maupun Tono yang dijadikan pesuruh oleh teman wanita sekelasnya yang begitu digilainya.
Kami semua sama. Karena sepertinya takdir kami berjalan beriringan. Bahkan saat kami baru lahir. Sesampainya di Panti Asuhan Kasih Bunda. Kami langsung menuju kamar masing-masing. Makan lalu belajar dengan ditemani Bunda. Freslapun angkat bicara.
"Bunda ... bolehkah aku pindah sekolah?" tanyanya.
"Lho ... Fresla. Ada apa?? Kamu punya masalah di sekolah" tanya Bunda menghentikan aktivitas menjahitnya.
"Bunda ... aku sudah tidak tahan. Anak-anak disekolah selalu membuliku dan aku tidak punya teman dikelas." rengek Fresla menangis.
"Bunda ... tahu. Maaf, sayang Bunda sebenarnya sudah lama tahu akan hal ini. Tapi, Bunda tak dapat berbuat apa-apa selama ini. Jika kamu memang sudah tidak tahan. Bunda akan mengurus kepindahanmu dan bilang ke kepala sekolah" kata Bunda sambil mengelus kepala Fresla.
Dalam hati aku merasa sedih. Aku kehilangan saudara seperjuangan karena ia memilih menyerah untuk melanjutkan pendidikan di SMP Harapan Bangsa. Tapi, aku juga tak bisa berbuat apa-apa aku juga tidak punya hak untuk melarangnya karena aku tak bisa melindunginya.
Sekarang tinggal kami bertiga. Suasana jadi lebih sepi. Fresla sekarang bersekolah di SMP dekat panti kami. Sekolah desa memang. Namun, ia terlihat begitu bahagia.
Thanks ya...atas semua masukannya...
Comment on chapter PROLOG