Read More >>"> When You're Here (DUA - Ini Bukan Mimpi, \'kan?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - When You're Here
MENU
About Us  

Langkah kaki Allona terhenti ketika ia mendengar seseorang memanggil namanya. Lelaki itu sudah berjalan mendekatinya. Gamaliel mengulurkan tangannya, sementara Allona hanya memandangi uluran itu hingga ia disadarkan oleh dehaman Gamaliel.

“Aku Gamaliel. Boleh dipanggil Gamal atau Liel.” Ia masih menanti jabatan tangan dari Allona. “Kamu Allona anak fotografi, ‘kan?”

Allona menyampirkan helaian rambutnya ke belakang telinga kemudian menjabat tangan Gamaliel. Ia mengangguk. “Iya. Kenapa, Kak?”

“Tiga hari lagi ada olimpiade matematika di sini. Aku sebagai panitia diminta kepala sekolah untuk menghubungi kamu supaya mau mendokumentasikan kegiatan. Boleh ajak satu atau dua anggota fotografi lagi kok biar kamu ngga terlalu capek kerjanya nanti.”

Prestasi Gamaliel sudah terkenal sampai ke seluruh penjuru sekolah. Dalam waktu hampir tiga tahun, ia sudah memenangkan lebih dari tiga olimpiade matematika. Hal itu juga yang membuat kepala sekolah menjadikannya sebagai ketua panitia olimpiade yang akan dilaksanakan di sekolahnya.

Kini, Vanya ikut menghampiri Allona yang sedang berbicara dengan kekasihnya. Tangannya dengan cepat menarik lengan Gamaliel dan mendekapnya. Nada bicaranya selalu ketus, seperti biasa. “Anak fotografi banyak. Yang cowok juga ada, ngga harus Allona. Aku kenalin sama temanku nanti.”

“Vanya, ini bukan aku yang minta, tapi kepala sekolah. Kamu kenapa? Cemburu?”

Vanya terbelalak. Gerak-geriknya gelagapan. Ia ingin menyangkal, tapi justru bicaranya terbata-bata. Gamaliel terkekeh melihat respon Vanya. Lelaki itu menggenggam kedua tangan Vanya. “Ngga usah cemburu. Kalau cemburu, berarti kamu ngga yakin sama hatiku. Emangnya kamu begitu?”

Gadis yang sedang ditatapnya itu menggeleng.

“Mas, Mbak, yang lagi pacaran,” ujar Jefri sambil menjetikkan jarinya, “di sini masih ada orang loh.”

“Oh iya, Allona, nanti aku hubungi lagi ya. Tolong tulis nomormu di sini.” Gamaliel merogoh saku celananya, mencari ponsel dan menyodorkannya pada Allona.

Meski sempat bingung membedakan kejadian itu sungguhan atau hanya khayalan Allona, nomor teleponnya kini telah tersimpan di dalam iPhone Gamaliel. Jefri yang berada di sampingnya ternyata cukup memahami perasaan yang sedang menjalar di hati Allona. Berulang kali, lelaki itu menyenggol siku Allona dan meledeknya.

Di tengah pembicaraan mereka, bel sekolah berdering. Vanya segera mengajak Gamaliel untuk segera menuju ke kelas. Sementara itu, Allona hanya terdiam tanpa menghilangkan senyuman dari wajahnya melihat Gamaliel yang semakin lama semakin jauh.

“Jef! Kak Gamal ngajak aku ngomong!” Tanpa berpikir panjang, Allona menggoyang-goyangkan tubuh Jefri, sedang sahabatnya itu hanya dapat pasrah dan ikut tersenyum bahagia. “Ini bukan mimpi, ‘kan?”

Sontak Jefri melayangkan cubitannya ke pipi Allona. Gadis itu mengaduh kesakitan sambil mengelus pipinya. Ia membalas Jefri dengan menginjak kaki kanannya. “Siapa suruh cubit pipi Allona tanpa izin? Sakit tau!”

“Tadi kamu tanya ini mimpi atau bukan. Sekarang giliran aku buktiin ini bukan mimpi, malah dimarahin. Susah emang ngomong sama cewek yang lagi jatuh cinta. Huh!”

“Pernah kebayang punya kaki gepeng ngga, Jef?” Allona mengangkat kakinya tinggi-tinggi dan bersiap menjatuhkannya tepat di atas kaki Jefri, tapi Jefri dengan sigap menahannya. “Kamu juga, cowok kok kayak cewek sih, Jef. Meledek terus.”

“Cewek emang pintar jaga image ya, Na. Depan gebetan mah kamu bersikap manis, di belakang langsung keluar sifat aslinya. Galak.”

“Jef ....”

Hanya satu kata yang keluar dari mulut Allona, tapi Jefri sudah bersiap untuk berlari seribu langkah. “JEFRIAN DIRGANTARA!”

Kalau sudah memanggil dengan nama lengkap, artinya Allona sudah tidak kuat menghadapi sahabatnya. Kakinya bergerak lebih cepat supaya bisa menyamakan langkah dengan Jefri yang sudah berlari lebih dulu.

“Ampun, Nyonya!” teriak Jefri meledek sambil terus berlari, sesekali menengok ke belakang untuk menjulurkan lidahnya pada Allona. Hal yang membuat gadis itu semakin geram dan ingin memukul Jefri jika ia sudah berada di dekatnya.

 

***

 

“Jaringan pada daun terdiri atas epidermis atas dan bawah, berkas pengangkut, dan ...,” ucap Clara sambil membolak-balikkan halaman buku paketnya, “dan apa ya, Na?”

Suasana kelas sedang jauh dari kata ramai akibat Pak Adi—guru Biologi—memberikan tugas bagi murid XI-IPA-2. Beberapa di antaranya sibuk mengerjakan sendiri, tetapi ada juga yang memilih untuk berkelompok. Namun, keduanya tidak dilakukan oleh Allona yang lebih memilih untuk memangku dagunya dengan tangan.

“Na?” Clara memanggil nama sahabatnya sekali lagi. Kali ini ia memalingkan wajahnya dari buku tulis untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh Allona, sampai-sampai ia tidak digubris.

“Allona,” panggil Clara sembari mendorong lengan Allona, membuat dagunya hampir terantuk dengan meja.

Allona mendesis sambil mengusap-usap dagunya. “Kenapa Sharren Clarasta? Untung ngga sempat kejedot meja ih.”

“Serius banget. Lagi mikirin apa? Aku dikacangin.”

Ia menggeleng, tapi tak lama senyumnya terukir kembali.

“Hmm ... begini pasti abis ketemu sama Kak Gamal. Ciri-ciri cewek kasmaran. Bengong sambil senyum-senyum sendiri. Dunia hanya serasa miliknya dan dunia khayalan tentang gebetannya.”

“Tadi aku ketemu Kak Gamal.”

“Loh beneran? Padahal tadi aku cuma asal nebak. Kamu ini ya ... jangan nekat dekat sama Kak Gamal. Udah tau dia punya pacar yang super protektif kayak Kak Vanya. Udah, kamu jangan suka-sukaan gitu. Kerjain soal Biologi ini aja, Na. Sebentar lagi harus dikumpulkan loh.”

“Bukan aku yang nekat, tapi Kak Gamal yang manggil aku tadi.”

“Ngapain?”

“Minta ban—”

Kalimat Allona terputus ketika ia merasakan hembusan napas seseorang di belakang tubuhnya. Sebelum ia menoleh, orang itu sudah lebih dahulu berbicara.

“Hei cantik!” Penggalan lagu “Cantik” milik Kahitna sudah menjadi andalan Mose jika memanggil Allona. Namun, respon Allona selalu sama. Tidak pernah suka.

“Gue bawa makanan buat lo.” Sebuah plastik berwarna hitam disodorkannya.

“Sekarang kan lagi jam belajar, Mos, bukan istirahat. Kok disuruh makan sih? Lagi pula aku udah makan.”

“Gue ngga mau lo sampai kelaparan, Na. Kan gue peduli sama lo.”

“Buset! Ya kali, Mos. Allona juga baru makan sama gue tadi pas istirahat. Baru setengah jam yang lalu. Lo pikir dia serakus itu?” cela Jefri yang duduk di samping Mose.

Awalnya Jefri tidak pernah mau duduk bersama dengan Mose. Hanya karena lelaki itu bersikeras dengan alasan klasik—supaya bisa lebih dekat dengan Allona—akhirnya Jefri bersikap pasrah. Syaratnya hanya satu; tidak mengganggu Jefri dengan hal-hal yang tidak penting. Dan Mose pun setuju.

Kenyataannya, janji yang pernah diucap Mose itu hanyalah ucapan belaka. Jefri terpaksa menjadi korban setiap keluhan dan pertanyaan Mose tentang Allona. Sama seperti yang kali ini sedang dilakukan oleh Mose.

“Diam lo, Jef.” Usai menegur Jefri, Mose kembali mengalihkan fokusnya pada Allona. “Udah ngga usah mikirin Kak Gamal lagi. Gue masih ada di sini, Na. Kurang setia apa coba gue ini?”

“Oke, gue diam. Berarti ngga usah tanya-tanya tentang Allona lagi.” Jefri masih ikut campur dengan perbincangan Jefri-Allona. “Oh, satu lagi. Lo kurang ganteng buat Allona. Kalah jauh sama Kak Gamal.” Ia terkekeh kemudian kembali fokus membaca soal-soal yang tertulis di buku paketnya.

“Mos, mendingan kamu diam deh. Ganggu fokus aja.” Clara ikut berucap tanpa menoleh. “Allona sama Kak Gamal aja aku larang, apalagi sama kamu. Ngga perlu berpikir berulang kali, udah pasti kamu ditolak.”

“Gue kan ngomongnya sama Allona, kok kalian yang nyahut.”

Urusan Allona berarti urusan Jefri dan Clara juga. Ketiganya sudah memegang prinsip itu sejak pertama kali memutuskan untuk menjalin tali persahabatan. Semacam tipe sahabat satu untuk selamanya.

Ketiganya memiliki sifat yang berbeda-beda, tetapi hal itu tidak menjadi penghambat. Allona yang galak, tapi di balik itu ia sama seperti perempuan-perempuan lain yang masih mempunyai sifat lembut. Jefri—lelaki satu-satunya—yang pasti maju lebih dulu jika ada yang berusaha macam-macam dengan Allona dan Clara. Clara yang sabar dan selalu berperan sebagai penengah setiap masalah yang ada. Ia adalah satu-satunya orang yang memiliki sifat dewasa dibandingkan Allona dan Jefri.

Pandangan mereka terpaku pada Mose yang kini kelihatannya mulai menyerah untuk merayu Allona. Ia kembali duduk manis di kursinya diiringi tatapan tajam Allona, Jefri, dan Clara. “Iya, iya. Gue kalah deh. Heran gue sama kalian. Yang diincar cuma satu, lah semuanya ikut nimbrung.”

Sudah sejak pertengahan kelas 10 hingga sekarang, Mose mengincar Allona untuk menjadi kekasihnya. Namun, Allona sama sekali tak pernah meliriknya. Terlebih karena lelaki itu memiliki kebiasaan buruk, yaitu selalu bersikap nakal dan keras kepala.

Jika disandingkan dengan Gamaliel, tentu saja Mose punya nilai yang jauh lebih rendah di mata Allona. Sikap keduanya berbanding terbalik, 180 derajat. Allona bisa membayangkan kebahagiaan yang sempurna kala ia berada di sisi Gamaliel. Namun, dengan Mose? Sudah pasti hanya akan ada keributan di sana-sini. Membayangkannya saja sudah cukup membuat Allona bergidik.

Bukan sekali-dua kali Mose menyatakan perasaannya kepada Allona. Gadis itu juga selalu menjawab pertanyaan Mose dengan jawaban yang sama. Tidak. Satu kata singkat, tetapi menusuk hati Mose. Meski begitu, ia tak pernah mau berhenti mencoba kesempatan-kesempatan lain yang datang. Mose cukup memegang teguh prinsip “Semua indah pada waktunya”.

“Udah berapa lama ya gue bersikap kayak gini ke lo, Na? Sedikit aja hati lo ngga ada yang terbuka buat gue?” Mose tahu persis kalau ia pasti akan diabaikan oleh Allona seperti biasanya, tapi lelaki itu masih saja melanjutkan kalimatnya. “Gue masih ngga mau menyerah kok, Na.”

“Ehem!”

Dehaman yang cukup keras membuat suasana kelas tiba-tiba berubah menjadi semakin sunyi. Semua menunduk, kecuali Allona yang justru mencari siapa pemilik suara tersebut.

“Kalian berempat yang duduk di sana.” Lelaki tua yang duduk di bagian depan kelas menunjuk ke satu arah. Jari telunjuk Pak Adi ditangkap oleh mata cokelat Allona.

Allona menepuk lengan Clara—yang duduk di sampingnya—pelan. Namun, ia tetap menoleh ke seluruh penjuru, mencari kira-kira siapa yang dimaksud oleh Pak Adi.

“Kamu.” Jari Pak Adi masih belum diturunkan. “Mose, Allona, Jefri, dan Clara. Apa yang kalian bahas? Sudah selesai tugasnya? Kumpulkan!”

“Mose, Pak, yang berisik. Saya ngga ikut campur,” ujar Jefri.

“Apalagi saya, Pak,” sambung Clara, “ini tugas saya juga sudah selesai.”

Dengan segera, Mose, Jefri, dan Allona menatap Clara. Tatapan membunuh yang membuat Clara bingung sendiri. “Kenapa? Aku salah ya?”

Allona menggaruk bagian belakang kepalanya dan menggeleng. “Belum selesai, Pak. Sebelum bel bunyi, pasti selesai.” Ia meletakkan tangannya di dahi, seperti gerakan hormat.

Cukup mendengar jawaban itu, Pak Adi mengangguk dan menghembuskan napasnya berat. Seakan ia sudah dapat menebak kalimat yang diucapkan oleh mereka, Pak Adi pun mengabaikannya. Sementara itu, seluruh murid mulai melanjutkan tugasnya kembali.

Allona yang sedang menyalin jawaban pertanyaan dari buku milik Clara merasa terganggu akibat merasakan getaran dari dalam saku roknya. Tidak lain dan tidak bukan. Seseorang pasti sedang menghubunginya.

Diam-diam, Allona meraih ponselnya dan melihat siapa yang baru saja mengirimkan pesan singkat. Hanya sederetan angka yang tertera di layar. Sesekali matanya terfokus pada Pak Adi yang masih berada di dalam kelas kemudian membaca isi pesan.

Allona, aku tunggu kamu di lorong kelas X-1 ya sepulang sekolah.

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Guguran Daun di atas Pusara
433      291     1     
Short Story
From Ace Heart Soul
542      318     4     
Short Story
Ace sudah memperkirakan hal apa yang akan dikatakan oleh Gilang, sahabat masa kecilnya. Bahkan, ia sampai rela memesan ojek online untuk memenuhi panggilan cowok itu. Namun, ketika Ace semakin tinggi di puncak harapan, kalimat akhir dari Gilang sukses membuatnya terkejut bukan main.
Daniel : A Ruineed Soul
528      300     11     
Romance
Ini kisah tentang Alsha Maura si gadis tomboy dan Daniel Azkara Vernanda si Raja ceroboh yang manja. Tapi ini bukan kisah biasa. Ini kisah Daniel dengan rasa frustrasinya terhadap hidup, tentang rasa bersalahnya pada sang sahabat juga 'dia' yang pernah hadir di hidupnya, tentang perasaannya yang terpendam, tentang ketakutannya untuk mencintai. Hingga Alsha si gadis tomboy yang selalu dibuat...
Looking for J ( L) O ( V )( E) B
2016      816     5     
Romance
Ketika Takdir membawamu kembali pada Cinta yang lalu, pada cinta pertamamu, yang sangat kau harapkan sebelumnya tapi disaat yang bersamaan pula, kamu merasa waktu pertemuan itu tidak tepat buatmu. Kamu merasa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari dirimu. Sementara Dia,orang yang kamu harapkan, telah jauh lebih baik di depanmu, apakah kamu harus merasa bahagia atau tidak, akan Takdir yang da...
Cinta dan Benci
4051      1213     2     
Romance
Benci dan cinta itu beda tipis. Bencilah sekedarnya dan cintailah seperlunya. Karena kita tidak akan pernah tau kapan benci itu jadi cinta atau sebaliknya kapan cinta itu jadi benci. "Bagaimana ini bisa terjadi padaku, apakah ini hanya mimpi? Apakah aku harus kabur? Atau aku pura-pura sakit? Semuanya terasa tidak masuk akal"
ALIF
1182      555     1     
Romance
Yang paling pertama menegakkan diri diatas ketidakadilan
Moira
22123      2003     5     
Romance
Diana adalah seorang ratu yang tidak dicintai rajanya sendiri, Lucas Jours Houston, raja ketiga belas Kerajaan Xavier. Ia dijodohkan karena pengaruh keluarganya dalam bidang pertanian dan batu bara terhadap perekonomian Kerajaan Xavier. Sayangnya, Lucas sudah memiliki dambaan hati, Cecilia Barton, teman masa kecilnya sekaligus salah satu keluarga Barton yang terkenal loyal terhadap Kerajaan Xavie...
Loker Cantik
492      370     0     
Short Story
Ungkapkan segera isi hatimu, jangan membuat seseorang yang dianggap spesial dihantui dengan rasa penasaran
Two Good Men
512      353     4     
Romance
What is defined as a good men? Is it their past or present doings? Dean Oliver is a man with clouded past, hoping for a new life ahead. But can he find peace and happiness before his past catches him?
Unending Love (End)
14836      2007     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...