Pagi ini Bulan, Bintang, dan Zoella berangkat bersama. Mereka berdua akan mengantarkan Zoella menuju sekolah barunya. Suasananya sepi, alih-alih Bulan menyalakan radio.
“Berisik.” Bintang bersuara.
Bulan yang asyik bersenandung lagu pun langsung menutup mulutnya.
“Lagian, sepi banget sih! Ini tuh di mobil, bukan kuburan.” Kata Bulan mengerucutkan bibirnya kesal.
Zoella hanya terkekeh melihat Bulan dan Bintang yang tidak bisa akur dari kemarin.
“Kalian tuh emang nggak pernah akur ya?” tanya Zoella dari bangku belakang pada keduanya.
Bulan menegok ke arah Zoella. “Bintangnya aja tuh yang irit banget ngomong, padahal aslinya cerewet tahu!”
“Sok tahu.” Bintang menimpali ucapan Bulan yang ngawur.
“Kamu sekelas sama Bulan Tang?” tanya Zoella pada Bintang. Membuat Bulan menautkan alisnya.
“Enggak,” jawab Bintang singkat.
Zoella hanya manggut-manggut, sedangkan Bulan tersenyum di sana.
Bintang memberhentikan mobilnya di depan gerbang sekolahan yang bertuliskan SMA WIJAYA.
Zoella mengerjap, ia segera turun dari mobil Bintang.
“Thanks ya, kalian hati-hati,” katanya tersenyum ramah.
Bulan mengangguk dan balas tersenyum, sedangkan Bintang tidak bereaksi apa-apa. Dasar, makhluk datar.
“Bintang, jangan jutek-jutek gitu dong, kasian tahu,”
“Suka-suka gue.” Jawabnya datar.
Bulan hanya menghela napasnya pelan. Tapi Bulan juga merasa senang karena Bintang bersikap dingin pada Zoella.
ZZZZZ
Ini adalah pengalaman pertama Zoella menginjakan sekolah di SMA yang sama sekali ia belum tahu seluk beluknya. Matanya menerawang ke segala arah sampai tidak sadar kalau di depannya sedang ada laki-laki yang berdiri diam menunduk.
“Aduh!” pekik Zoella merasa sakit karena kepalanya baru saja menabrak bahu seseorang.
Yang tadinya menunduk, laki-laki itu langsung menengadah. “Eh?”
“Sorry, tadi aku nggak lihat,” ucap Zoella merasa bersalah.
Laki-laki yang memakai bandana putih itu terkekeh. “Santai aja kali, gue juga salah kok.” Ia melihat penampilan perempuan itu dari atas sampai bawah. “Anak baru?”
Zoella mengangguk. “Nyari ruang kepala sekolah nggak ketemu-temu,” curhatnya.
“Ini ruangnya,” katanya membuat Zoella menoleh kepada pintu berwarna putih di sampingnya
“Kamu juga anak baru?” tanya Zoella.
Laki-laki ini menggeleng. “Gue nggak sekolah di sini,”
“Loh, kok?” Zoella memasang tampang bingung, namun laki-laki itu malah memegang bahunya dan menuntunnya ke depan pintu ruang kepala sekolah.
“Mending lo masuk karena gue juga mau berangkat sekolah. Oh ya, kalau Pak Albertnya galak, bilang aja nanti Abay Dirgantara-nya akan madol mulu,” jelasnya dan segera pergi meninggalkan Zoella di tempat.
Zoella mengerutkan keningnya bingung, “Jadi maksudnya tuh nama dia Abay Dirgantara, gitu? Kok lucu sih,”
Lexa pun langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan itu. Semoga harinya selalu senang di sekolah ini.
ZZZZZ
Abay berjalan santai memasuki koridor milik anak-anak Bahasa. Abay memang berbeda dengan teman-temannya. Di saat Bintang dan Rayhan lebih memlih IPA, Rafa dan Galang memilih IPS, hanya Abay satu-satunya makhluk aneh yang mendaftarkan dirinya di jurusan Bahasa. Masalahnya adalah manusia model Abay yang sukanya bolos jam pelajaran dan tukang tidur di UKS, sama sekali tidak cocok menjadi anak Bahasa. Untung saja ayahnya sangat berjasa untuk SMA Angkasa. Kalau tidak, sudah di depak mungkin Abay dari sini.
Abay yang masih berjalan santai tiba-tiba saja merasa ada yang janggal. Ia seperti diikuti oleh seseorang. Abay menoleh ke belakang. Ah, tidak ada apa pun. Namun, saat dirinya menoleh ke depan Abay berteriak kencang.
“ALLLAHUAKBAR! SETAN DEMPUL!” Abay langsung mundur beberapa langkah.
Seseorang yang disebut setan dempul oleh Abay pun langsung memelototi Abay. Hampir saja bola matanya keluar.
“ABAY DIRGANTARA!”
“Eh—iya Bu?” Abay memasang tampang bodohnya. Seolah-olah ia tidak melakukan kesalahan apa pun.
“Tahu apa yang sedang kamu lakukan sekarang?” gertak Bu Meta pada Abay. Bu Meta itu terkenal dengan bedaknya yang tebal dan juga amarahnya yang luar biasa mengerikan.
“Lagi berdiri di depan setan dempul—eh Bu Meta maksudnya,” Abay menutup mulutnya refleks dengan tangan kanannya.
Bu Meta menggeleng-gelengkan kepalanya. “Untung ayah kamu berjasa ya di sini, kalau tidak, saya sudah makan kamu sekarang!”
Abay yang mendengar itu refleks memegang dadanya merasa ngeri. Kok ada ya, guru seperti ini. Langka nih, mirip tapir.
“Ikut saya!” perintah Bu Meta menyuruh Abay mengikutinya. Abay hanya diam dan menurut ingin dibawa ke mana. Ternyata, ia di bawa ke taman belakang SMA Angkasa.
“Ini semua, kamu bersihkan. Saya tidak mau tahu!” perintahnya. Lalu Bu Meta langsung pergi tidak peduli dengan Abay yang masih melongo melihat keadaan taman belakang ini. Abay mengambil sapu ijuk yang tidak jauh darinya. Sambil menyapu, ia bergumam.
“Buat apa ada petugas sekolah kalau taman belakang aja kayak tempat pembuangan sampah?”
Dengan hati yang kurang ikhlas, Abay menyapu membersihkan taman belakang ini. Tanpa disadari, ada seseorang yang memperhatikannya.
Bintang tuh "pacarable" banget !! Hahaha ..
Comment on chapter Bagian Satu