Pagi ini sama seperti pagi-pagi biasanya bagi Bintang. Namun tidak biasa bagi Bulan, ia merutuki dirinya sendiri karena bisa lupa membawa PR.
Sangat bodoh.
“Bul, pake tugas gue aja, gue laper banget, bisa mati nih kalau nggak makan.” Ujar sahabat tercintanya, tak lain tak bukan adalah Melan.
“Tapi nanti lo gimana?” Bulan terlihat panik. Masalahnya ia tidak bisa melihat sahabatnya susah sendirian.
“Nggak apa-apa. Gue laper Bul, tolongin sekali ini aja ya.” Katanya memohon dan berlalu ke depan untuk memberitahu Pak Adi kalau ia tidak membawa tugas. Lalu seperdetik kemudian Melan sudah diusir dari kelas ini.
Bulan sejenak berpikir, ia kira hanya dirinya saja yang memang gesrek. Tapi Melan, lebih gesrek darinya.
“Alhamdulillah, ada yang lebih gesrek dari Bulan,” gumamnya.
Perempuan yang hobinya dikuncir satu ini sudah berada di kantin, masa bodo dengan Pak Adi yang akan memberinya tugas banyak. Yang ia pedulikan hanya satu, perutnya. Sekali lagi, hanya perutnya.
“Mang Ujang! Baksonya satu dong sama es teh ya!” serunya ramah pada Mang Ujang. “Bude Tatiii, mau nasi uduknya dong, nggak usah pake sambel,” katanya lagi pada penjual nasi uduk.
Semangkuk bakso dan es teh sudah terhidang di hadapannya. Tanpa menunggu waktu lama, ia langsung melahap baksonya. Tidak lama pun bakso di depannya ini sudah lenyap dan digantikan oleh nasi uduk.
Saat ia sedang menyuapkan nasi ketiganya ada seseorang yang sok kenal datang. Siapa lagi kalau bukan Rayhan.
“Cantik-cantik kok makannya kayak kuli,” celetuk laki-laki yang sudah duduk di hadapannya.
Melan tidak membalasnya, ia masih fokus pada nasi uduknya.
“Ati-ati Neng, nanti keselek loh,” kata Rayhan sok perhatian.
Melan menatap Rayhan sinis. “Lo tuh ya, gangguin orang aja sih!”
“Gue baru tahu kalau seorang Melania Ratu Agnesia serakus ini,” kekeh Rayhan.
“Bawel banget sih!” Melan langsung bangkit dari kursinya dan segera pergi. Namun detik berikutnya pipinya tiba-tiba memanas.
“Neng Melan, dibayar dulu atuh.”
Melan pun memutar langkahnya membayar semuanya lalu segera pergi dari hadapan Rayhan. Si pengganggu acara makannya.
Sedangkan Rayhan hanya mengedikkan kedua bahunya saat melihat Melan pergi. Kenapa sih Melan itu tidak mau mengobrol dengan Rayhan? Rayhan ‘kan juga manusia, bukan setan. Memangnya Rayhan tuh Galang, yang lebih pantas disebut setan.
Lalu Rayhan pun menghampiri ketiga temannya di ujung meja kantin, ah itu memang sudah jadi tempatnya.
“Muka lo, kusut amat,” celetuk Abay seraya memakan kentang gorengnya.
Rayhan manyun. Tiba-tiba Galang menyahut. “Paling juga gara-gara si Melan lagi,”
“Eh, diem aja deh lo,” balas Rayhan sebal. Tolong untuk hari ini jangan buat Rayhan memakan Galang hidup-hidup.
Sedangkan Rafa hanya terkekeh melihat kelakuan teman-temannya.
“Bintang mana?” tanyanya, karena tak biasanya Rayhan datang tak bersama Bintang.
Rayhan mengedikkan kedua bahunya. “Tadi gue ajak dia nggak mau, namanya juga Ketua OSIS.”
Ketiga temannya hanya manggut-manggut. Bintang memang seorang Ketua OSIS, intinya Bintang itu perfect banget deh bagi siswi-siswi di SMA Angkasa.
“Guys, kayaknya kita harus buat Bintang kenal sama yang namanya cinta deh,” ucap Abay tiba-tiba membuat ketiga temannya mengerutkan keningnya pertanda bingung.
“Maksud lo gimana?” Rafa buka suara.
Abay mendekatkan bangkunya pada ketiganya. “Yaa... selama ini ‘kan kita tahu kalau Bintang tuh anti banget sama yang namanya cewek. Dikasih surat sama makanan aja malah dikasih balik ke kita, bahkan dia nggak segan-segan sinisin cewek-cewek yang berani ngedeketinnya, lo ngerti ‘kan maksud gue?” jelas Abay panjang lebar.
Mereka bertiga sempat berpikir, namun sepertinya Rayhan punya ide yang cemerlang.
“Gimana kalau sama Bulan?”
“Bulan?” Galang mengernyit.
Rayhan berdecak. “Iya, Bulan. Tetangga depan rumah Bintang, yang waktu itu bawain kita semua cupcake, loh,”
Ketiganya berpikir panjang sampai akhirnya Abay menggebrak meja.
“GUE TAHU!” seru Abay membuat ketiganya geram.
“Nggak usah gebrak meja juga guguk!” ucap Galang sinis. Pasalnya Galang itu orangnya kagetan dan latah. Bisa hancur reputasi Galang kalau fans-nya tahu dia itu latahan.
Abay nyengir kuda. “Bulan yang ekskul karate ‘kan? Yang cantik luar biasa itu?”
Rafa melempar kentang goreng ke arah Abay. “Yang bening aja langsung sadar lo!”
“Yang penting gue doyan cewek, nggak kaya Bintang yang ama cewek aja alergian,” sahutnya membuat ketiga temannya terkekeh.
“Jadi gimana?” tanya Rayhan serius.
“Aku sih yes,” jawab Abay meniru suara Mas Anang.
Rayhan melirik Rafa dan Galang meminta jawaban. Keduanya pun mengangguk secara bersamaan.
ZZZZZ
Ini sudah mau memasuki pelajaran keempat, namun apa daya, Bulan belum juga berhasil menemukan Melan.
“Tuh anak nyusahin aja sih,” gerutu Bulan membuka lokernya, ia akan mengambil buku pelajaran berikutnya.
Bulan menutup pintu loker kencang, membuat orang di ujung loker sana menoleh.
“Bintang?” ucap Bulan semangat. Ia langsung menghampiri Bintang.
“Ngikutin Bulan ya?” Bulan berucap lagi, membuat Bintang merasa risi.
“Kok nggak jawab sih?” ucap Bulan sendu.
Bintang berjalan membawa buku tidak memperdulikan Bulan yang mengikutinya di belakang.
“Bintang, tunggu!” Bulan berusaha mengejar Bintang. Bintang itu tinggi, otomatis langkahnya besar, sedangkan Bulan, ia hanya perempuan yang tingginya sepundak Bintang.
Bintang tidak berhenti, ia terus saja berjalan sampai ia mendengar suara buku terjatuh. Membuat langkahnya terpaksa terhenti. Bintang menoleh ke belakang, menemukan Bulan yang tersungkur bersama beberapa buku yang dibawanya.
Bintang mengembuskan napas kasar. Ia mendekat ke arah Bulan.
“Ceroboh.” Celetuknya mengambil buku-buku itu.
Bulan memanyunkan bibirnya, tangan kananya teracung ke atas. “Bantuin dong Tang,”
“Lo nggak liat? Gue udah pungutin buku lo.” Balas Bintang langsung berbalik badan dan kembali berjalan.
Bulan memberengut di tempat. Aduh! Padahal ‘kan Bulan penginnya disentuh Bintang. Ah, jadi iri sama buku-buku itu.
Bintang tuh "pacarable" banget !! Hahaha ..
Comment on chapter Bagian Satu