Bulan Aurelia Permata, perempuan yang mempunyai pikiran lamban, untungnya dia cantik dan humoris. Satu lagi, Bulan itu pandai memasak jadi, itu bisa menjadi nilai plus bagi dirinya. Contohnya seperti pagi ini, Bulan akan datang berkunjung ke rumah Bintang. Ini memang sudah menjadi kebiasaannya sejak Bulan kenal dengan Bintang. Dulunya, Bintang adalah sosok tetangga yang diinginkan Bulan, namun berbeda dengan Bintang, ia adalah orang yang tidak beruntung mendapat kenyataan bahwa akan mempunyai tetangga seperti Bulan. Mamahnya Bintang juga sudah terbiasa dengan sikap Bulan yang seenaknya menginjakan kaki di rumah Bintang.
“Pasti buat Bintang deh,” tebak bundanya—Salsa yang tiba-tiba muncul di sampingnya.
Bulan melirik sekilas, “Bunda tahu aja sih,” seraya tersenyum bodoh.
“Emang Bintang nggak bosan tiap minggu kamu kasih cupcake mulu?” tanya Salsa menyelidik. Bundanya ini sangat heran dengan tingkah pede Bulan yang tiap minggunya sangat rajin membuat cupcake hanya untuk Bintang.
“Nggak tahu deh Bun, mau Bintang bosen atau enggak, Bulan nggak akan nyerah untuk dapetin hati Bintang!” sahut Bulan semangat 45.
Bundanya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku anak semata wayangnya ini. “Dasar bucin.”
Di sisi lain, laki-laki yang hanya memakai kaos putih polos dan celana boxer minions sudah asyik memainkan PS tercintanya. Padahal rambutnya masih acak-acakan. Tapi jangan khawatir, ia masih terlihat tampan.
Suara pintu dibuka terdengar, Bintang mengalihkan pandangannya dari layar PS ke arah pintu. “Anak perjaka, mentang-mentang hari Minggu malah asyik-asyikan main PS. Mandi dong Tang, tolongin Mama beliin bahan-bahan di supermarket.” Cerocos Vani—mamahnya, berkacak pinggang di depan pintu kamar Bintang.
“Iya Mah,” jawab Bintang santai masih memainkan PS-nya.
Vani berdecak sebal, “Iya-iya tapi masih duduk aja. Mama hitung sampe tiga kalau nggak bangun juga, hari ini PS mama jual!”
"Satu ...."
"Dua ...."
"Ti—”
Bintang langsung grasak-grusuk mencabut kabel-kabel yang tersambung di PS-nya. Dengan jurus lari ngebut ia mengambil handuk lalu masuk ke dalam kamar mandi.
“Nah, baru ganteng,”
ZZZZZ
“Assalamualaikum!” suara Bulan terdengar sedikit berteriak. Alasannya karena satu, pasti Vani di dapur dan anak gantengnya di kamar.
“Assalamualaikum ...!” Lagi, Bulan mengucapkan salam. Saat Bulan ingin megucapkan yang ketiga kalinya, pintu sudah terbuka dan wajah Vani menyembul di sana.
“Waalaikumsalam. Yaampun Bulan, masuk sini, maaf Tante tadi lagi di dapur.”
Lalu Bulan masuk sambil membawa kotak makan, yang sudah pasti isinya cupcake.
“Bintangnya ada 'kan Tan?” tanya Bulan sopan.
“Ada Sayang, ke kamarnya aja.” Jawab Vani dengan tersenyum ramah. “Eh iya Bul, nanti anterin Bintang ke supermarket ya, tadi Tante suruh dia belanja.” Lanjutnya.
Wah, ini kesempatan emas bagi Bulan. “Siap Tante Vani!!” balas Bulan semangat 45.
Hari ini Bulan bisa menghabiskan waktu seharian penuh bersama pujaan hatinya. Bulan melangkah menaiki anak tangga dengan senyuman yang tidak mau hilang.
Tanpa harus megetuk pintu dahulu, Bulan langsung masuk ke kamar Bintang.
“Astaghfirullah, Bintang!!” pekik Bulan terkejut melihat pemandangan di depannya.
“LO?! TUTUP MATA LO!!” suara Bintang tak kalah kaget.
3Refleks, Bulan pun langsung menutup matanya dengan satu tangan dan berbalik ke belakang. Sedangkan tangan yang satunya lagi masih setia memegang cupcake tercintanya.
“Udah beluuum?” tanya Bulan penasaran masih dengan posisi sebelah tangan menutup mata.
“Udah.” Jawab Bintang sarkas.
Bulan langsung membalikkan tubuhnya.
“Kalau mau masuk ke kamar orang tuh ketuk dulu. Buta kali lo ya, nggak lihat tulisan yang ada di pintu?!” cecar Bintang dengan wajah kesal.
“Maaf Bintang, Bulan nggak tahu, ini cupcake-nya,” jawabnya lirih seraya memberikan cupcake pada Bintang.
Bintang menerima cupcake itu. “Nggak tahu gimana? Setiap Minggu 'kan lo kesini!” bentak Bintang frustasi.
Bulan tidak menjawab dan hanya menunduk saja. Kayaknya Bintang marah besar padanya.
Bintang berdecak sebal. “Ya udah, gue minta maaf.”
“Iya, Bulan maafin kok Tang,” benar-benar bodoh. Harusnya di sini yang dimaafkan adalah Bulan bukan Bintang.
“Bego.” Umpat Bintang kesal.
"Bulan boleh jujur nggak?" tanya Bulan penasaran.
Bintang menoleh dan berdehem.
“Bintang makin ganteng kalo shirtless gitu,” ucapnya cengengesan. Bukan polos namanya kalau begini, tapi bego.
“BULAAAAAANNNNN!!!” teriak Bintang murka.
ZZZZZ
Sudah hampir tiga jam mereka berkeliling mencari bahan-bahan yang akan dibeli. Selama itu juga Bintang mendiami Bulan karena kejadian tadi.
“Bulan pegel banget nih Tang,” keluh Bulan mengerecutkan bibirnya.
Sebenarnya ini bukan kali pertama Bulan mengeluh seperti tadi. Ini sudah hampir seratus dua puluh kali Bulan mengeluh kalau dihitung-hitung.
“Bintang! Masih marah ya sama Bulan?” tanyanya lagi dan lagi.
Yang ditanya tidak sama sekali menjawab. Jangankan menjawab, menoleh saja tidak.
“Ya udah, Bulan mau pulang aja deh,” katanya memelas. “Pulang sendiri...kok,”
“Bagus deh,” celetuk Bintang tanpa diduga-duga.
Bulan menatap Bintang kaget. Giliran Bulan mengatakan dirinya akan pulang sendiri saja baru dijawab, Bintang ini benar-benar menyebalkan! Langsung saja Bulan pergi tanpa peduli kalau-kalau Bintang memanggilnya. Tapi, sepertinya tidak akan mungkin.
Sedangkan Bintang sebenarnya dari tadi hanya mengerjai Bulan. Bahan-bahan yang ia akan beli sudah lengkap dari dua jam yang lalu, ia hanya ingin balas dendam pada sikap kurang ajar Bulan tadi. Tanpa Bulan sadari Bintang pun segera membayar ke kasir dan berjalan pelan menuju parkiran.
“Dasar, cewek oon,” Bintang bergumam sendiri setelah melihat Bulan yang masih berjalan belum jauh dengan kepala menunduk. Langsung saja Bintang menepikan mobilnya dan keluar untuk menarik Bulan.
“Sini lo!” Bentak Bintang menarik Bulan mendekat pada mobilnya.
Bulan pun hanya bisa menurut saja. Mau bagaimana lagi? Jantungnya berpacu dengan cepat hanya karena pergelangan tangannya ditarik oleh pujaan hatinya. Manusia yang sangat-sangat tidak fokus.
“Apa lo nggak mikir?!” bentak Bintang.
“Mikir apa?” balas Bulan polos.
"Lo tuh kesini nggak bawa ponsel, nggak bawa uang, penampilan udah kayak gembel. Kenapa tetap aja nekat?” cecarnya lalu langsung berjalan masuk ke dalam mobil. Bulan pun mengikutinya.
“Nggak sempet mikir. Bulan udah capek dan juga males mikir,” jawabnya lemas.
Bintang memutar bola matanya sebal. Bagaimana ia bisa sesabar ini menghadapi kelakuan perempuan aneh di sampingnya.
“Bintang khawatir ya? Ah iya pasti Bintang khawatir,” katanya tiba-tiba dan menoel-noel pipi Bintang.
“Nggak usah terlalu percaya diri.”
“Ya elah, galak amat,” desis Bulan pelan.
Bulan langsung menjauhkan tangannya dari Bintang dan fokus kembali melihat jalanan dari kaca mobil.
“Bulan...” panggil Bintang.
Yang dipanggil sudah kegirangan duluan, ia yakin pasti Bintang akan minta maaf karena ucapan pedasnya tadi.
“Kenapa, Tang?” tanyanya penasaran.
“Lo belum mandi ya?” tanya balik Bintang.
Ah, Bulan jamin pasti Bintang akan berkata bahwa dirinya cantik saat belum mandi sekali pun.
“Iya, kenapa? Can—”
Belum sempat melanjutkan omongannya, Bintang langsung memotong.
“Pantesan, bau banget.”
Sial sial sial!! Bulan hanya bisa merutuki dirinya sendiri. Ia sadar Bintang tetaplah Bintang, bukan Romeo, bukan Sang Rama, ataupun Pangeran yang ada di negeri dongeng. Bintang tetaplah Bintang yang dingin, tidak tahu diri, dan tukang menyakiti orang lain. Camkan itu!
Bintang tuh "pacarable" banget !! Hahaha ..
Comment on chapter Bagian Satu