Aku kembali kesekolah bertepatan dengan acara tahunan sekolah. Saat aku menginjak halaman sekolah, semua terlihat sibuk dengan kegitan mereka. Ada yang sedang memperbaiki alat musik, ada yang sedang menghias pentas ada juga yang hanya bisa menyuruh ini itu. Aku berniat untuk membantu, tapi sadar kehadiranku tidak dianggap akhirnya aku melangkah menjauhi tempat acara tahunan diadakan. Aku tidak memberi tahu siapa pun atas kehadiranku dan tentunya tidak banyak yang tahu kini aku ada di sekolah.
Saat menuju perputakaan langkah ini terhenti, di ujung koridor aku melihat Adelio bersama Dea yang tengah bermesraan. Hatiku seperti hancur berkeping-keping, dengan langkah cepat aku menuju perpustakana, berusaha menahan air mata agar tidak tumpah duluan.
Aku melangkah memasuki perpustakaan dengan langkah tergesa, pegawai perpustakaan sepertinya tidak ada disana. Dengan segara aku masuk ruang rahasia yang sudah lama aku tinggalkan. Di dalam gudang aku menangis, melepaskan apa yang sedari tadi aku tahan. Aku kecewa dengan Adelio, apa maksud dari semua ini kenapa dia malah menyakitiku dan apa arti dari kata-katanya yang selalu ada untukku dan apakah dia benar-benar berhenti berjuang saat mendapatkan lampu merah dari Nevan.
Tubuhku bergetar menahan isakan yang menjadi-jadi, dulu Dea merebut Nevan dariku dan sekarang dia merebut Adelio. Aku tidak tahu apa yang membuat Dea menjadi semenarik itu dan sampai orang terdekatku direbut.
“Hiks... Gue sayang sama lo Lio, tapi lo malah khianatin gue disaat gue pergi.” Ucapku seraya menyeka air mata.
Aku mendengar suara ramai dari luar,mungkin acara tahunan sekolah sudah dimulai. Lagi-lagi aku tidak bisa melihat bagaimana acara tahunan sekokah, aku kembali hanyut dalam luka. Disaat aku percaya akan cinta dan tanpa terduga dia malah mendusta.
Pintu ruangan rahasia terbuka, dengan cekatan aku mengusap air mata. Kak Athala tersentak melihat kehadiranku di sini, dengan wajah penuh tanda tanya dia mendekat. “Loh kamu kenapa ada di sini Ness? Kapan baliknya ke Indonesia?” tanya Kak Athala bingung.
“Tadi malam baru nyampe.” Jawabku dengan suara serak.
Kak Athala mengusap lembut pipiku dengan jari jempolnya, dia menggeleng. “Kamu lagi nangis? Apa yang buat kamu nangis? Nevan makin parah?” ekspresi kak Athala berubah, dia jongkok menatapku yang frustasi.
“Nevan baik-baik saja kok kak.”
“Terus kamu kenapa nangis Nessa?” tangan Kak Athala menyentuh puncak kepalaku, suaranya yang lembut membuatku lebih tenang. Dia sudah aku anggap sebagai kakak sendiri.
Kak Athala memperbaiki posisinya, dia bersila menghadapku. Dia juga menyimpan berkas yang dia pegang tadi, kini dia terfokus menatap mataku yang sembab akibat menangis. Sungguh aku serasa punya sosok abang yang begitu care denganku, aku kembali menangis mengingat Dea bersandar di pundak Adelio dan mereka terlihat sangat bahagia seperti sepasang kekasih yang baru jadian.
Cukup lama Kak Athala memperhatikan aku menangis, dia bahkan tidak menganggu sama sekali dengan sabar dia menungguku siap untuk bercerita. “Kalau Nevan tahu kamu nangis pasti dia bakalan marah sama orang yang bikin kamu nangis.” Ucapnya seraya menyeka air mataku.
“Adelio jadian ya kak sama Dea?” tanyaku.
Kak Athala sejenak berfikir, dia mengembangkan senyumnya dan mencubit pipiku gemes. “Oh jadi ceritanya kamu sedang patah hati gitu? Hmm soal Adelio ya? Kalau nggak salah sih mereka sudah jadian, Dea yang nembak dia kemarin ah iya beritanya bikin gempar sesekolahan.” Jelas Kak Athala yang membuat diriku makin drop.
“Masih banyak cowok diluar sana Ness, jangan buang sia-sia tenaga kamu buat nangisin cowok kayak Adelio percuma Nessa.” Nasehat Kak Athala.
Kak Athala sosok pria yang rendah hati, aku tahu dia menyukaiku sejak setahun yang lalu tapi dia tidak pernah memaksaku untuk membalas cintanya. Dia selalu memberikan masukan yang terbaik dan tak jarang dia seperti abangku yang membimbingku.
“Aku boleh meluk kakak nggak?” tanyaku ragu.
“Boleh kok, tumpahkan semua rasa sedih lo di sini. Nanti kita keluar ya happy-happy.”
Aku mengangguk, memeluk tubuh Kak Athala yang tidak terlalu besar. Bahunya basah karena air mataku yang tak henti mengalir, tapi Kak Athala masih diam membisu membiarkan ruangan ini penuh dengan isakan tangisku.
Ponsel Kak Athala berbunyi, aku melepas pelukanku dan menyuruh dia untuk mengangkatnya. Awalnya Kak Athala menolak, tapi karena terus aku paksa akhirnya dia menerima panggilan itu. Kak Athala dinyinyirin oleh teman-temannya karena dalam acara ini dia yang sebagai ketua pelaksana malah dia yang ngehilang.
“Yuk keluar, udah legakan?”
“Duluan aja kak, aku nggak mau keluar.” Tolakku.
“Loh kenapa?”
“Nanti ketahuan aku habis nangis.”
“Ya udah deh kakak tunggu kamu ya di luar nanti hubungin aja, kalau nggak sanggup biar kakak anterin pulang.” Kak Athala beranjak meninggalkanku.
“Maaf kak ngerepotin.” Sorakku.
“Santai aja Ness.” Dia mengedipkan sebelah matanya, aku tersenyum. Di balik kepahitan pasti ada manisnya.
Aku menyeka air mata yang tersisa, ini pertama kalinyaaku jatuh cinta dan juga pertama kalinya aku patah hati. Suara dari lapangan makin membuatku gundah, sepertinya Di luar merekasedang berpesta musik karena dentuman dari alat musik sampai masuk kedalam ruangan rahasia ini.
Jika kalin masih bingung dan agar tidak rancu untuk mengartikan ruang rahasia ini biarlah aku gmbarkan sedikit. Ruang rahasia hanya biasa di akses oleh orang yang sidik jarinya terdaftar. Disini anak-anak penggiat sastra serta literasi sering berkumpul. Mereka dengan bebas berekspresi. Terkadang ruangan ini juga dipergunakan untuk menenangkan diri seperti aku saat ini. Tenangdisini tidak pernah terjadi tidakan tak baik karena semua diawasi oleh cctvdan hanya pegawai perpustaka yang bisa mengaksesnya.
Saat aku sudah sedikit lega aku beranjak berdiri, memperbaiki rambutkuyang tadi berantakkan. Menarik napas dalam-dalam agar lebih lebih tenang. Aku keluar dari ruang rahasia, pegawai perpustakaan tersenyum kearahku dan pastinya dia tahu kenapa kondisiku sekarang melalui Cctv itu.
“Lo baru datang Ness, eh lo habis nangis? Ada apa?” tanya Intan saat bertemu denganku di koridor sekolah.
Aku menggeleng lemah. “Adelio In...” lirihku.
Intan memelukku seraya mengelus punggungku. “Dari awal gue sudah tahu kalau Adelio itu memang nggak pantas buat lo. Cewek baik pasti dapat cowok baik. “
“Jadi beneran ya In kalau mereka jadian?” tanyaku dengan suara serak, kembali menahan tangis agar tidak tumpah.
“Iya Ness, udah jangan pikirin lagi. Masih banyak cowok Ness, Adelio itu permuka dua Ness saat lo ada dia seolah cinta mati sama lo dan saat lo nggak ada lo lihatkan dia malah jadian sama Dea yang masih pacar Nevan.”
Aku kembali menangis,aku dan Nevan sama-sama dikhianati oleh orang yang kami cintai.
Intan melepas pelukannya. “Sekarang lo jangan nangis, jelek tahu.” Ejek Intan seraya menyeka air mataku yang sempat tumpah.
“Makasih ya In, yang lain ada dimana?”
“Mereka pada sibuk Ness jadi panitia.”
Aku mengangguk paham, Intan mengajakku ke stan sastra. Di sana aku disambut dengan bahagia, ternyata masih ada yang kangen sama aku. “Kamu sudah baikan Nessa?” Kak Athala mendekatiku.
“Sudah kk.”
“Syukurlah.”
Sebenarnya aku itu bodoh menyia-nyiakan yang mencintaiku dan memperjungkan orang yang tak menghargai perasaanku. Aku memperhatikan lekukan wajah Kak Athala, sempurna sekali dan wajahnya memancarkan kebaikan.
“Nessa lo sudah balik ke Indonesia?” sorak seseorang, yang suaranya sudah aku kenal jelas.
Raut wajahku berubah saat dia berjalan mendekat. Dia Adelio, datang tanpa ada rasa bersalah. Aku melangkah mundur dan bersembunyi dibalik tubuh Kak Athala.
“Kak...” lirihku minta perlindungan.
Adelio menatapku heran. “Lo kenapa Ness?”
“Mending lo pergi deh, muak gue lihat wajah lo. “ Usir Kak Athala.
“Siapa lo ngelarang gue hah?” Suara Adelio meninggi, dia melangkah mendekati Kak Athala sehingga kini mereka berjarak 1meter.
“Siapa? Longgak tahu gue?” balas Kak Athala dengan suara meninggi.
“Kak...” lirihku yang masih bersembunyi dibalik tubuhnya.
“Sudah deh Ness, kakak juga muak lihat dia. Sok tenar sok berkuasa dan paling kakak benci dia buat kamu nangis.” Kedua rahang Kak Athalamengatup keras.
Adelio sejenak terdiam, dia memberantakin rambutnya. “MaafingueNess, sumpah ini bukan mau gue. Dea yang ngancamgue kalau guenggak jadi pacarnya dia bakalan bunuh diri.” Jelas Adelio yang membuatku makin sakit hati.
“Udah ah Nessngapainlodengerin bajingan kayak gini.” Intan menarikku pergi dari sini.
Brrukk.
Aku mendengar ada kekacauan dari belakang. Aku menoleh, aku terperanjat sangking kagetnya Kak Athala memukul Adelio sampai tersungkur. Tak lama Adelio bangkit, dia membalas pukulan Kak Athala. Stan sastra kacau karena ulah Adelio, tubuh Kak Athala menghantam meja-meja. Aku berlari menghampiri Kak Athala, sudut bibirnya pecah dan mengeluarkan banyak darah.
Praak
Aku menampar keras pipi Adelio. “Gue kecewa sama lo, mulai detik ini guenggak mau kenal lo lagi!!” Bentakku penuh penekanan, kemudian membantu kak Athala berdiri.
Aku dan intan membawa Kak Athala menuju UKS, di sana Kak Athala mendapatkan pengobatan oleh perawat. Bibirnya pecah dan wajahnya lebam-lebam. Aku menatap dia dengan penuh penyesalan, andai saja dia tidak membantu melindungiku pastinya Adelio tidak akan memukulinya.
“Nggak apa-apa kok Ness, santai aja.” Ucap Kak Athala yang masih sempat tersenyum dan mengacungkan jempolnya padaku.
“Aku yang salah kak, acara kakak jadi berantakan. Andai saja kita nggak kenal kak, pastinya semua akan baik-baik saja.” Aku tertunduk menahan air mata, aku merasa sudah banayk menyusahkan Kak Athala terlebih Nevan.
“Santai aja Ness, semuakan terjadi bukan kehendak lo...” lirihnya.
Aku mengangguk pelan, Intan mengelus punggungku berusaha menangkaku.
“Maaf kak, aku harus pulang.” Keluhku yang sudah tidak tahan ingin menangis.
Kak Athala berusaha duduk. “Biar kakak anterin ya.”
“Nggak usah kak, ada sopir kok yang jemput.” Jelasku.
Kak Athala mengangguk, aku pamit pulang pada mereka. Aku juga meminta Intan untuk menemani Kak Athala sampai keluar dari UKS. Aku melangkah menelusuri koridor, melirik lapangan penuh dengan siswa-siswa yang tengah menikmati acara tahunan sekolah. Di acara tersebut siswa bebas berekspresi, menunjukan bakat terbaik yang mereka punya. Di tepi lapangan setiap organisasi memiliki stan yang mereka hias semenarik mungkin memamerkan apa saja yang mereka capai selama ini.
“Ness...” lirik seseorang menahan pergelangan tanganku dari belakang.
Aku tersentak kaget, menghempaskan tangan yang menahan tanganku. “Lepasin.”
“Dengerin gue dulu Ness.” Pintanya, ya itu Adelio.
“Dengerin apa lagi hah? Sudah puas lo bikin gue sakit hati?” ucapku dengan suara meninggi.
“Bukan seperti yang lo lihat Ness.”
Aku tersenyum getir. “Bukan seperti yang lo lihat? Maksud lo apaan? Pantas aja Nevan itu benci sama lo, bisanya merebut pacar orang aja plus php.”
Adelio tertunduk, dia tidak peduli dengan orang yang melihat kami. “Diam kan lo? Lo sudah ngerebut Dea dari Nevan dan lo sudah bikin gue sakit hati. Mulai sekarang jangn pernah deketin gue lagi!!!” bentakku dan berlari meninggalkan Adelio yang mematung.
Pak Agus datang menjeput, aku memintanya untuk segera meninggalkan sekolah. Aku menyesal pergi sekolah, ini luka terhebat kedua yang pernah aku rasakan. Tanpa pertanyaan Pak Agus mengikuti permintaanku, dia melajukan kendaraan dengan cepat.
Bagus banget siihh...
Comment on chapter Ini Aku (Nessa PoV)