Loading...
Logo TinLit
Read Story - Someday Maybe
MENU
About Us  

Aku membiarkan angin membelai rambutku, mengacak anak rambut yang kini menari di jidat. Aku bertompangkan dagu memandang kertas putih dengan pulpen yang masih tergeletak rapi, tidak ada coretan sedikitpun. Sudah satu jam aku seperti ini mencoba mencari inspirasi yang sejak tadi tidak kian muncul, aku harus membuat satu karangan yang sebagai tugas di klub sastra. Ah tapi apa yang akan aku buat? Kisah hidupku yang kadang terlalu lucu untuk dikenang.

            Deru motor Nevan dari bagasi kini memecah konsentrasiku, aku melirik sebentar Nevan sedang merawat motor kesayangannya itu. Dia bahkan tidak peduli dengan ku yang tengah susah payah mencari ide, Dia makin ngegas dan membuat aku makin pusing. Aku melangkah menuju pagar, mungkin jalan-jalan sejenak dapat membuatku kebanjiran ide.

            Suara pagar yang terbuka sempat mengalihkan perhatian Nevan tapi itu hanya sementara, dia kembali terfokus dengan motor kesayangannya. Aku tidak perlu izin keluar kalau hanya jalan-jalan di kompleks, lagi pula Nevan juga sedang sibuk. Aku sengaja memperlambat langkah, siapa tahu ide untuk menulis singgah untuk menyapa.

            Hanya Adelio yang mengusai pikiranku, perasaan ini masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Orang yang ada di saat aku susah tidak akan mudah terlupakan begitu saja, aku memang mengenal dirinya terlalu singkat tapi apa itu belum cukup untukku menilai bagaimana dirinya? Aku mengambil napas dalam-dalam membiarkan nama Adelio mengambil alih pikiranku sejenak.

            “Hei lo Nessa kan?” cewek dengan rambut sepanjang bahu menyapaku.

            “Iya.”

            “Kenalkan nama gue Yori.” Dia menyamakan posisi di sebelahku.

            “Nessa, kenal gue dari mana?” tanyaku yang kini menatap Yori dari ujung kaki sampai ujung kepala.

            “Dari abang gue, dia sering cerita tentang lo.” Ucap Yori memamerkan deretan giginya yang putih.

            “Abang?”

            “Iya Adelio.” Ucapnya yang membuatku langsung menghentikan langkah ini.

            “Lo kenapa Nessa?”

            “Maaf Yori, gue harus pulang.” Ucapku yang berbalik arah kemudian berlari meninggalkan Yori.

            Bukan aku tidak sopan, bukan aku takut bertemu Adelio yang aku takutkan jika Nevan tahu kalau aku berhubungan lagi dengan Adelio. Aku sudah berjanji untuk tidak mengingat Adelio, melupakan dan menutup kisah yang pernah kami lalui. Aku tidak berani menoleh kebelakang, takut jika Adelio tiba-tiba datang. Oh tuhan, apa maksud semua ini baru saja aku memikirkan dia dan aku langsung ketemu dengan sosok cewek yang mengaku sebagai adiknya.

            Aku kembali ke rumah, sudah ada Kak Athala yang duduk di samping Nevan. Mata mereka tertuju pada motor Nevan yang sudah kinclong, aku berusaha mengatur degub jantung seolah tidak terjadi apa-apa. Nevan berdiri, dia melangkah mendekatiku. Kalian tahu inilah yang kadang aku kesalkan, Nevan begitu peka dengan perasaan yang aku rasa. Dia sangat mudah menerka bagaimana keadaan hatiku.

            “Lo kenapa Ness?” tanyanya makin mendekat.

            “Nggak apa-apa kok Van.”

            “Jangan bohong deh, gue nggak bisa lo bohongin.” Nevan melemparkan tatapan menyelidik.

            Aku menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya, alasan apa yang akan aku buat? Tidak mungkin aku jujur kalau ketemu adik Adelio.

            “Tadi di kejar anjing tetangga.” Jawabku ngasal.

            “Seriusan?”

            “Iya, galak banget anjingnya. Gue sapa malah ngejar gue kan kurang ajar banget.” Omelku. Nevan mengangguk dan tersenyum.

            “Siap-siap gih Athala ngajak lo pergi.” Suruh Nevan.

            “Lho?”

            “Janjinya kan minggu depan?” tanyaku bingung.

            “Ya gue yang nyuruh Athala ngajak lo pergi,” jelas Nevan yang membuatku kesal. Kenapa sih hidupku selalu ada Nevan yang ngatur, aku mendesah dan mengangguk mengikuti kata Nevan.

            Aku masuk dalam rumah, ada Gibran yang tengah asyik menonton film kartun. Ada terbesit ide untuk mengajak anak itu pergi, kali-kali bikin Gibran senang. Aku melangkah mendekati Gibran, dia langsung melompat memeluk kakiku. Semenjak kejadian yang lalu Gibran seolah tak ingin pisah.

            “Ikut kakak yuk ke mall, kita main mandi bola lagi.” Ajakku.

            “Boleh, Ibran cuka kali itu. Horee.” Teriak Gibran, aku menggendong dia kekamar mengganti pakaian Gibran dan tentunya juga mengganti pakaianku.

            Aku pergi dengan pakaian sederhana, baju kaos dan celana jeans panjang. Aku keluar menggendong Gibran, tubuhnya mulai berat. Kak Athala menyerngitkan alisnya saat menatapku dan Gibran. Mungkin dia bingung kenapa ada bocah kecil dalam perjalanan kita.

            “Masa ngajak Gibran sih.” ucap Nevan.

            “Kasihan Van, Gibran juga mau main. Ya nggak sayang?”

            Gibran membalas dengan anggukan mantap, aku mencium hidungnya yang mancung. Dia adik yang sangat menggemaskan.

            “Lo sama abang aja deh, kita naik motor keliling Jakarta.” Ajak Nevan yang berusaha mengambil Gibran dari pelukanku.

            “Nggak, aku nggak mau sama abang. Aku mau sama kakak Nessa. Wleekkk.” Gibran menjulurkan lidahnya. Aku tertawa melihat ekspresi Kak Athala dan Nevan yang aneh.

            “Yaudah, kakak nggak keberatan kan?” tanyaku.

            “Nggak kok, malah asyik dong ada Gibran. Aku suka kali anak kecil.” Kak Athala tersenyum, lesung pipinya sepertinya memikat hati Gibran. Dia mengambil Gibran dari gendonganku, bocah itu hanya menurut saja.

            Aku mengikuti langkah Kak Athala yang membawa Gibran menuju mobil, sebelum aku masuk mobil aku menoleh ke Nevan memberikan isyarat kalau ini harus dijelaskan. Aku tidak mungkin menolak pergi main dengan Kak Athala, dia sangat baik kepadaku. Gibran duduk di depan, sebelah Kak Athala sedangkan aku duduk di bangku penumpang belakang. Baguslah, aku sekarang lagi tidak berniat untuk pergi keluar.

 

***

“Nevan kalau lagi di rumah ngapain aja Ness?” tanya Dira saat kami menunggu makanan di kantin.

            Aku berfikir sejenak, ada ide cukup gila yang melintas di pikiranku. Dira, Intan, dan Tari begitu menggilai Nevan jadi tidak salahkan kalau aku menjodohkan satu satu diantara mereka. Aku menatap ketiga sahabatku, mereka sepertinya menunggu jawaban dariku. Apa istimewanya Nevan?

            “Di rumah dia suka ngupil.”

            “Hah seriusan lo?”

            “Iya, ngapain bohong coba. Sekarang gue tanya yang benar-benar tulus sama Nevan siapa?” tanyaku

            “Intan.” Sahut Dira yang menunjuk Intan.

            “Maukan sama abang gue itu?” godaku tersenyum menatap Intan yang kini malu-malu.

            “Nggak ah, nanti si nenek lampir itu marah lagi.” Ucap Intan keberatan.

            “Tenang, ada gue. Si nenek lampir itu tidak bakalan bisa dapatin Nevan lagi. Kalau Nevan bisa mengatur hidup gue, berarti gue juga bisa mengatur hidup dia, Hahaha. ” Ucapku dengan tawa jahat seperti didalam sinetron. Sahabatku mengangguk setuju, dia juga kesal dengan Nevan yang terlalu protektif yang  kini dia malah menjodohkan aku sama Kak Athala.

            Aku menoleh sekilas kebelakang, ada geng Dea yang sepertinya menuju meja kami. Aku tidak takut dengan Dea, karena cara liciknya sudah terungkap. Kami sudah sepakat untuk melawan jika Dea mencari perkara duluan, mereka jual kami beli mereka tantang kami ladeni.

            “Heh wanita murahan.” Dea melabrak meja kantin.

            Aku tak menyahut, aku punya nama dan namaku bukan wanita murahan.

            “Mau lo apa sih? Matre bener lo jadi cewek, lo pacarin Nevan dan lo dekatin Athala. Nyari uang kok ngemis gitu sih.” bentaknya.

            Sontak se isi kantin mengalihkan pandangannya ke mejaku, aku masih tak menjawab meski didalam hati sudah mengutuk Dea yang mulutnya tajam banget ngatain orang.

            “Yang ngemis itu siapa sih? bukannya lo ya De, lo dekatin Nevan karena dia kaya kan?” tanya Dira yang sudah bernafsu ingin melawan Dea.

            “Hei, cewe babu. Gue ini kaya nggak perlu dekatin cowok karena harta.” Ujar Dea yang membuatku ingin muntah, munafik banget jadi cewek.

            “Jadi urusan lo apa dong? Suka-suka gue lah mau dekatin siapa, lo itu bukan pacar Nevan lagi kan?”

            “Itu urusan gue, apapun yang berkaitan dengan Nevan itu urusan gue!” Dea menaikan nada suaranya, tak lama dia menjambak rambutku. Apa-apaan ini?

            Aku membalas menjambak rambut Dea, begitu pula dengan sahabatku mereka juga ikut-ikutan membalas menjambak rambut geng Dea. Cukup lama kami bersitegang akhirnya sosok yang di bicarakan datang melerai.

            “Ngapain nih?” Nevan dan teman-temannya memisahkan kami.

            Aku menata rambutku kembali, sialan Dea bermain kasar. Pertama Nevan memperhatikan kondisi aku dan teman-teman, kedua dia menatap tajam geng Dea, ketiga Nevan geleng-geleng tidak percaya, dan keempat Nevan menarik Dea pergi. Aku menoleh kearah teman Nevan yang masih berdiri di sampingku, dia tersenyum geli.

            “Ngapain orang gila diladenin Ness?” tanya Alan.

            Aku mengetahui jika teman Nevan itu ada empat orang. Pertama Alan, dia bergigi ginsul dengan wajah unyu kayak anak kecil, kedua Fatur tubuhnya tinggi dan aku sering melihat dia main basket di lapangan, ketiga Ali sijenius yang nakal melebihi Nevan, keempat David dia tinggi kurus mugkin saja dia orang paling tinggi di sekolah ini.

            “Gue kesal aja dibilang cewek murahan.” Gerutuku, David tertawa.

            “Ya balas dong gini, ‘yang murahan itu siapa? Bukan lo ya yang suka di obral di pasar malam?’ gitu dong Ness.” David bicara seolah paling benar.

            Aku tersenyum, Dira dan Intan masih komat kamit karena rambutnya yang rusak sedangkan Tari diam menata penampilannya. Teman-teman Nevan semuanya lucu, tapi aku tahu mereka tidak bisa bicara banyak denganku karena Nevanlah alasannya.

            Nevan kembali, kalian tahu kan kontak batin anak kembar itu kuat? Kini aku merasa Nevan marah padaku.

            “Lo apa-apaan sih Ness? Main jambak rambut Dea? Oh mau jadi jagoan gitu, iya?” suara Nevan meninggi, aku melongo ah bukan aku saja sahabat dan teman-teman Nevan juga ikutan melongo.

            Aku tak mengerti, kenapa Nevan setelah menarik Dea malah marah-marah sama aku. Apa jangan-jangan Dea memberikan keterangan palsu, aku kini menantang mata Nevan yang bergejolak penuh emosi. Jadi gini, dia milih Dea dari pada aku? Oke Fine!

            “Lo nyalahin gue?”

            “Gue nggak suka cewek kasar.” Bentaknya.

            “Oh jadi lo malah ngebela dia dari gue? Gitu hah!” aku balik membentak, semua pasang mata tertuju pada kami. Siapa yang berani ngelawan Nevan? Hanya aku.

            “Gue nggak ada bela dia, gue ngebela siapa yang salah. Gue nggak peduli status lo siapa sekarang, yang penting lo sudah nyakitin Dea dan bermain kasar.” Mata Nevan berapi-api. Aku ingin teriak dan mencakar wajah Nevan, dia sudah dibutakan oleh cinta.

            “Oke, mulai sekarang lo jangan ikut campur urusan gue lagi,” Aku maju satu langkah kedepan.

            “Awas lo ya Van, lo kira gue takut sama ketenaran lo hah!” lirihku kemudian mengajak sahabat-sahabatku pergi

Aku melirik sosok cewek yang tersenyum penuh kemenangan padaku, kalian belum tahu aku siapa dan sahabat-sahabatku bagaimana. Kami tidak bisa lagi di tindas seperti sebelumnya. Kami pergi ke ruang rahasia di perpustakaan, emosiku yang berapi-api tidak mungkin mengikuti proses belajar mengajar dengan baik.

Dira duduk di sebelahku, jemarinya sibuk menyisir rambut yang masih kusut.

“Nevan kok gitu sih, ngebela mantan pacarnya dari pada kembaran dia sendiri.” Celetuk Tari yang ikutan kesal.

“Biarin aja Tar, bagus dong sekarang dia nggak ada hak buat ngatur hidup gue.” Ucapku menatap rak buku kecil di pojok ruangan.

“Tapi Ness, Nevan sama Dea itu orang yang berpengaruh di sini. Menguasai sekolah ini, kita bisa-bisa di tindas sama mereka.” Ujar Intan resah.

“Lo takut? Dea itu nggak ada apa-apanya kalau nggak sama Nevan.” Ucapku santai.

“Dia benar-benar dibutakan sama cinta, boleh gue tebak besok mereka pasti balikan lagi.” Prediksi Dira, aku mengangguk setuju.

Notifikasi WA dari ponsel kami serentak berbunyi, aku merogoh saku baju dan memastikan apa isi dari notif tersebut. Aku mendesah pelan, mengigit bibir karena ada rasa cemas yang kini menjalar ketubuhku. Itu pesan singkat dari grup WA sekolah, ada yang mengirimkan surat masuk atas nama Adelio.

“Ness.” Gumam Intan, aku mengangguk aku tahu.

“Kenapa bisa dia diterima di sini, gila bakalan perang dunia ketiga nih.” Decak Tari yang terpana dengan berita tersebut.

Aku teringat dengan ucapan Adelio yang akan satu sekolah denganku, apa yang harus aku lakukan aku sudah berjanji tidak memikirkan dia lagi. Tapi bukankah Nevan tidak membelaku, dia lebih memilih pacarnya dari aku saudaranya. Aku takut Adelio, banyak orang beranggapan kalau dia sosok yang mengerikan.

“Katanya dia masuk hari ini.” Sahut Dira saat membaca pesan singkat yang baru saja beredar.

“Parah, kita nggak boleh keluar dari ruangan ini. Gue nggak mau ketemu dia.” Ucapku dengan cemas.

“Ya Ness, gue harap dia nggak tahu kita kelas mana ya.” Lirih Tari dan kami mengangguk.

“Gue rasa sekolah kita bakalan pecah ni, kubu Nevan dan kubu Adelio. Lo milih mana? Mereka berdua sama-sama cakep loh.” Celetuk Dira.

“Gue nggak milih keduanya.” Jawabku.

“Gue Adelio aja deh, malas sama Nevan dia jahat.” Ucap Intan.

“Gue jadi bingung, awalnya gue gila banget sama Nevan tapi lihat kejadian tadi gue bimbang.” Tari menatap langit-langit ruangan.

“Mending nggak milih keduanya, ngapain coba nggak ada gunanya.”

Kami menghabiskan waktu sampai pulang sekolah di sini. Cabut? Mungkin inilah yang di anggap cabut, tapi semuanya telah diperhitungkan karena setelah istirahat hanya belajar olahraga pelajaran yang tidak di sukai. Kini aku bergelut sama pikiranku, kenapa semuanya jadi begini? Aku sama Nevan jadi marahan, Adelio masuk sekolah ini, dan Dea makin menjadi-jadi. Jujur aku kecewa dengan Nevan, kenapa otaknya mudah sekali di cuci oleh nenek lampir itu. Aku juga tidak bisa bayangkan jika Nevan dan Adelio bertemu? Bukankah mereka musuh? Tapi apa yang membuat mereka menjadi musuhan gini. Aku menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya, jika di pikir-pikir ada aja masalah yang silih berganti masuk dalam kehidupanku. Aku masih labil, belum bisa menentukan pilihan yang tepat dan menyelesaikan masalah dengan benar.

***

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • rahmalief

    Bagus banget siihh...

    Comment on chapter Ini Aku (Nessa PoV)
Similar Tags
I have a dream
313      254     1     
Inspirational
Semua orang pasti mempunyai impian. Entah itu hanya khayalan atau angan-angan belaka. Embun, mahasiswa akhir yang tak kunjung-kunjung menyelesaikan skripsinya mempunyai impian menjadi seorang penulis. Alih-alih seringkali dinasehati keluarganya untuk segera menyelesaikan kuliahnya, Embun malah menghabiskan hari-harinya dengan bermain bersama teman-temannya. Suatu hari, Embun bertemu dengan s...
SiadianDela
8899      2350     1     
Romance
Kebahagiaan hanya bisa dicapai ketika kita menikmatinya bersama orang yang kita sayangi. Karena hampir tak ada orang yang bisa bahagia, jika dia tinggal sendiri, tak ada yang membutuhkannya, tak ada orang yang ingin dia tolong, dan mungkin tak ada yang menyadari keberadaanya. Sama halnya dengan Dela, keinginan bunuh diri yang secara tidak sadar menjalar dikepalanya ketika iya merasa sudah tidak d...
déessertarian
6130      1878     3     
Romance
Tidak semua kue itu rasanya manis. Ada beberapa yang memiliki rasa masam. Sama seperti kehidupan remaja. Tidak selamanya menjadi masa paling indah seperti yang disenandungkan banyak orang. Di mana masalah terbesar hanya berkisar antara ujian matematika atau jerawat besar yang muncul di dahi. Sama seperti kebanyakan orang dewasa, remaja juga mengalami dilema. Ada galau di antara air mata. Di sa...
Shinta
6362      1867     2     
Fantasy
Shinta pergi kota untuk hidup bersama manusia lainnya. ia mencoba mengenyam bangku sekolah, berbicara dengan manusia lain. sampai ikut merasakan perasaan orang lain.
Game Z
6129      1746     8     
Science Fiction
Ia datang ke ibukota untuk menuntut ilmu. Tapi, anehnya, ia dikejar dengan sekolompok zombie. Bersama dengan temannya. Arya dan Denayla. Dan teman barunya, yang bertemu di stasiun.
Nothing Like Us
35324      4503     51     
Romance
Siapa yang akan mengira jika ada seorang gadis polos dengan lantangnya menyatakan perasaan cinta kepada sang Guru? Hal yang wajar, mungkin. Namun, bagi lelaki yang berstatus sebagai pengajar itu, semuanya sangat tidak wajar. Alih-alih mempertahankan perasaan terhadap guru tersebut, ada seseorang yang berniat merebut hatinya. Sampai pada akhirnya, terdapat dua orang sedang merencanakan s...
LARA
8587      2089     3     
Romance
Kau membuat ku sembuh dari luka, semata-mata hanya untuk membuat ku lebih terluka lagi. Cover by @radicaelly (on wattpad) copyright 2018 all rights reserved.
Dieb der Demokratie
16906      1974     16     
Action
"Keadilan dan kebebasan, merupakan panji-panji dari para rakyat dalam menuntut keadilan. Kaum Monarki elit yang semakin berkuasa kian menginjak-injak rakyat, membuat rakyat melawan kaum monarki dengan berbagai cara, mulai dari pergerakkan massa, hingga pembangunan partai oposisi. Kisah ini, dimulai dari suara tuntutan hati rakyat, yang dibalas dengan tangan dingin dari monarki. Aku tak tahu...
Let Me Go
2599      1090     3     
Romance
Bagi Brian, Soraya hanyalah sebuah ilusi yang menyiksa pikirannya tiap detik, menit, jam, hari, bulan bahkan tahun. Soraya hanyalah seseorang yang dapat membuat Brian rela menjadi budak rasa takutnya. Soraya hanyalah bagian dari lembar masa lalunya yang tidak ingin dia kenang. Dua tahun Brian hidup tenang tanpa Soraya menginvasi pikirannya. Sampai hari itu akhirnya tiba, Soraya kem...
My Soul
169      130     1     
Fantasy
Apa aku terlihat lezat dimatamu? Meski begitu,jiwaku hanya milikku bukan untuk siapapun. ---- -Inaya- Jika dikira hidupku ini sangat sempurna dan menyenangkan,memiliki banyak teman,keluarga dan hidup enak,tidak semua benar,aku masih harus bersembunyi dari para Soul Hunter,aku masih harus berlari dari kejaran mereka setiap saat,aku juga harus kabur dari setiap kejadian yang melibatkan So...