Surat itu bertuliskan,”Untuk Anna anak Ibu yang paling Ibu sayangi. Saat kamu membaca surat ini, mungkin Ibu telah lama pergi dari dunia ini. Maafkan Ibu karena tidak bisa selalu ada di sisimu. Maafkan Ibu yang tidak dapat mendukung dan melindungi cita-citamu lagi. Anna, Ibu berdoa agar Tuhan selalu memberikan kemudahan kepadamu dalam menggapai cita-citamu untuk menjadi seorang model profesional. Ibu bangga Nak melihatmu di majalah dan melihat pertunjukanmu. Namun satu pesan Ibu, jangan pernah sekalipun kamu menjadi orang yang tidak mempunyai hati nurani. Karena orang yang tidak mempunyai hati nurani sama seperti bintang yang kehilangan intinya dan kemudian mengalami supernova. Supernova memang indah, karena bintang akan bersinar 100 kali lebih terang dari kecerahan awalnya, namun ingatlah bahwa ketika bintang tersebut telah bersinar dengan sangat terang, bintang itu akan meledak dan mati. Orang yang tidak mempunyai hati nurani mungkin akan hidup dengan kilauan indah yang menakjubkan, namun dia pasti tidak akan bahagia dan perlahan mempertanyakan arti dari kehidupannya. Seperti orang yang hidup namun mati. Ibu tidak mau anak Ibu satu-satunya menjadi seperti itu. Ibu ingin Anna selalu bahagia. Dan salah satu cara agar Anna dapat memberikan kehidupan untuk hati nurani adalah dengan bersikap lebih jujur, baik kepada sendiri maupun orang disekitarmu. Ibu harap kamu dapat lebih berani untuk berbicara kepada Ayah mengenai cita-citamu. Namun ingat, kamu harus berbicara dengan sopan ya. Walaupun Ayah cukup keras, namun Ibu yakin Ayah pasti akan memahami Anna secara perlahan. Semangat Annaku! Ibu selalu mencintaimu.”
Jadi, selama ini Ibu tahu bahwa aku ingin menjadi model profesional dan sedang berjuang untuk mencapainya. Padahal aku tidak pernah sekalipun mengatakannya kepada Ibu. Jadi bagaimana mungkin Ibu bisa tahu? Aku..... Aku benar-benar merasa bodoh berusaha untuk menutupinya dari Ibu.
Tubuhku lemas. Kakiku mendadak tidak bertenaga. Aku tersungkur jatuh ke lantai, lalu duduk bersimpuh. Tak terasa air mata yang sudah mengering kembali membanjiri pipiku dalam diam. Aku merasakan perih di dalam hatiku. Seakan ada banyak hal yang mengganjal di dalam hatiku. Hatiku seakan berbicara bahwa aku telah melakukan segala hal yang tidak patut dilakukan untuk mencapai cita-citaku. Hal-hal yang membuatku kehilangan orang-orang yang kusayangi, termasuk Ibu. Sekonyong-konyong kenangan masa lalu menghantamku secara bertubi-tubi.
*bersambung ke cahaya peri 2 dan kepedihan