Dia sekarang hidup dengan orang tua barunya yang ayahnya bekerja sebagai kusir dari kereta Bisma, Kakek Darashtra sedangkan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Dulu dia sangat suka dengan seni panah tetapi di masa itu pekerjaan anaknya harus sama dengan pekerjaannya orang tuanya.
Di perlombaan antar kesatria, Kara menjadi kusir dari kesatria yang bernama Catra. Kereta Catra sudah menyalip kereta lainnya dan selanjutnya Catra harus menembaki panahnya di sebuah bendera yang tengahnya terdapat titik hitam, Catra harus menempati sasaran titik hitam itu. Tapi roda kereta Catra terperosot di lubang, Kara mencoba mendorongnya dan tiba-tiba tubuh Kara muncul sebuah perisai. Kakek Bisma yang menjadi juri itu pun kaget melihat perisai yang tiba-tiba muncul.
" Adibrata, kenapa perisai itu bisa muncul di tubuh Kara?" Tanya Kakek Bisma.
" Itu sudah menyatu dengan tubuhnya, tuanku." Jawab Adibrata, Ayah Kara.
" Sejak kapan perisai itu ada di tubuhnya?"
" Sejak dia masih bayi, tuanku."
Tak lama kemudian, Kara berhasil mengeluarkan roda kereta itu. Mereka pun sudah disalip oleh kereta yang lain tapi mereka berhasil melewatinya. Bendera mulai tampak, saatnya Catra mulai menembaki panahnya tapi dia ragu karena bendera itu berkibar-kibar dan tidak bisa menentukan sasarannya dan tiba-tiba Catra terjatuh dari keretanya.
Kara bingung harus berbuat apa, jadi dia mengambil busur dan panah yang ada di kereta dan langsung menembaki panahnya, akhirnya panah Kara tepat terkena sasaran. Masyarakat yang menyaksikan pertandingan itu berhenti bersorak dan Kakek Bisma tercengang tapi Adibrata tidak senang dengan perbuatan Kara.
Setelah selesai pertandingan, Kara diolok-olok oleh kesatria yang lain termasuk Catra tapi Kara masih tabah menerimanya karena mulai kecil dia sudah diolok-olok oleh temannya. Kara melihat ayahnya, Adibrata yang sedang berbicara dengan Kakek Bisma. Tiba-tiba Kakek Bisma menyuruh Kara untuk menemuinya.
" Kara, aku takut jika kau melakukan itu lagi disini sedangkan kau anak kusir tidak sepantasnya memegang panah dan busur." Kata Kakek Bisma dengan bijak
" Tapi tuan, itu hobiku dan keahlian itu seperti sudah ada di dalam darahku." Jawab Kara.
" Apakah kau bisa mencoba menghilangkannya?"
" Sudah tuanku Bisma tapi tidak bisa."
" Bagaimana kalau kau pergi ke selatan untuk menemui kelompok pemanah? Mereka pasti menerimamu dan aku akan memberimu imbalan." Kara pun menyetujuinya.
Sebelum berangkat, dia menyiapkan barangnya tapi ibunya tidak terima kalau Kara pergi karena Kara adalah anak satu-satunya dari keluarga itu. Kara pun tidak tega melihat orang tuanya tapi dia tetap harus pergi ke selatan.