Setelah kegep Arga sedang membicarakan laki-laki lain bahkan dengan santainya memperlihatkan wajah artis China itu pada Ayahnya, seolah Reina sedang berbicara 'ini lho yah laki-laki yang aku suka, lelaki yang aku mau', Reina hanya diam hingga acara berakhir karena mengingat tatapan tajam Arga sebelumnya membuat Reina takut salah dalam bertindak lagi. Bagaimana pun sekarang Arga sudah menjadi suaminya, bukankah Reina harus lebih menjaga nama baik Arga?
Dengan sedikit tegang dan canggung Reina ikut berdiri ketika Arga berdiri di mana Baskara menghampiri Arga. Baskara menyerahkan sebuah kunci mobil pada Arga, lalu Arga menoleh ke arah Reina yang kebetulan menoleh ke arah Arga juga. "Ayo," kata Arga dengan wajah datar.
"Ke mana?" tanya Reina dengan wajah bingung.
"Pulang," jawab singkat Arga.
Reina sedikit mengangkat gaunnya dengan kedua tangan sembari menatap Arga. "Bukankah saya perlu ganti pakaian dulu?"
Alih-alih mengatakan sesuatu Arga menarik salah satu tangan Reina dengan lembut, sontak Reina menoleh ke arah Ayahnya yang tengah menatapnya. "Ayah, aku duluan," ucap Reina. Ayahnya hanya membalas melalui senyum penuh cinta, dan Tio yang melihat pengantin baru itu tersenyum bahagia.
Untuk pertama kalinya Arga membukakan pintu untuk Reina. Reina yang melihat hal itu mematung, alih-alih langsung masuk ke dalam mobil. "Gak masuk?" tanya Arga dengan nada santai.
Kembali sadar, Reina langsung masuk ke dalam mobil dengan Arga yang ikut masuk ke dalam mobil, duduk di bangku pengemudi. Reina sesekali menoleh ke arah Arga yang sedang dalam mode suami Reina, bukan seorang bos yang biasanya mengemudikan mobilnya dengan sang sekretaris yang duduk di sampingnya.
Mengingat kembali Arga yang membukakan pintu untuknya, Reina masih terheran terheran. Walau Reina sudah menjadi istrinya, Reina berpikir tidak perlu sampai seperti itu. Lagi pula mereka menikah dengan tanpa obrolan apa-apa, karena seharusnya yang menjadi suaminya adalah Revan.
Sekitar 1 jam 15 menit, mereka pun sampai di tempat tujuan. Mobil Arga berhenti di depan gerbang yang tertutup rapat tanpa ada celah sedikit pun. Saat Arga baru membunyikan klakson, gerbang langsung terbuka. Dua orang lelaki bertubuh kekar berdiri di masing-masing sisi gerbang dengan wajah sedikit menakutkan bagi Reina.
Siapa orang-orang itu? Aku belum pernah melihatnya sebelumnya.
Arga melajukan mobil masuk ke dalam, berhenti di depan sebuah Mansion mewah! Reina memasang wajah takjub dan mulai bertanya-tanya Arga membawanya ke tempat siapa? Melihat Arga yang keluar dari dalam mobil, Reina pun melakukannya. Saat menginjakkan kaki di luar Reina teringat perkataan Arga waktu masih di Rumah-nya, bahwa Arga akan membawa Reina pulang.
Apa mungkin Mansion ini...
Reina dibuat terkejut sendiri dengan pikirannya. Menatap Rumah itu dengan mata yang sedikit membesar.
"Kamu gak akan masuk?" tanya Arga saat melihat Reina yang terus menatap Mansion-nya, tanpa berkedip sedikit pun.
"Ini Mansion, Pak Arga?" Sembari menatap Arga.
"Iya." Arga melangkahkan kaki diikuti Reina yang memilih berjalan di belakang Arga, seperti saat ia menjadi Sekretaris.
Sembari menatap Mansion itu yang entah sudah keberapa kalinya Reina mencoba mengingat sesuatu, dan Reina tidak menemukan soal Mansion milik Arga sebelumnya. Setahu Reina selama lebih dari 3 tahun menjadi Sekretaris Arga bahwa Arga tinggal bersama Papa dan Adik laki-lakinya. Lalu, sejak kapan Arga memiliki Mansion?
Apa mungkin hanya aku yang gak tahu? Kayaknya gak mungkin. Aku pasti tahu apa-apa yang berkaitan dengan Pak Arga.
Reina sontak memegang dahinya dengan wajah sedikit kesakitan. Baru saja dahi Reina menabrak punggung Arga yang tiba-tiba berhenti. Salah Reina juga yang terlalu fokus pada apa yang ada di kepalanya tanpa melihat apa yang ada di depannya.
Arga membalikan tubuh ke arah Reina. "Sebaiknya kamu jalan di depan saya."
"Gakpapa, Pak. Saya biasa jalan di belakang Bapak kok." Lalu, menurunkan tangannya dari memegang dahi.
"Saya takut kamu tersandung gaun kamu terus jatuh tanpa sempat saya menolong kamu. Kalau kamu di belakang sana mana saya tahu kalau kamu akan jatuh."
Setelah dibukakan pintu, Arga memperlihatkan bahwa ia bisa menjadi lelaki yang menjaga istrinya dengan baik. Tiba-tiba degup Reina tak menentu dan itu membuatnya salting. Dengan langkah cepat Reina berjalan di depan Arga yang mengikutinya dari belakang. Arga terpantau begitu memperhatikan langkah tiap langkah kaki Reina. Menjaga Reina dalam diam memang sudah menjadi kebiasan Arga.
Sampainya di depan pintu besar itu, Arga membukanya dan Reina semakin terkesima dengan Mansion milik Arga. Benar-benar hunian yang memperlihatkan betapa kayanya Arga. Bahwa Arga adalah lelaki sempurna yang layak untuk dijadikan suami, dan perempuan yang beruntung itu adalah Reina.
Terlalu asik memperhatikan sekeliling Reina pun tak memperhatikan langkahnya dan....
Bugh
Sontak Arga langsung membalikan tubuh ke arah belakang di mana Reina sudah terduduk di lantai dengan wajah kesakitan. Arga hampiri Reina, berjongkok di hadapan Reina. Apa yang Arga khawatirkan pun terjadi.
"Bagian mana yang sakit?" tanya Arga.
Reina menyentuh salah satu pergelangan kakinya yang masih memakai high heels yang haknya sudah patah. Arga menyentuhnya dan saat sedikit menekan bagian yang merah Reina meringis kesakitan.
Melihat Reina seperti itu, Arga tidak tega hanya saja ia tidak menunjukkannya. Wajahnya masih terus dibuat datar. Tanpa meminta izin Arga mengangkat tubuh Reina itu tanpa terlihat terbebani. Apa tubuh Reina seringan itu?
Takut jatuh Reina dengan wajah yang mulai merah itu mengalungkan kedua tangan pada leher Arga. Dari pada menatap wajah Arga yang bisa diakses sedekat itu Reina mencoba menyembunyikan wajahnya dengan menoleh ke arah samping. Siapa sangka bahwa hidup yang selama ini biasa saja tidak ada yang menarik, berubah menjadi semanis itu?
Arga membuka salah satu Kamar, mendudukkan Reina dengan perlahan di atas kasur. "Sebaiknya kamu ganti pakaian dulu, saya akan memanggil Dokter." Sembari berdiri di hadapan Reina.
"Iya."
Dikira akan melangkah keluar Kamar, Arga nyatanya berjalan ke arah lemari. Membukanya, mengambil sebuah pakaian dari dalam. Berjalan ke arah Reina lagi, memberikan pakaian itu pada Reina yang langsung menerimanya. Tanpa kata atau menunggu Reina mengatakan sesuatu, Arga pergi dari sana.
Reina buka lipatan pakaian itu yang ternyata sebuah dress. Dress berlengan panjang yang bahanya cukup tebal. Reina menoleh ke arah lemari. Apa di lemari itu sudah penuh dengan pakaian aku? Dia bahkan membelikan pakaian baru.
Arga yang duduk di sofa panjang Ruang Tamu, melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan di mana sudah 30 menit sejak Arga meninggalkan Reina untuk berganti pakaian. Arga melangkahkan kaki untuk menemui Reina kembali. Arga yang tahu batasan, mengetuk pintu.
"Masuk saja, gak dikunci," kata Reina di dalam sana.
Dibukanya pintu dan Arga disuguhkan pemandangan Reina yang sudah berganti pakaian dengan masih duduk di tepi tempat tidur. "Belum menghapus make up?" tanya Arga sembari berjalan.
"Saya lupa membawa pembersih wajah."
Arga berjalan ke arah meja rias, memperlihatkan sebuah botol dan kapas pada Reina yang tidak melihatnya jika Arga sudah mempersiapkan di meja rias.