Tiba-tiba Reina melangkah mendekati tandu, membuat dua orang pria yang membawanya itu menghentikan langkah. Ketika salah satu tangan Reina siap membuka kain putih bagian atas, sebuah tangan yang lebih besar dan kekar menyentuh tangan Reina. Reina menatap Arga yang menggelengkan kepalanya pelan. Reina pun menurunkan tangan beriringan dengan Arga yang melepaskan tangan Reina. Pembawa tandu pun melanjutkan langkah kaki.
"Kenapa saya gak boleh melihatnya?" tanya Reina yang butuh penjelasan.
"Mungkin saja wajahnya rusak, kamu sanggup melihatnya? Saya gak mau wajah itu menjadi mimpi buruk buat kamu." Reina pun langsung mempercayai alasan Arga yang memang begitu adanya.
Arga menoleh ke arah Revan. "Bawa Reina pergi dari sini," kata Arga dengan wajah seyakin sebelumnya.
Revan menghampiri Reina yang terlihat tidak ingin pergi dari sana, namun berada di sana pun tidak ada yang bisa Reina lakukan. Tanpa kata, Reina melangkahkan kaki bersama Revan di sampingnya. Arga menatap dalam punggung Reina yang perlahan menjauh.
"Saya pikir satu orang untuk mengawasi Reina mulai gak meyakinkan, tambahkan satu lagi!" ucap Arga sembari menatap Reina yang menghilang dari pandangan.
"Baik, Pak."
Berada di mobil masing-masing, Revan mengikuti mobil Reina dari belakang. Reina yang sangat penasaran dengan apa yang terjadi, menghubungi Indah.
"Hallo, In."
"Biar aku tebak kalau kamu nelepon aku buat minta mencari tahu soal ledakan yang terjadi?"
"Iya, In. Kenapa ledakan itu bisa terjadi? Apa alasannya? Aku tahu Pak Arga pasti memiliki musuh, tapi selama ini gak ada yang menyerangnya. Tapi, kenapa tiba-tiba seperti ini?" Wajah Reina terlihat bingung, dan sembari fokus mengemudi.
"Aku akan mencari tahunya dan kalau sudah menemukan sesuatu akan aku kabari secepatnya, dan soal alasan Revan menerima perjodohan itu aku masih belum menemukan apa-apa, seolah seseorang sengaja menutupinya rapat-rapat. Bahkan kekasih Revan saja gak tahu apa-apa yang berarti hubungannya masih baik dengan Revan," jelas Indah.
"Kenapa rasanya begitu rumit ...." gumam Reina.
"Ya sudah, Re. Aku mau lanjut kerja nanti kita bahas lagi."
"Okay."
Setelah panggilan berakhir Reina langsung menatap mobil Revan di belakang sana. Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan? Kalau aku ingin tahu apa yang terjadi bukankah aku harus melakukan pernikahan itu secepatnya kalau pernikahan itu kunci jawabannya?
Mendadak Reina menghentikan mobil nya di tepi jalan membuat Revan melakukan yang sama. Revan keluar dari dalam mobil lebih cepat dari Reina karena khawatir terjadi sesuatu pada Reina, sedangkan Reina keluar dari dalam mobil dengan santainya.
"Kamu gakpapa? Kenapa tiba-tiba menghentikan mobil?" tanya Revan dengan wajah khawatir dan bingung.
"Ayo kita lakukan pernikahan itu, secepatnya!"
Tentu saja Revan terkejut mendengar ucapan Reina yang satu itu, karena Reina terlihat sangat yakin. Padahal sebelumnya walau mencoba menerima Reina masih tidak menginginkan bahkan curiga ada sesuatu di balik perjodohan itu.
"Jangan-jangan kamu mulai suka sama saya?" tanya Revan yang sejujurnya hanya pertanyaan asal.
Reina tersenyum manis. "Mungkin." Membuat Revan semakin dibuat shock. Terus bertanya-tanya, Reina bersungguh-sungguh?
Malamnya setelah percakapan dengan Reina di tepi jalan, Revan menemui Arga di Ruang Kerjanya. Sudah duduk di kursi tepat di hadapan Arga, Revan perhatikan Kakak-nya itu yang sedang membaca sebuah berkas. "Aku rasa pernikahan aku dengan Reina akan benar-benar terjadi." Dengan wajah masih seshock itu.
"Bukannya bagus?" Tanpa mengalihkan dari kertas yang penuh tulisan itu, seolah tidak tertarik dengan pembahasan yang sedang dilakukan Revan.
"Sepertinya Reina suka sama aku."
Perkataan Revan kali ini pun menarik perhatian Arga yang menatap Revan dengan menaruh perhatian penuh. "Bagaimana bisa kamu berpikiran seperti itu? Reina mengatakannya?" Arga pun menyudahi membaca dokumen, menyandarkan badan ke sandaran kursi, lalu melipat kedua tangan di depan dada.
"Reina ingin mempercepat pernikahan dan waktu aku asal tanya kalau jangan-jangan Reina suka sama aku, Reina bilang mungkin. Bukankah ada kemungkinan besar kalau dia mulai menaruh hati sama aku?"
Alih-alih mengatakan sesuatu Arga memikirkan kemungkinan bahwa Reina menyukai Revan. Mempercepat pernikahan? Kalau gak suka bukannya seharusnya Reina bilang gak suka atau mau mencoba membuka hatinya saat Revan bertanya seperti itu? Sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan sekarang, Reina?
Di tengah pemikiran masing-masing terdengar dering handphone yang berasal dari milik Revan. Revan keluarkan benda persegi panjang itu dari dalam saku celana bahannya. Terlihat panggilan masuk dari Reina, dan Revan pun memperlihatkan layar handphone pada Arga sebelum menerimanya.
"Hallo," kata Revan dengan nada berusaha santai.
"Saya mau pernikahan di lakukan 3 hari lagi!"
Entah untuk ke berapa kalinya Revan shock hari ini. Reina benar-benar tidak terduga. "Saya perlu membicarakannya terlebih dulu sama Papa dan Kak Arga."
"Okay, saya kasih waktu 1 hari!" Saat Revan hendak mengatakan sesuatu Reina memutus panggilan begitu saja.
Revan menghela nafas, berat. "Entah ada apa dengan Reina, dia benar-benar menginginkan pernikahan ini. Reina bilang dia mau pernikahan diadakan 3 hari lagi!" Wajah Revan mulai memperlihatkan betapa frustasinya ia.
Mendengar hal itu bukannya curiga pada Reina justru Arga mengingat kembali rekaman cctv yang ia lihat beberapa hari lalu saat Revan siap menempelkan bibirnya pada bibir Reina, apa Reina benar-benar mulai menyukai Revan? Mendadak hati Arga tidak baik-baik saja. Bukankah bagus jika Reina mulai membuka hatinya untuk Revan? Mereka akan menjadi sepasang suami istri.
"Bukannya 3 hari terlalu cepat?" tanya Ayahnya sembari tiduran.
"Bukankah lebih cepat ada yang menjaga aku lebih baik? Itu kan yang Ayah inginkan."
Ayahnya pun tidak bisa berkata-kata karena apa yang dikatakan Reina benar. "Apa kamu mengingikan pesta yang megah?" tanya Ayahnya.
Reina menggelengkan kepala. "Aku ingin pernikahan ini di rahasiakan! Terlebih dari orang-orang di Kantor, aku gak mau mereka berpikiran yang nggak-nggak. Karena Ayah tahu sendiri seseorang bisa saja berpikiran buruk tentang pernikahan itu, seperti aku mungkin yang menginginkan jabatan yang lebih tinggi dengan menikah Adik dari bos aku."
Reina berbohong soal alasannya, ia hanya tidak ingin pernikahannya diketahui orang lain karena Reina berencana memiliki pernikahan sementara. Reina akan menyudahinya saat Reina tahu rahasia di balik pernikahan itu.
"Apa pun itu Ayah akan mendukungnya kalau hal itu membuat kamu merasa nyaman." Reina tersenyum pada Ayah-nya.
.
.
.
Pernikahan yang diinginkan Reina berlangsung 3 hari lagi pun terwujud! Di kediaman Mahendra sudah terdapat beberapa orang yang hanya dari kalangan keluarga. Reina yang sudah cantik dengan kebaya putih yang dipakainya sedang melamun sembari duduk di tepi kasur. Degup jantungnya sedang tidak baik. Walau Reina berencana mengakhirinya suatu hari, namun bagaimana pun itu adalah pernikahan pertamanya yang tentu saja Reina gugup. Reina tidak tahu bagaimana kedepannya. Akankah hari-harinya tidak lagi sama?