Menggunakan sisa cuti yang ada, Bayu bergegas memesan kereta secara go-show di stasiun Lempuyangan. Tanpa persiapan, tanpa basa-basi. Hanya bermodal tas Eiger di pundaknya, serta tiket kereta murah yang ia dapatkan dengan mudah.
Ia berjanji, akan mengejar wanitanya. Pun misal butuh usaha tahunan lagi, ia akan tetap menunggu.
“Aku tidak akan melepas kamu lagi, Diandra… Apapun yang terjadi..” gumam Bayu dalam hatinya.
Kereta Joglosemarkerto hari ini, menjadi saksi, bahwa lelaki ini tidak sedang main-main dengan janjinya.
Karena dari dalam lubuk hati terdalam, Bayu paham betul, Diandra memang hanya untuknya. Setelah menjalani hubungan dengan orang lain, setelah terpaut ratusan hari, tetap saja, Diandra adalah ujungnya.
***
Penumpang yang kami hormai.. Sesaat lagi kita akan tiba di stasiun tujuan akhir, Stasiun Cilacap. Kami persilahkan anda untuk mempersiapkan diri. Periksa dan teliti kembali barang bawaan anda, jangan sampai ada yang tertinggal atau tertukar.
Untuk keselamatan anda, tetaplah berada di tempat duduk sampai kereta berhenti dengan sempurna. Terima kasih atas kepercayaan anda menggunakan jasa layanan PT Kereta Api Indonesia. Sampai jumpa pada perjalanan selanjutnya.
Bayu menghela nafas. Ia berjarak beberapa kilo saja dengan gadis kesayangannya.
Semalam, ia sempat berkirim pesan via Instagram lagi dengan Diandra, tentunya menggunakan akun milik Angga, sahabatnya.
Pesan singkat yang membuatnya sedikit tersenyum lega, walau Diandra tak tau bahwa pengirim pesan itu adalah Bayu.
@angga_wjya:
Ndra, rumah kamu dimana? Maksudnya, Cilacapnya mana?
@diandraanastasia_:
Jalan Delima, deket stasiun.
Kenapa emang?
@angga_wjya:
Gapapa, kayaknya aku mau ke Cilacap nih sama saudara. Kebetulan dia kerja di Nusakambangan, jadi aku tertarik kesana. Siapa tau kamu bisa jadi tour guide
@diandraanastasia_:
Oh, bisa sih.
@angga_wjya:
Tapi nggak ada yg marah kan? Takutnya calonmu marah.
@diandraanastasia_:
Ga adaaa, aman.
Ketikan singkat namun penuh makna. Bayu tersenyum semalam penuh karena kalimat itu. Peluangnya belum hilang.
@angga_wjya:
Btw, kamu gimana sama temenku?
@diandraanastasia_:
Siapa?
@angga_wjya:
Bayu, maksudku. Kukira kalian deket lagi.
@diandraanastasia_:
Hah kok bisa ngira gitu? Kayaknya dia udah nikah malah. Terakhir ketemu ternyata dia punya tunangan.
@angga_wjya:
Kamu belum tau?
@diandraanastasia_:
Tau apa?
@angga_wjya:
Bayu itu nggak jadi nikah. Makanya aku piker dia deket lagi sama kamu.
Oh.
Betul. Terakhir mereka berpisah, karena Diandra tau bahwa Bayu punya pasangan. Dan ternyata itu membuat Diandra sangat sakit hingga ia memilih pergi.
@diandraanastasia_:
Aku nggak tau.
@angga_wjya:
Ada kesempatan, lho. Kalian itu cocok.
@diandraanastasia_:
Aku belum mikirin, Ngga. Bayu harus dapet perempuan yang lebih dari aku. Karena tunangannya waktu itu juga sebagus itu. Cantik, agamanya bagus. Setara sama Bayu. Kasihan Bayu kalau sama aku, Ngga.
Bahkan disaat sudah tersakiti seperti ini, Diandra masih saja merendahkan dirinya. Dia benar-benar insecure.
@angga_wjya:
Aku tetep berharap kalian bisa bersama, Ndra. Aku tau banget, Bayu sayang sekali sama kamu.
@diandraanastasia_:
Kabarin aja Ngga kapan kamu ke Cilacap. Kalau dalam waktu dekat mungkin aku masih disini.
Pesan terakhir yang Angga—alias Bayu—kirim, bahkan tidak Diandra gubris sama sekali.
Jalan Delima, adalah rumah Diandra, seperti yang perempuan itu ungkapkan pada pesan singkatnya semalam. Dekat dengan stasiun. Berarti, tidak jauh dari sini, gadis itu berada.
Bayu membuka maps pada ponselnya, dan mengetik lokasi rumah Diandra. Betul, sangat dekat. Bahkan kurang dari serratus meter dari stasiun, disitulah Jalan Delima berada.
Ia menghela nafas. Semoga Allah meridhoi semua ini, ungkap Bayu dalam hatinya.
**
Semalam, Bayu sudah sempat memesan hotel di area Cilacap. Hotel Atrium, namanya. Jaraknya sekitar lima menit dari stasiun apabila menggunakan motor. Ia memutuskan untuk ke hotel sejenak untuk mandi dan melepas lelah, baru sore harinya ia akan mencari Diandra.
Hawa gugup sudah ia rasakan. Rasanya, ingin cepat-cepat menemui gadis itu.
Ia melirik jam tangan. Masih jam dua belas kurang, tandanya, ia belum bisa cek in hotel, karena jam cek in, baru jam dua siang nanti.
Akhirnya, setelah melalui beberapa pencarian di internet, Bayu memutuskan untuk mampir ke Masjid Agung Darusalam, dekat alun-alun Cilacap. Berjalan kaki saja, hanya membutuhkan sepuluh menit dari stasiun. Menurutnya, untuk jarak satu kilometer, lebih baik ia berjalan kaki daripada mengendarai ojek online. Sekalian berolahraga, karena sudah tiga jam lebih ia duduk di stasiun.
**
Masjid Agung Darussalam Cilacap adalah salah satu bukti peninggalan peradaban Islam di tanah Jawa sejak ratusan tahun yang lalu. Masjid tua di Cilacap ini konon dibangun oleh keturunan Sunan Kalijaga dari kerajaan Mataram Islam, yaitu Kiai Kali Husen dan Kiai Kali Ibrahim. Itulah yang Bayu baca di internet, sembari berjalan kaki menuju masjid ini.
Ia menghela nafas. Masjidnya sungguh bagus dan megah, namun tetap terlihat asri walau di tengah kota. Sayang sekali, setibanya di masjid, sholat dzuhur berjamaah telah selesai. Namun, di dalam masjid masih ramai.
“Darimana, mas?” tanya seorang lelaki, saat Bayu hendak mengambil wudhu. Lelaki itu pasti melihat tas eiger besar yang bertengger di pundak Bayu saat ini.
“Dari Jogja, mas,” balas Bayu, sembari tersenyum singkat.
“Liburan, ya, mas?”
Bayu mengangguk. “Iya, mas..”
Sempat hening beberapa saat, ketika mereka masing-masing mengambil wudhu.
“Itu di dalam sebentar lagi ada prosesi mualaf, mas.. Yang memimpin kebetulan imam masjid agung disini..”
Sambal melanjutkan wudhunya, samar-samar Bayu mendengar suara lantunan kalimat syahadat yang terucap dari sosok di dalam.
“Asyhadu Alla Ilaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah..”
Suara itu… Perempuan. Dan terdengar lantunan kalimat syukur dari para jamaah di dalam masjid. “Alhamdulillah…”
Tanpa terasa, mata Bayu berkaca-kaca. Entah siapa yang di dalam, namun hatinya ikut bergetar saat mendengar suara itu melafalkan kalimat syahadat dengan lengkap.
Semua agama mengajarkan kebaikan. Tidak ada satu pun agama yang mengajarkan keburukan. Mungkin, setelah pencarian jati diri dan pemikiran panjang, akhirnya perempuan itu memilih Islam sebagai jalan hidupnya.
Rombongan wanita keluar dari dalam masjid. Dan… Seketika pandangan Bayu tertuju pada seorang gadis dengan tunik berwarna biru muda, serta kerudung yang ia sampirkan di rambutnya.
Diandra.
Deg.
Apakah wanita yang melantunkan kalimat syahadat dengan merdu tadi adalah Diandra? Gadis yang sudah ia kecewakan. Gadis yang akan ia upayakan kembali masa depannya.
“Selamat ya, Ndra. Kamu akhirnya menjadi seorang muslimah..” ucap seorang perempuan di samping Diandra, yang sepertinya adalah sahabat—sekaligus saksi—Diandra pada hari ini.
“Alhamdulillah..” balasnya tersenyum tipis.
Mendengar percakapan tersebut, Bayu tidak bisa menahan air matanya. Benar dugaannya. Pantas saja, suara di dalam tadi tidaklah asing.
“Diandra?” panggil Bayu.
Dan dalam sekian detik setelahnya, gadis cantik bermata indah itu sudah menoleh ke arahnya.