Untuk ukuran seorang lelaki yang hobi berpetualang, dengan postur tubuh yang gagah rupawan, dan wajah yang menunjukan keperkasaan; rasanya tak pantas jika lelaki itu menangis. Namun nyatanya, sosok tampan itu tak bisa menahan sedihnya. Luka dalam hatinya telah menganga lebar.
Lelaki itu rapuh.
Bahkan rapuh yang ia rasakan kali ini, jauh lebih menyakitkan, daripada saat pertama kali ia berpisah dengan Andra.
Yang pertama kali Bayu lakukan, adalah menghubungi gadis itu melalui segala macam sosial media.
Bayu:
Ndra, kamu dimana? Tolong, balas pesanku.
Begitulah pesan yang Bayu kirimkan melalui WhatsApp. Namun sayang, pesan tersebut berhenti di tanda centang satu. Foto profil WhatsApp Andra pun, menghilang sempurna.
Tanda yang nyata, bahwa Andra sudah memblokirnya.
Begitupun dengan media sosial lainnya. Instagram, facebook, hingga twitter pun, sudah di blokir sempura.
Gadis itu benar-benar melakukannya.
Dan entah mengapa, saat ini lelaki itu merasakan kehampaan yang luar biasa. Kekosongan yang paling nyata, selama ia menaruh hati pada sosok wanita.
Drrrt... Drrrt... Ponsel Bayu bergetar. Panggilan masuk dari ibunya. Ah, lelaki itu baru sadar, dua hari ini, tak ada kontak yang ia lakukan dengan ibunya di Jogja. Begitupula dengan Ayu. Seakan alam menyetujui, bahwa tak ada yang bisa mengganggu waktu antara Bayu dan sesosok gadis penuh makna yang beru saja meninggalkannya.
“Assalamualaikum, bu...” sapa Bayu, hangat.
“Wa’alaikumsalam...” jawab Ibu, dari sambungan telepon yang menyatukan mereka.
“Ada apa, bu?”
“Bay.. Cepat pulang... Segera...”
Cutinya masih beberapa hari lagi. Ada apa tiba-tiba ibunya memberi mandat tuk pulang?
“Ada apa, Bu?”
“Ada sesuatu yang harus kamu selesaikan, Bay... Mengenai hubungan kamu dan Ayu... Pulang, ya, nduk...” Kali ini, kalimat ibu lebih tergesa. Helaan nafaspun terdengar berulang kali, menjadi simbol kegelisahan yang nyata adanya.
“Ada apa, bu, memangnya?” tanya lelaki itu, lagi.
“Sesuatu terjadi, Bay.. Cepat.. Ibu nggak sanggup cerita di telepon. Sedih dan hancur sekali rasanya....”
“Tentang Bayu dan Ayu, bu?”
“Iya, ndak. Cepat.. Waktu kamu nggak banyak.. Ibu nggak bisa bantu apa-apa selain doa...”
Dan setelahnya, sambungan telepon pun mati.
Ada apa sebenarnya? Mengapa semua seakan tergesa? Dan mengapa Ayu tidak menghubunginya dua hari belakangan?
Bayu memukul keningnya pelan. Merutuki kebodohannya. Mengapa kala itu ia hanya fokus pada perjalanannya dengan gadis yang jelas-jelas bukan miliknya? Mengapa ia tak pernah mengkhawatirkan Ayu yang sudah jelas akan menjadi masa depannya? Bahkan ia tak peduli dan tak sadar, tatkala Ayu tak menghubunginya. Ada apa sebenarnya dengan jiwa dan hati lelaki ini? Mengapa begitu egois.
Dan kini, lelaki tersebut mengirim sebuah pesan singkat via WhatsApp, untuk kekasih nyata miliknya, yaitu Ayu.
To: Ayu
Ayu, kamu baik-baik aja, kan? Kenapa dua hari ini nggak ada kabar? Kamu kemana?
Sent!
Pesanpun terkirim.
Namun, sama saja. Status pesan tersebut hanya berhenti di tanda centang satu. Namun bedanya, foto profil Ayu masih terpampang. Ayu tidak memblokirnya. Gadis itu hanya mematikan sambungan data seluler, dan pergi mencari ketenangan.
Entah, Bayu merasa terlalu tak peduli pada gadisnya.
Dan kini, ia sedikit menyesal.
**
Menuruti amanat sang ibu, Bayu segera memutuskan tuk pulang. Check out dari hotel tepat usai ia menghabiskan sarapannya, serta berkemas dengan kilat, dan duduk di motor kesayangannya tuk mengakhiri petualangan.
Ah, tiga hari di Bandung, yang sungguh menyisakan luka.
Baik karena Diandra, Ayu, atau karena kebodohan yang ia buat sendiri.
Segala pertanyaan seakan berputar mengelilinginya. Tentang kepergian Andra yang menyisakan luka, tentang rasa penasaran terhadap apa yang terjadi pada Ayu, tentang segala hal yang terjadi di alam semesta miliknya. Termasuk tentang kepergian mendiang bapaknya untuk selama-lamanya. Semua, seakan meninggalkan jutaan tanya. Dunia seakan tega padanya. Dalam hitungan hari, dunia bisa menghempas segalanya serta mengosongkan isi hatinya.
Namun sebagai manusia, Bayu tak bisa melakukan apa-apa, selain mengikuti arus sang semesta, tentunya diiringi dengan ibadah yang menjadi kunci ketenangannya.