"Aku mau, selama perjalanan di sisa waktu ini, jangan pernah ungkit hal yang memberatkan, ya. Nikmati, seolah hari ini adalah milik kita. Nikmati, seolah tidak ada hari esok," pesan Andra, sebelum mereka meninggalkan Kawah Putih.
Dan Bayu, mengangguk. Meski banyak hal berat yang ingin ia bicarakan, namun akhirnya, ia memilih tuk menahan dan bungkam.
Motor melaju, melanjutkan perjalanan yang--bisa dibilang nekat--sangat jauh, menuju Tangkuban Perahu. Jika dari Kawah Putih, perjalanan bagai dari ujung ke ujung, bisa memakan waktu dua jam.
Nekat, namun mereka melakukannya.
"Jauh loh. Kamu nggak cape?" tanya Bayu, memastikan wanita yang sudah berbonceng mesra di belakangnya.
"Nggak masalah. Ayo. Kalau nggak hari ini, kapan lagi?" balas Andra.
Tersadar bahwa ini kesempatan terakhir, akhirnya Bayu menyanggupi. Ia memilih tuk melaju dengan cepat, namun tetap hati-hati.
Meski berniat tuk menikmati, namun nyatanya, mereka berdua tidak benar-benar menikmati.
Mereka takut menanti hari.
**
"Sampai, tuan puteri," kata Bayu, ketika motor sudah berhenti sempurna di parkiran.
"Ah, oke.." Andra turun dari motor, sembari menyeimbangkan badannya. Lumayan pegal, ternyata. "Jauh juga, ya. Padahal sama-sama di Bandung."
Bayu tertawa renyah. "Banyak orang yang mengira kalau lokasi dari gunung ini berada di Bandung. Padahal sebenarnya gunung ini berada di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang. Berjarak sekitar 20 Km dari kota Bandung.."
Dalam kondisi lancar tanpa macet, seharusnya Gunung Tangkuban Perahu bisa dicapai dari Bandung dalam waktu kurang dari satu jam. Namun ketika musim liburan, jalur Bandung - Lembang sebagai jalur utama menuju Gunung Tangkuban Perahu pasti akan dipenuhi oleh lautan mobil.
Bahkan, Bayu dan Andra yang menggunakan sepeda motor memerlukan waktu hampir dua jam untuk menuju pintu masuknya. Dan sekarang, jam sudah menunjukan pukul dua belas siang.
"Sudah waktu sholat dhuhur.. Kamu sholat dulu.. Aku tungguin." Andra menepuk bahu Bayu, dan tersenyum.
"Oke."
Andra menunduk. "Ini... Menjadi momen terakhir aku menunggu kamu sholat dhuhur.. Setelah ratusan adzan dhuhur kita lalui sedari kita bersama dulu..."
"Nikmati.. Katanya, jangan bicara hal yang memberatkan?" kata Bayu, mengingatkan
"Ah, iya..."
Dan selanjutnya, Bayu menunaikan sholatnya di sebuah mushola di area parkiran Tangkuban Perahu, sementara Ina menunggu di depan dengan penuh awan kesedihan.
Rasanya, benar-benar nyata. Seperti ini kah perpisahan?
**
"Rame banget.. Sampai jalan ke puncak pun, macet, saking banyaknya mobil..." Andra melihat sekitar.
"Iya.. Mungkin karena disini, boleh membawa kendaraan pribadi sampai puncak. Jadi, macet.." Bayu menanggapi. "Coba kalau seperti Kawah Putih, dimana ada larangan untuk membawa mobil pribadi... Harus pakai ontang-anting. Malah efisien, kan, karena nggak akan macet.."
"Iya, betul.." Sang gadis menghela nafas. "Padaha sebenarnya yang rugi para traveler sendiri sih, karena nekat naik ke puncak dengan mobil, karena tempat parkir di puncak Gunung Tangkuban Perahu pasti terbatas.."
"Jarak dari parkir bawah ke puncak yang seharusnya bisa ditempuh dengan berjalan kaki sekitar setengah jam, jadi harus ditempuh ber-jam-jam karena nekat naik dengan mobil.."
Andra terkekeh. "Untung kita naik motor, ya. Jadi bisa lincah selip sana-sini!"
Tangkuban perahu merupakan sebuah objek wisata berupa gunung yang terletak di perbatasan Bandung dan Subang. Gunung ini memiliki ketinggian sekitar 2.084 meter dan termasuk kedalam gunung Stratovulcano dengan iklim saat siang hari mencapai 17 oC serta malam hari 2 derajat celcius. Gunung dikelilingi oleh hutan pinus yang ada disekitarnya serta hamparan kebun teh yang asri dan menghijau di bagian bawahnya. Sehingga gunung ini menawarkan suasana sejuk khas pegunungan, udara yang asri serta pemandangan alam yang indah hasil dari pepohonan yang ada disekitarnya.
Begitu memasuki area kawah, keduanya tercengang. Benar-bemar karunia Tuhan, nyata di tempat ini.
"Bagus banget. Makasih udah bawa aku kesini," kata Andra, memejamkan mata.
"Sama-sama. Makasih juga, udah jadi orang pertama yang menemani aku melihat keindahan Tuhan yang sangat nyata, di tempat ini," balas Bayu, menoleh kearah Ina yang masih menghirup udara, sembari terpejam.
Pada saat Andra terpejam, jantung Bayu berdebar kencang. Sosok gadis di hadapannya, luar biasa cantik. Cantik wajah, dan cantik hati.
Definisi apa yang bisa menggambarkan kurangnya Diandra? Nyaris tidak ada. Sosok rupawan, pintar, periang, dan berjiwa petualang. Sungguh, seleranya.
Satu hal yang disayangkan. Mereka berbeda agama.
"Kamu baru pertama kali kesini?" tanya Andra, usai membuka mata.
"Iya."
"Sama Almarhum Bapak nggak kesini?"
Bayu menggeleng. "Nggak. Waktunya sudah terlalu sore.."
"Oh..."
Keunikan dari objek wisata alam gunung tangkuban perahu adalah keasrian dan kealamian alamnya, saat masuk kedalam kawasan, para pengunjung akan disambut oleh pepohonan teduh dengan udara yang segar. Dan jika cuaca mendung akan berselimut kabut tipis yang indah. Semakin keatas akan semakin dingin serta segar suasana yang didapatkan. Indah, dan tak akan menyesal.
"Saat ini gunung di kelola oleh perum perhutani dan masih dalam status aktif serta sesekali mengeluarkan uap belerang." Bayu buka suara.
"Masih aktif? Bahaya nggak, ya?"
Bayu mengendikan bahu. "Tergantung..."
Gunung Tangkuban Parahu ini termasuk gunung api aktif yang statusnya diawasi terus oleh Direktorat Vulkanologi Indonesia. Beberapa kawahnya masih menunjukkan tanda tanda keaktifan gunung ini. Di antara tanda aktivitas gunung berapi ini adalah munculnya gas belerang dan sumber-sumber air panas di kaki gunungnya.
Andra menghela nafas. "Ngomong-ngomong, hari ini kita mengunjungi dua tempat yang penuh uap dan bau belerang, ya.."
"Iya.. Kenapa memang? Kurang suka, ya?"
"Bukan.. Aku sangat suka. "
"Terus, kenapa?"
Andra menggelengkan kepala. "Nggak apa-apa... Nggak jadi. Kan nggak akan bahas yang sedih-sedih.."
"Munafik, Ndra. Mau bagaimanapun, perjalanan ini tetap menyedihkan. Karena kita tau fakta bahwa ini yang terakhir." Bayu bicara dengan gamblang.
"Udah ah... Ayo, jalan-jalan, lagi."
Mereka melangkahkan kaki, menyusuri tiap jengkal perjalanan di Tangkuban Perahu.Sangat rupawan, tempatnya.
Di dalam Kawasan Gunung Tangkuban Perahu, pengunjung akan menemukan berbagai kawah yang unik dan indah, kawah tersebut adalah kawah ratu, kawah upas, dan kawah domas. Kawah domas adalah kawah pertama dan terdekat yang bisa di akses karena pengunjung bisa mendekati kawah dari dekat. Kawah kedua adalah kawah ratu yang merupakan sebuah kawah yang berwarna putih serta belerang yang berwarna kuning. Kawah yang ketiga adalah kawah upas, kawah ini lebih sulit untuk di temui karena berada diatas kedua kawah dan memiliki medan yang susah untuk di jangkau.
Untuk destinasi berupa gunung, Tangkuban Perahu memiliki fasilitas yang cukup lengkap dan terawat. Kondisinya pun bersih. Sampah sangat jarang ditemukan. Ah, andai semua tempat seperti ini.
"Laper nggak?" tanya Bayu.
"Lumayan.." Andra mengusap perutnya.
"Ngapain di usap-usap perutnya? Kan nggak ada dedeknya," ledek Bayu, lalu terkekeh.
"Tapi kan ada cacing yang minta makan. Aku peduli, loh, sama mereka!"
"Hahaha.. Ya udah, ayo tunjukan kepedulian terhadap cacing kamu." Bayu menggamit pergelangan tangan Andra. "Kita cari makan."
"Oke," balas Andra, sembari gagal fokus dengan tangannya yang digandeng, walau tak mesra.
**
Mereka memutuskan tuk membeli jagung bakar dan bandrek hangat. Bandrek adalah minuman tradisional orang Sunda dari Jawa Barat, Indonesia, yang dikonsumsi untuk meningkatkan kehangatan tubuh. Bahan dasar bandrék yang paling penting adalah jahe dan gula merah, tetapi pada daerah tertentu biasanya menambahkan rempah-rempah tersendiri untuk memperkuat efek hangat yang diberikan bandrék, seperti serai, merica, pandan, telur ayam kampung, dan sebagainya. Susu juga dapat ditambahkan tergantung dari selera penyajian.
"Enak?" tanya Bayu, melirik kearah Ina yang semangat menyeduh bandreknya.
"Enak. Hangat.. Mirip ronde," jawab Andra.
"Cie, kangen ronde, ya? Ayo, ke alun-alun Jogja. Nanti makan ronde sepuasnya.."
Andra tersenyum. "Kapan-kapan.."
Kapan-kapan, yang hanya akan menjadi angan.
Jagung bakar dan bandrek tersebut cukup mengobati kedinginan yang sedaritadi mereka rasakan. Udara disini benar-benar menusuk tulang. Membuat para pengunjung mau tak mau harus menggunakan busana yang tebal.
"Legenda Tangkuban Perahu itu yang mana ya? Aku tiba-tiba lupa..." Andra mulai membicarakan sejarah. "Bukan yang dikutuk jadi batu, kan?"
"Bukan. Itu malin kundang!"
"Oh iya..”
Bayu mulai bercerita. "Gunung Tangkuban Perahu yang konon katanya hasil dari tendangan anak Dayang Sumbi yang bernama Sangkuriang. Berdasarkan mitosnya, gunung ini terbentuk karena si Sangkuriang murka setelah merasa di tipu oleh Dayang Sumbi, hingga dia menendang perahu yang telah dibuatnya sampai terbalik dan menjadi sebuah gunung.”
Asal usul Gunung Tangkuban Parahu dikaitkan dengan legenda Sangkuriang, yang dikisahkan jatuh cinta kepada ibunya, Dayang Sumbi alias Rarasati. Untuk menggagalkan niat anaknya menikahinya, Dayang Sumbi mengajukan syarat supaya Sangkuriang membuat sebuah telaga dan sebuah perahu dalam semalam. Ketika usahanya gagal, Sangkuriang marah dan menendang perahu itu sehingga mendarat dalam keadaan terbalik. Perahu inilah yang kemudian membentuk Gunung Tangkuban Perahu.
"Cinta emang nggak kenal logika. Memaksakan menikah dengan ibunya sendiri.. " Andra menggelengkan kepala.
"Kadang, cinta memang gila. Makanya, imbangi dengan ibadah, supaya hidup kita tetap seimbang.."
Pandangan Andra kosong. "Kamu nggak paham.. Karena kamu nggak pernah merasakan.."
Dan Bayu terdiam, berusaha menerka.
"Kamu nggak pernah merasakan gimana repotnya cinta," lanjut Andra.
"Repot atau nggak, itu tergantung niat masing-masing, Ndra.."
"Kamu pikir, aku nggak berniat untuk melupakan kamu? Niatku bulat, Bay. Pertemuan pun sudah nggak ada diantara kita. Harusnya aku bisa lupa." Nafasnya memburu. "Tapi nyatanya apa? Bahkan hati ini selalu kurang ajar, untuk memahami apa yang pemiliknya mau. Sampai sekarang, aku masih gagal untuk melupakan kamu."
Deg.
Raut wajah Andra menunjukan betapa keras perjuangannya untuk melupakan sosok pria di hadapannya. Dan Bayu pun paham, bahwa gadis itu tak pernah main-main terhadap sebuah niat. Andra pasti sudah berjuang keras untuk melupakannya.
Tapi benar kata Andra, hatinya terlalu kurang ajar.
"Jika hati terlalu kurang ajar, mengapa kamu tidak mengambil banyak peran dari sebuah logika?" Bayu mencoba bertanya, mengenai opini yang terlintas di pikirannya.
"Kamu kenal aku, kan?" tanya Andra, mengawali jawabannya.
"Sangat."
"Apa kamu pikir, aku wanita cengeng dan lemah, untuk selalu memakai hati?"
Bayu menggeleng. "Nggak. Justru kamu wanita cerdas, berpandangan lurus ke depan berlandaskan logika."
"Jadi, apa kamu masih berpikir kalau aku nggak menggunakan logika?" Andra menjawab dengan gamblang. "Aku berjuang, menggunakan logikaku untuk bisa melupakan kamu. Tapi nyatanya, lagi-lagi, logikaku kalah dari hati yang berteriak. Aku sampai lelah, Gi.."
Saat ini, Bayu merasa benar-benar jahat. Membawa seorang gadis ke dalam lubang keputus asaan, yang hingga kini belum ada ujungnya. Meninggalkannya tanpa sebuah jejak, padahal Andra masih sungguh mendambakannya ada.
"Waktu kita memutuskan pisah, aku bisa pakai logikaku. Tapi ketika hendak melupakan, logikaku seperti nggak berfungsi lagi. Hati, yang menang." Dan kini, Andra mulai terisak. "Jujur, aku capek, Bay. Aku pengen banget bisa lupa semua tentang kamu..."
Lelaki itu menahan nafasnya berat. Ia merasa jahat. Ternyata, pengaruhnya begitu besar untuk seorang Andra. Dan ia sama sekali tak menyangka soal itu.
"Padahal kamu sudah bahagia, ya.. Sudah tunangan sama perempuan baru.. Sudah lupa sama aku, si mantan kamu yang mungkin menurut kamu paling menyebalkan..." kata Andra, sesekali menyeka air matanya. "Tapi kok aku nggak bisa melakukan hal yang sama seperti kamu, ya? Apa yang salah?"
Bayu mengusap bahu perempuan yang sedang dirundung luka itu, berusaha memberikan sedikit ketenangan berbalut sentuhan ringan. "Mungkin kamu harus membuka hati, Ndra.."
"Aku sudah mencoba..”
“Terus?”
“Kalau aku sudah menemukan kecocokan dengan salah satu diantara mereka, perasaanku ke kamu pasti sudah hilang, Bay. Tolong, jangan tanyakan hal yang kamu sendiri sudah tau jawabannya...”
Bayu menatap awan mendung yang tengah menyapa mereka mesra. “Belum ada yang cocok, ya.. Kenapa?”
“Nggak semua orang, bisa menerima kondisi keluargaku yang tercerai-berai.. Nggak semua orang, bisa membuat aku nyaman.. Nggak semua orang, bisa mengajariku hal-hal baik yang merubah diriku. Yang bisa melakukan semuanya secara sempurna, hanya kamu, Bay.” Gadis itu terlihat depresi. “Sejauh ini, hanya kamu...”
“Semoga nanti, ada yang bisa melakukannya lebih baik dari aku, Ndra..”
“Semoga...” Semoga itu tetap kamu. Dan akan selalu kamu, batin Andra dalam hatinya.
Tangkuban perahu yang mendung, menjadi saksi mereka yang sebentar lagi akan berpisah ke penjuru yang berbeda. Masih tersisa beberapa jam lagi. Namun dipastikan, tak ada lagi sebuah ceria. Yang ada hanyalah luka, dalam penantian waktu yang akan menyesakan mereka.
Terkadang, begitulah cinta. Kita tidak bisa memaksa diri untuk memiliki sesuatu yang bukan menjadi takdir kita. Kita harus terus maju dan meyakini bahwa akan ada pelangi di ujung sana, yang akan menyembuhkan luka demi luka yang kita pikul sebelumnya.
Hanya waktu, yang bisa menyembuhkan hati yang sudah patah berkeping-keping.
Bahkan kehadiran orang baru pun, belum tentu bisa mengalahkan kuasa sang waktu, yang bekerja sama dengan sang Pencipta, tuk mengobati hati yang luka, menjadi lebih bahagia dan bersabar.
**