“Kawah Putih ini, merupakan salah satu wisata yang Bapak suka, Bay...”
“Kenapa begitu, Pak?”
“Ya... Karena tempat ini adalah simbol keadilan... Ada kelebihan, ada juga kekurangan...”
“Maksudnya, bagaimana, Pak?”
“Kawah Putih ini, sangat indah dipandang mata... Indah sekali... Semua orang pasti berkerumun hanya untuk mengabadikan gambar di tempat ini, karena memang tempat ini sangat indah...” Bapak menepuk bahu anak lanangnya. “Tapi... Di tempat begitu indah ini, ternyata menyimpan luka... Bau belerang yang teramat kuat, seringkali membuat wisatawan ingin cepat-cepat pergi...”
“Oh iya...”
“Jadi kamu paham, kan, semua ciptaan Allah, pasti ada kekurangan dan kelebihannya.. Tinggal bagaimana kita menyikapinya... Begitu pula perbedaan...”
Perbedaan.
Kala Bayu dan sang ayah berpetualang ke Bandung dulu, Bayu masih menjalin cinta dengan Andra. Dan perbincangan sang ayah, pasti menyinggung tentang mereka.
“Perbedaan yang membuat kalian tidak bisa bersatu. Ketika kalian mengabaikan, kalian bisa menikmati bahagia sejenak. Namun hanya sejenak. Karena akan ada masa dimana kalian mengingat akan perbedaan, yang tidak bisa disatukan lagi..”
Bayu terdiam.
“Bahagia yang kalian ciptakan, hanya kamuflase sesaat...”
“Lalu kami harus bagaimana, Pak?”
“Perbedaan kalian itu fatal... Solusinya, kalian harus berpisah, apabila tidak ada yang mau mengalah... Tapi jika Andra mau ikut kamu, maka kalian bisa bersatu, leburkan benteng itu, dan bangunlah surga bersama...” kata Bapak.
“Sedikit sulit, Pak. Mengingat, Andra pun mencintai agamanya...”
Dan Bapak mengangkat bahunya. “Biarkan waktu yang menjawab. Toh, Andra anak baik. Kamu pun baik. Jika kalian tidak berjodoh, kalian pasti akan dipertemukan dengan orang baik lainnya...” kata Bapak, mengakhiri petuahnya.
**
Kedua manusia berjiwa petualang, turun dari ontang-anting--semacam angkutan--yang merupakan satu – satunya transportasi yang mengantarkan dari parkiran bawah hingga ke Kawah Putih Ciwidey.
"Sayang banget, nggak bisa bawa motor sampai atas. Padahal, perjalanan dari parkiran bawah menuju Kawah, bagus banget.. Kalau naik motor, kita bisa foto-foto," keluh Andra, sedikit kecewa.
Begitulah prosedurnya. Sepeda motor tidak boleh mendekat ke Kawah Putih Ciwidey. Sepeda motor harus parkir di parkiran bawah, dan melanjutkan perjalanan sampai ke Kawah dengan menggunakan transportasi yang disebut ontang – anting.
Ontang – anting ini sebenarnya lebih mirip angkot di kota Bandung yang telah dimodifikasi agar bisa menjejalkan 11 penumpang termasuk sang sopir ke dalamnya. Dengan tarif Rp. 10.000 ontang – anting akan mengantarkan para penumpang yang berjejalan sampai ke dekat Kawah Putih Ciwidey.
“Dalam kondisi Normal, kunjungan maksimal 15 menit. Dalam kondisi darurat, mual, pusing, tenggorokan kering segera tinggalkan area kawah” Tulis sebuah papan yang ada di lokasi wisata Kawah Putih Ciwidey.
Disinilah mereka berdua sekarang. Kawah Putih Ciwidey, tempat yang mereka pilih sebagai destinasi terakhir, sebelum mereka menutup kisah perjalanan mereka.
"Kamu udah pernah kesini sebelumnya?" tanya Andra.
Bayu mengangguk. "Sama Bapak."
Andra tersenyum, dan menepuk bahu Bayu.
"Wisataku kesini sama Bapak, adalah wisata terakhir.. Setelahnya, aku dan Bapak pergi ke rumah Pakde Yudhi dan mengakhiri wisata ini," ucap Bayu, dengan pandangan kosong. "Dan kali ini sepertinya harus terulang lagi.."
Terulang, lagi. Andra tidak bodoh. Ia tau apa maksudnya. Perjalanannya dengan Bayu, di kawah putih ini, juga akan menjadi perjalanan terakhir mereka, sebelum mereka ada di jalan masing-masing, yang sebenarnya.
"Bau belerang," kata Andra, mengalihkan pembicaraan.
"Iya. Terkesan angker, ya." Bayu menyodorkan masker, dari dalam tasnya.
Dan dalam sekejap, Andra menerima, dan langsung menggunakannya. "Makasih.."
"Oke. Ayo, jalan."
Mereka berjalan perlahan. Seperti biasa, dalam perjalanan ini pun, Bayu bergerak sebagai Wikipedia berjalan, yang menjelaskan tentang kawah ini kepada gadis di sampingnya.
Kawah Putih Ciwidey yang berada di ketinggian 2430 Mdpl ini, mulaui dibuka untuk publik pada tahun 1987. Dulu sebelum kawah ini ditemukan oleh seorang ahli botani dari Belanda, Masyarakat setempat sempat menganggap kawasan Kawah Putih Ciwidey ini sebagai daerah yang angker, dan tidak seorang pun yang berani menjamah atau menuju ke sana. Konon setiap burung yang terbang melintas diatas Kawah Putih Ciwidey akan langsung mati begitu saja.
Dan kawah ini spesial karena kawah ini berasal dari sisa dari letusan Gunung Patuha beberapa abad lalu.
"Pantas, aku nggak melihat satupun burung atau binatang yang berada di dekat kawah..." Andra mengamati langit di atas mereka.
"Bahkan untuk manusia sekalipun, tidak direkomendasikan untuk berlama lama di tempat ini.." lanjut Bayu.
"Tapi buktinya, wisata ini sangat ramai, ya?" Andra menunjuk beberapa bus besar terparkir dengan rapi diparkiran. “Tuh, banyak bus.”
“Iya. Pemandangannya indah. Ibaratnya, kalau ke Bandung tapi nggak kesini, namanya rugi berat.”
Berlokasi pada ketinggian lebih dari 2400 Mdpl memang membuat suhu udara kawasan kawah putih selalu berada di kisaran 10 derajat celcius.
Memasuki area kawah, hutan kecil Pohon Cantigi (Vaccinium varingiaefolium) banyak terlihat bertebaran. Pohon ini tersebar disekeliling kawah, seakan menjadi aksesoris tambahan yang mempercantik kawasan Kawah Putih Ciwidey.
"Kamu tau nggak... Tempat ini pernah dipakai shooting film, lho," kata Bayu.
"Oh ya?"
"Iya. Coba tebak. Kan kamu pecinta film."
Andra menyenggol lengan Bayu dengan sikutnya. "Ih, sengaja banget main asah otak!"
"Ngetes aja, apa ingatan kamu masih kuat..."
"Halah, alasan..." Gadis itu kemudian terdiam, memutar otak. "Film apa, ya? Film horor, bukan?"
"Bukan. Justru romance!"
"Hah?"
"Iya. Ingat-ingat, coba. Kamu pasti pernah nonton. Filmnya legendaris, kok."
Andra menggaruk rambutnya. "Kasih clue, dong. Pemerannya siapa?"
"Nirina Zubir, Irwansyah, Acha Sep--"
"My Heart, ya?!" tebak Andra histeris.
"Yup!"
Andra membusungkan dada. "Tuh, kan, aku ingat!"
"Jelas ingat. Kan udah dikasih clue!" tandas Bayu, cepat.
"Ih. Tetep aja, aku pinter!"
"Clue nya begitu jelas. Kalau kamu nggak ingat, berarti ingatan kamu menurun!"
Dan mereka berdebat singkat, dengan perdebatan konyol yang bahkan sebenarnya tidak penting sama sekali. Namun begitulah mereka. Hingga akhirnya, Bayu mengalah, dan perdebatan selesai dengan senyuman Andra yang merekah.
"Wahai Wikipediaku..." kata Andra. "Ceritain, dong, sejarah singkat kawah ini..."
"Males, ah. Cek google aja," jawab Bayu, menjulurkan lidahnya. Ngeledek.
"Nggak mau. Mumpung aku masih punya Wikipedia berjalan, nih. Besok, kan, udah enggak.." rajuk Andra.
Besok, kan, udah enggak...
Kata-kata itu menampar keduanya. Bahwa tawa mereka saat ini, adalah akhir dari perjalanan mereka. Besok, tak ada lagi tawa ini. Besok, mereka berjalan sendiri-sendiri.
Yo Bayu gi menarik nafasnya. "Oke. Aku ceritakan, ya.."
Sejarah dari Kawah Putih Ciwidey ini berawal jauh dari abad ke 10, ketika Gunung Patuha masih aktif dan meletus. Karena pada waktu itu ilmu pengetahuan belum modern seperti sekarang, kawasan ini pun dianggap sebagai kawasan angker oleh masyarakat setempat. Pasalnya, setiap burung yang terbang melewati area ini akan mati tanpa sebab.
Namun perlahan tapi pasti, kawasan Kawah Putih Ciwidey tidak dianggap angker lagi. Terutama setelah seorang ahli botani berkebangsaan Jerman yang bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn mengadakan sebuah penelitian disekitar Kawah Putih Ciwidey pada sekitar tahun 1837. Keangkeran kawasan ini pun terpatahkan.
Ketika itu, sang Dr. Franz Wilhelm Junghuhn tertarik dengan kawasan pegunungan sunyi ini. Dia penasarn kenapa tidak ada burung yang hidup dikawasan ini. Tentu saja dia tidak percaya dengan yang namanya angker, makhluk halus dan hal klenik lainnya karena dia dalah seorang ilmuwan. Hingga rasa penasaranya berbuah menjadi sebuah ekspedisi penelitian.
Dr. Franz Wilhelm Junghuhn kemudian melakukan perjalanan menjelajah area Kawah Putih Ciwidey untuk menemukan jawaban atas rasa penasarannya terhadap tempat ini. Tentu saja waktu itu kawasan ini masih berupa hutan rimba. Akhirnya, dia pun sampai puncak Gunung Patuha. Alih-alih menemukan keangkeran, dia malah menemukan sebuah danau berwarna putih seperti susu, dengan bau belerang yang begitu menyengat.
"Nah, danau yang ditemukan Junghun tadilah yang kemudian menjadi salah satu tempat wisata Bandung Selatan yang terkenal. Hingga sekarang, tempat wisata ini dikenal sebagai tempat wisata Kawah Putih Ciwidey. Bahkan, sejak tahun 1987, tempat ini diubah menjadi salah satu tempat wisata andalan Bandung..." Bayu menghela nafas lega, mengakhiri pidato singkatnya.
Mereka berjalan berdampingan. Penjelasan Bayu yang begitu jelas dan nyata, mampu menyihir Ina menjadi tak sadar akan bau belerang yang sedari tadi mengganggunya. Menurut Andra sendiri, Bayu memiliki kemampuan tuk menjadi seorang pengajar, daripada seorang banker.
“Sudah cukup jelas, akan penjelasan singkatnya?” tanya Bayu, dengan senyum usilnya.
“Sudah! Terima kasih, pak guru!” Andra menggabungkan kedua telapak tangannya, sembari menundukan kepala.
“Sama-sama. Tapi aku males, punya murid kayak kamu!” ledek Bayu.
“Kenapa?” tanya Andra. “Gini-gini, kamu juga pernah suka sama aku.”
Bayu membalikannya. “Kamu juga. Tergila-gila sama aku, kan?”
Dan keduanya tertawa renyah. Tawa ini menggetarkan jiwa mereka. Seakan tersadar bahwa tawa ini akan menjadi ujung dari tawa mereka. Namun mereka memilih tuk tak mempedulikannya. Selagi bisa tuk menikmati, mereka akan menikmatinya.
“Fotoin disana, dong,” kata Andra, menunjuk salah satu sudut yang sangat indah.
“Ayo.”
Tuk beberapa saat, mereka berfoto-foto dengan bahagia. Pemandangan disini, memang tak layak untuk dilewatkan begitu saja. Kawah putih ini begitu indah. Seindah kisah mereka. Sayangnya, kisah mereka akan segera berakhir.
Namun tenang saja, memori tentang Kawah Putih ini, tak akan pernah berakhir.